Akhir-akhir ini selain ramai perbincangan judi dan pembunuhan juga sedang ramai trend cek khodam di Tik Tok. Khodam adalah makhluk gaib yang di datangkan untuk manusia sebagai penjaga (bukan untuk benda bertuah). Ada beberapa manusia yang memiliki khodam tetapi di pergunakan untuk hal yang tidak benar.
Melansir dari laman detiknews (https://news.detik.com/berita/d-7399989/jadi-fenomena-viral-apa-itu-khodam), bahwa khodam merupakan salah satu entitas gaib yang diyakini dalam budaya lokal di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.
Penjelasan terkait khodam ini pernah dijelaskan Deni Miharja dan Ahmad Saepudin dalam tulisan berjudul “Nilai-nilai Spiritual Kebudayaan Macan Putih”. Tulisan penelitian ini terbit dalam jurnal Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya edisi Maret 2017 terbitan UIN Sunan Gunung Jati.
Seperti juga dilihat detikcom, Kamis (20/6/2024), dijelaskan bahwa khodam merupakan penjaga yang didatangkan dari dunia gaib untuk manusia, bukan untuk benda bertuah. Jenis khodam pun ada dua, yakni khodam jin dan khodam malaikat.
Rupanya, menurut sebagian ustaz, khodam jin biasanya sering digunakan untuk meminta bantuan. Yang jelas, kata Buya Syakur, meminta bantuan atau bekerja sama dengan jin bukanlah sesuatu yang haram secara mutlak. Karena jin termasuk makhluk Allah yang mendapatkan beban aturan syariat sebagaimana manusia.
Dalam hal ini, hubungan kita dengan jin tidak lebih dari muamalah dua jenis makhluk Allah. Dengan kata lain, kerja sama itu boleh dilakukan, selama dilakukan dengan cara yang mubah dan untuk tujuan yang mubah. Sebaliknya, kerja sama ini bernilai dosa dan terlarang, jika dilakukan dengan cara terlarang atau untuk tujuan terlarang.
Tak hanya itu, kata Buya Syakur, misalnya ketika membangun masjid sudah pasti kita minta tolong. Ini syariat. Akan tetapi, dalam hal meminta tolong jangan sampai menyekutukan Allah SWT dengan apapun, dan jangan berharap meminta pertolongan atau bantuan dari siapapun. Cukup Allah saja. Ini perlu dibedakan.
Artinya, kalau meminta bantuan kepada manusia maka sifatnya adalah kerjasama dan bersifat resiprokal, timbal balik (saling membutuhkan). Bahwa manusia selama di dunia ini tidak bisa lepas dari faktor interdependensi, saling ketergantungan satu dengan yang lain.
Pendek kata, manusia tidak bisa melakukan sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kita hanya berdasarkan dan mempunyai description bakat yang Allah berikan. Yang tidak boleh adalah permintaan, permohonan, doa, harapan, ketergantungan dan kepasrahan kepada jin. Dengan kata lain memohon kepada jin tidak boleh, tetapi menyuruh boleh. Sebab, kalau memohon parameternya hanya kepada Tuhan.
Selain dari itu, karena jin juga selevel dengan manusia, yaitu sama-sama berkewajiban mengabdi dan menyembah kepada Allah. Dalam Alqur’an Surat Az-Zariyat ayat 56 dinyatakan:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِ نْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat [51]: 56).
Jin minta tolong sama kita ketika dia ingin mengabdi kepada Allah. Demikian juga kita minta tolong kepada jin ketika ingin mengabdi kepada Allah. Misalnya, ketika mau salat lalu meminta jin untuk mengambil sajadah. Ya boleh. Dalam hal ini, minta tolong boleh selama tidak menyalahi syariat.
Dalam hal ini, bahwa apa yang dikatakan Buya Syakur bukan berarti menganjurkan kalau manusia sudah mentok dan tidak mempunyai jalan harus minta tolong ke jin. Sama sekali tidak. Artinya, sah-sah saja bahkan boleh kita memerintahkan jin, tapi tidak dengan untuk menghambakan diri padanya.
