KULIAHALISLAM.COM – Setiap umat Islam memang memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama dalam menyebarkan ajaran agama, baik saat aktivitas interaksi sosial di kehidupan nyata, atau interaksi di media sosial digital. Sabab saat ini umat Islam seluruhnya dengan bebas lagi mudah mengakses perkembangan teknologi informasi dibelahan dunia lain, mendapat informasi dengan cepat sekali. dan menyebarkan kedalam grup-grup WhatsApp, Facebook, Instragram, TikTok messenger dan share di grup medsos lainnya. Melalui cara-cara atau gaya konten kreator, penyebaran flyer, video singkat dan tulisan artikel yang beredar dimedia sosial. Juga karena setiap pengguna memiliki banyak akun medsos masing-masing.
Tetapi, setiap umat Islam juga perlu untuk memahami potensi kompetensi pemahaman ilmu pengetahuan agama yang dimiliki, agar dapat penyampaian ajaran agama bisa memberikan gagasan pencerahan, kontribusi solusi kreatif dan edukasi yang bermanfaat, juga mewujudkan perubahan kondisi sosial yang semakin baik, damai, dil makmur dan sejahtera ditengah aktivitas warga masyarakat.
Heboh Agama
Akhir-akhir ini hampir sebahagian umat Islam seluruh dunia sempat dihebohkan dengan fenomena maraknya perilaku umat Islam yang sedang merayakan hari raya idul fitri dengan melakukan joget-joget, bersama teman-teman, sanak saudara dan anggota keluarga saat berkumpul di rumah-rumah keluarga besar.
Joget-joget tersebut dianggap sebagai aksi joget produk yang dilakukan oleh kaum beragama Yahudi, lalu muncul sikap segelintir umat Islam yang melarang, pun dan ada juga yang membolehkannya. Sabab, setiap sesuatu perbuatan manusia dalam hubungan interaksi sesama manusia, antar umat beragama lain, dan siapapun objek dalam aktivitas sehari-hari. Pada dasarnya, semuanya diperbolehkan untuk dilakukan karena itu hanya berkaitan dengan interaksi antara manusia dan sosial warga (muamalah amalan duniawiyah), selama setiap aksi perbuatan tersebut tidak bertentangan melanggar ketentuan norma utama (akidah tauhid, keyakinan iman) dalam ajaran Islam.
Karena itu, jika dilihat dalam konteksnya umat Islam yang menggunakan salah satu aplikasi dimedia sosial tersebut, seperti bunyi suara joget-joget maka perbuatan itu masih dianggap wajar boleh saja dilakukan. Dan hanya sekedar untuk hiburan semata, bergembira bersama anggota keluarga, ditengah momen hari raya yang bahagia bagi seluruh umat Islam dan warga di seluruh dunia. Pun, umat Islam perlu untuk menjaga batasan aksi yang awalnya hanya untuk sekadar hiburan itu, dapat memicu terjadinya kebablasan yang berlebihan dan melampaui batas merugikan warga sekitarnya.
Dengan demikian, umat Islam pun harus senantiasa menjaga kesadaran seluruh panca indera untuk berhati-hati, waspada, toleran dan memfilter sesuatu yang beredar di sekitarnya.
Apakah kabar berita, informasi dan iklan tersebut bisa melemahkan akidah keimanan, atau bisa menjerumuskan pada kejahatan. Apakah berita informasi itu bermanfaat buat kebutuhan umat manusia, atau sekadar buat tontonan hiburan semata dimedia sosial.
Agar tidak sekedar hanya ikut-ikutan yang sedang trending viralitas dimedia sosial, sebab belum tentu semua trend iklan atau informasi yang beredar dimedia digital tersebut sesuai dengan standar norma moralitas etika umat manusia dalam beragama dan bernegara.
Maka perlu kesadaran bersama untuk menjaga kejernihan akal fikiran dalam menyerap informasi, iklan dan. Menjaga kewarasan hati nurani ketika berinteraksi dengan sesama agar tidak terjerumus mengarah kepada sesuatu hal yang memicu keburukan, kejahatan dan kerusakan atau kehancuran sekitarannya.
Dakwah Agama Medsos
Lebih-lebih, fenomena yang semakin memprihatinkan adalah maraknya aksi aksi dikalangan kaum muda, umat’ Islam, yang memposting sesuatu untuk menanggapi persoalan Manusia sekitarnya, dengan modalitas berbusana Muslim, mengenakan kopiah seadanya. Lalu dengan percaya diri berpendapat/berceramah hanya melalui mengutip ayat-ayat, hadits-hadits dan mencaplok ucapan ulama untuk memberikan tanggapan, memberikan informasi kepada khalayak ramai terkait persoalan yang terjadi.
Orang-orang dengan mudah sekali, padahal masih anak-anak kecil, kaum remaja belia diberikan panggung kesempatan dengan dalih untuk sarana belajar dan berbagi pengetahuan. Namun, para penceramah kecil itu tampil semakin menggila, merusak tatanan sekitar. Mereka saling memuja memuji, mendukung dan menyebar informasi ceramah singkat padahal ilmu pengetahuan masih seadanya, pengalaman masih sedikit minimum, dan wawasan keagamaan yang seadanya.
Dengan kata lain, betapa banyak orang-orang Islam berkata ingin berjuang membela ajaran agama Islam tetapi pada dasarnya mereka hanya ingin mendulang material, mencari panggung kesempatan, merebut posisi dan kedudukan prestise ditengah masyarakat. Lalu, seolah-olah merasa sudah lakukan berdakwah, berjuang dan berjasa untuk tatanan kemajuan agama Islam, atau kondisi warga masyarakat.
Betapa banyak kaum muslimin ingin menjadi pendakwah dan penceramah untuk orang lain tetapi cenderung mengeluh, capek lelah, dan bahkan menghujat rendahkan objek dakwah dikalangan warga masyarakat sekitarannya.
Betapa banyak orang-orang yang bercita-cita mendambakan kondisi lingkungan warga yang luhur mulia, adil dan sejahtera, tetapi mereka cenderung meremehkan, mengabaikan dan meninggalkan ajaran norma nilai luhur tersebut dalam setiap aspek aktivitas kehidupannya.
Betapa banyak orang-orang yang bercita-cita ingin membela kepentingan umat manusia, kelompok beragama dan lebih-lebih berjuang untuk kebajikan wilayah Daerah, tetapi mereka cenderung mengabaikan, menghindarkan dan mendiskriminasikan harkat martabat manusia dan seluruh aspirasi warga rakyat sekitarnya.
Betapa banyak orang-orang yang menempuh jalan dakwah ajaran agama, menyeru kepada kebajikan dan menyebarkan norma agama, tetapi setiap ajaran yang disebarkan cenderung kepada mencaci-maki menyakiti, menghujat, menghakimi dan melaknat objek orng yang didakwahkan, seolah-olah menjadikan dirinya orang yang paling baik, paling suci bersih dan paling pintar sehingga seenaknya menghukum atau mendiskriminasi martabat umat manusia.
Meraka berbicara diatas mimbar-mimbar, berkhotbah dan berceramah di mesjid-mesjid atau mushola, dimanapun dengan nada suara lantang menggema, semangat berapi-api dan menembus segala penjuru kota bahkan dunia. Meraka mengutip ayat-ayat, hadits-hadits dan mencaplok ucapan ulama dengan percaya diri, gagah berani dan penuh energi melalui kalimat berbusa-busa merembes keseluruh jama’ah. Menganggap orang-orang di kampung tidak memiliki modalitas pengetahuan, pemahaman agama atau keterampilan serta berwawasan keislaman dalam menjalani aktivitas hidupnya.