Bukankah Nabi Sulaiman juga pernah meminta bantuan (menyuruh) jin untuk memindahkan atas perintah Allah. Sebagaimana yang dikisahkan dalam Surat Al-Anbiya ayat 82, Allah SWT berfirman:
وَمِنَ الشَّيٰطِيْنِ مَنْ يَّغُوْصُوْنَ لَهٗ وَيَعْمَلُوْنَ عَمَلًا دُوْنَ ذٰلِكَ ۚ وَكُنَّا لَهُمْ حٰفِظِيْنَ
Artinya: “Dan (Kami tundukkan pula kepada Sulaiman) segolongan setan-setan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya dan mereka mengerjakan pekerjaan selain itu; dan Kami yang memelihara mereka itu.” (QS. Al-Anbiya [21]: 82).
Perlu diketahui, hubungan Nabi Sulaiman dengan jin hanya sebatas hubungan seorang dan raja dan rakyatnya, serta tidak menyalahi syariat. Apalagi hal ini merupakan khususiyyah (kurniaan khas) kepada Nabi Sulaiman berdasarkan doanya yang difirmankan Allah Swt.
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَهَبْ لِيْ مُلْكًا لَّا يَنْۢبَغِيْ لِاَحَدٍ مِّنْۢ بَعْدِيْ ۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ
Artinya: “Dia berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (QS. Sad [38]: 35).
Antara Jin dan Khodam
Kata jin diartikan sebagai makhluk halus (yang dianggap berakal). Dari segi bahasa Alqur’an, kata jin terambil dari akar kata yang terdiri dari tiga huruf, jim, nun dan nun. Menurut pakar, semua kata yang terdiri dari rangkaian ketiga huruf ini mengandung makna ketersembunyian atau ketertutupan. Allah SWT berfirman:
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ الَّيْلُ رَاٰ كَوْكَبًا ۚ قَالَ هٰذَا رَبِّيْ ۚ فَلَمَّاۤ اَفَلَ قَالَ لَاۤ اُحِبُّ الْاٰفِلِيْنَ
Artinya: “Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.” (QS. Al-An’am [6]: 76).
Dengan demikian, maka berarti jin adalah makhluk gaib yang diciptakan dari api tanpa asap, berakal, tersembunyi dapat berbentuk dengan berbagai bentuk dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan berat. Karena tercipta dari api yang sangat panas, maka di diciptakan dalam berbagai macam jenis.
Ada jin yang taat dan ada pula yang durhaka, membangkang terhadap perintah-Nya, dan mengajak kepada kedurhakaan. Sementara jin Muslim adalah makhluk gaib yang taat, mendengar ayat-ayat Allah dengan tekun dan tunduk, dan memahami kandungan-kandungan yang terdapat di dalamnya, serta mengecam para kaum yang membangkang.
Tak hanya itu, jin muslim yang taat dengan tegas dan membantah apa yang disampaikan oleh jin non muslim. Allah SWT berfirman:
وَّاَنَّهٗ تَعٰلٰى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَّلَا وَلَدًا. وَّاَنَّهٗ كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا عَلَى اللّٰهِ شَطَطًا
Artinya: “Dan sesungguhnya Maha Tinggi keagungan Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak beranak. Dan sesungguhnya orang yang bodoh di antara kami dahulu selalu mengucapkan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah.” (QS. Al-Jinn [72]: 3-4).
Sementara khodam adalah ia termasuk kategori jin ifrit. Golongan bangsa jin yang mempunyai kekuatan dan kecerdikan. Jin inilah yang berpotensi sebagai pembantu ataupun khodam bagi manusia. Namun, ada juga ifrit yang muslim dan baik, tentunya bisa menjadi khodam pada manusia-manusia yang muslim dan yang baik pula. Dan ifrit yang berprilaku jahat dan kafir biasanya dimanfaatkan (dijadikan khodam) oleh para tukang sihir dan dukun.
Berbeda halnya dengan jin qarin. Ia adalah makhluk ciptaan Allah yang diciptakan kembar atau serupa dengan manusia, serta sebagai pendamping selama hidupnya. Namun demikian, tidak semuanya Jin qarin mengajak kepada kebaikan, tetapi ada juga yang menyesatkan, dan itu semua tergantung manusianya yang terpengaruh terhadap bisikan-bisikan jin tersebut.
Memang benar. Jin mempunyai kodrat yang tidak dimiliki manusia. Oleh karena itu, terkadang mereka mampu melakukan apa yang tidak kita mampu berdasarkan kudrat yang Allah kuruniakan buat mereka.
Sama seperti kita mampu mencari sesuatu berdasarkan kemampuan yang kita miliki dari teknologi dan lainnya. Begitu juga mereka, namun demikian perkara ini banyak disalah tafsirkan manusia sehingga menyangka mahluk yang bernama jin ini mengetahui serba-serbi hal ghaib. Padahal tidak.
Pendapat lainnya
Dalam Surat Al-Jin ayat 6 dinyatakan:
وَّاَنَّهٗ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْاِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا
Artinya: “Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.” (QS. Al-Jin [72]: 6).
Kata Ustaz Adi Hidayat, jika orang berinteraksi dan meminta bantuan dengan jin dalam kehidupannya, maka jin tidak akan memberikan solusi, bahkan masalah yang akan datang. Karena itu, ketika Allah menyampaikan ayat ini ketika menyebut kata al-ins (manusia) maka selalu dipasangkan dengan al-jin (jin), dan secara bahasa maknanya bertentangan.
Kalimat al-jin dan al-ins disebutkan dalam Alqur’an setidaknya 18 kali dan selalu berpasangan. Maka ketika disebutkan kata al-jin maka kata ins juga disebutkan. kata al-jin dijamakkan menjadi jinnah, dan al-ins menjadi al-nas disebutkan 241 dalam Alqur’an.
Lalu kenapa Allah selalu menggandengkan kalimat ini dalam Alqur’an? Salah satunya ingin menjelaskan bahwa antara alam jin dan manusia berbeda. Demikian juga dengan sifatnya. Oleh karena alam jin berbeda dengan manusia maka tidak mungkin dapat memberikan solusi, justru masalah bertambah.
Kata Ustaz Adi Hidayat, jika kemudian hari jin menampakkan diri kepada manusia, maka kemungkinan jinnya sedang bermasalah sebab keluar dari fitrahnya, karena fitrahnya jin selalu tersembunyi. Dan yang lebih masalah jika ada manusia yang selalu mencari penampakan jin.
Selain jin juga tidak kelihatan mata, ternyata ia memiliki sifat kasar (tidak lembut). Kenapa demikian? Karena ketika jin masuk ke dalam tubuh manusia (kerasukan), maka perilakukanya tidak akan pernah lembut (arogan). Ia akan selalu membuat kegaduhan dan kekacauan.
Terlepas dari itu semua, menghamba kepada khodam (jin dan malaikat) maka sama sekali tidak bisa dibenarkan, dan ini menyalahi syariat. Sebab mereka juga adalah makhluk Tuhan yang memiliki kewajiban mengabdi dan menyembah kepada Allah SWT.
Bahwa seorang hamba dihadapan Tuhannya sama sekali tidak mempunyai kekuatan dan kekuasaan. Ia sebagai makhluk lemah, harus bersikap patuh terhadap apa yang diperintahkannya. Tidak boleh membangkang.
Betapapun, berhubungan dengan jin adalah berhubungan dengan makhluk gaib yang kemungkinan besar tertipu sangat mungkin terjadi. Jangankan dengan jin, terkadang berhubungan dengan sesama manusia saja orang banyak tertipu. Karena itu, sebaiknya menjauhi dari berhubungan dan bergaul dengan jin, meskipun menurut pengakuan jin tersebut dia adalah muslim. Wallahu a’lam bisshawaab.
*) Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.