(Sumber Gambar: Fitrah) |
Oleh: Fitratul Akbar*
KULIAHALISLAM.COM – Sekali peristiwa
negara Persia besar kekuasannya
dan pesohor rajanya. Tetapi kebesarannya itu hanya berusia seumur manusia.
Kerajaan yang begitu besar gugur dan tidak tersebut lagi, karena kebesarannya
tergantung pada seorang raja yang memerintahnya. Dengan meninggalnya raja yang
ulung itu, lenyaplah pula segala kebesaran Persia.
Sejarah dunia
mencatat juga kebesaran Macedonia di bawah Iskandar yang besar, yang
kebesarannya juga berusia seumur rajanya. Demikian juga dengan kerajaan Roma yang berganti–ganti mengalami masa naik
dan masa turun, bergantung kepada sang kuasa yang memegang tampuk kekuasaan
negara. Akhirnya lenyap karena kekuasaan negara tidak dipikul oleh rakyat
seluruhnya.
Demikian juga
dengan Eropa Barat dan Tengah
yang dalam sejarahnya mengenal kerajaan Jermania
yang kuat di bawah kareal yang besar. Kerajaan yang besar itu gugur berturut–turut dalam tangan anak
dan cucunya, dan berakhir pula dengan meninggalkan
pertentangan yang
berkepenajngan antara bangsa Jerman
dengan bangsa Perancis,
yang pada mulanaya adalah satu bangsa.
Juga Indonesia pernah mengalami
zaman emasnya pada masa kerajaan Majapahit atas kebijaksanaan Patih Gajah Mada. Akan tetapi masa
itu lenyap dengan cepat dan tidak timbul lagi, oleh karena kebesaran negara
bergantung kepada kebijaksanaan orang-seorang yang memegang kekuasaan, tidak
bersendi kepada tanggungjawab seluruh rakyatnya.
Itulah sebabnya
maka kekuasaan negara yang digantungkan kepada diri seorang raja tidak bisa
kekal. Demikian juga terhadap kekuasaan yang digenggam oleh seorang diktator
yang bukan raja. Dengan lenyapnya dia dari muka bumi atau dari kedudukannya, maka lenyaplah
pula kekuasaan itu. Pendek kata, pemerintahan negara yang didasarkan kepada
kedaulatan orang–seorang
tidak dapat menahan sendiri yang kuat dan kekal untuk kedudukan negara.(hlm 55).
Pertanggungjawaban Yang
Luas
Oleh karena itu,
dasar yang teguh untuk susunan negara bukanlah pemerintah yang didasarkan
kepada orangnya yang bersifat fana, melainkan kepada pemerintahan yang berdasar
kepada pertanggungjawab ynag luas dan kekal. Kedaulatan rakyat adalah
pemerintahan yang berdasarkan pertanggungjawab yang luas dan kekal. Yang
berdaulat adalah rakyat dan yang memikul tanggungjawab adalah rakyat pula.
Rakyat adalah jenis yang kekal,
yang hidupnya tak bergantung kepada umur manusia yang menyusunnya. Manusia satu–satunya yang ada dalam
lingkungan itu akan lenyap dan berganti, tetapi rakyat tetapada. Selama ada
negara, ada rakyatnya.
Jadinya kekuasaan
negara, yang didasarkan kepada kedaulatan rakyat, pada dasarnya adalah
kekuasaan yang kekal. Masyarakat senantiasa memperbarui tenaganya dan tenaga pengurunya. Dan
dengan pembaruan itu terjaminlah kedudukan
kekuasan yang ada pada rakyat.
Kita katakan, pada
dasarnya kedaulatan rakyat menjadi sendiri kekuasaan dan pemerintahan negara
yang kekal. Pada dasarnya! dalam praktik mungkin terjadi yang sebaliknya dan dalam
sejarah juga pernah terjadi. Ini adalah sifat daripada tiap-tiap kekuasaan.
Apabila kekuasaan itu dilakukan dengan syarat-syaratnya yang ditentukan dalam
dasarnya, maka kekuasan itu akan baik jalannya menurut masanya. Tetapi
kekuasaan yang dilakukan dengan melewati batasnya, lambat laun akan menimbulkan
reaksi kepadanya dan membangunkan
semangat yang akan menentangnya.
Demikian juga
dengan kedaulatan rakyat yang dalam praktik hidup berlaku sebagai pemeritahan rakyat. Syarat bagi
segala kekuasaan ialah keadilan, yang dengan sendirinya harus membawa
kesejahteraan bagi segala orang. Manakala pemerintahan
rakyat tidak membawa keadilan dan kesejahteraan, melainkan menimbulkan
kezaliman dan pencideraan, kekuasaanya itu tidak bisa kekal. Dalam pangkuannya akan lahir tenaga dan
aliran yang menentang, yang akan membawa kejatuhannya dan memunculkan penggantinya,(hlm 56).
Kedaulatan rakyat
yang meluap dari batasnya
dan melulu menjadi anarkhi, akan digantikan
oleh peraturan pemerintahan
yang bertentangan dengan itu, monarkhi atau oligarkhi. Digantikan oleh
pemerintahan raja yang berkuasa sendiri atau oleh pemerintahan satu golongan
kecil dengan berkuasa penuh,(hlm
57).
Kedaulatan Rakyat,
Pemerintahan Rakyat
Kedaulatan rakyat
berarti pemerintahan rakyat, yang dilakukan oleh para pemimpin yang dipercaya oleh
rakyat. Dengan sendirinya di kemudian hari pimpinan pemerintahan, di pusat dan daerah, jatuh ke tangan
pemimpin–pemimpin rakyat. Dan
dengan itu, hilanglah pertentangan antara rakyat dengan pemerintahan, yang
sekarang di beberapa tempat masih terasa sebagai akibat psikologis dari sistem
penjajahan lama, yang memisahkan pegawai pemerintah dari rakyat,(hlm 80).
Kedaulatan rakyat
membawa tanggungjawab kepada segala golongan yang berkepentingan dalam hal
menentukan nasibnya sendiri.
Golongan yang
memutus tentang dasar–dasar
politik pemerintahan, terutama badan perwakilan rakyat, mempunyai tangung jawab
tentang caranya menentukan politik negara. Ia pilih oleh rakyat untuk beberapa
waktu lamanya. Kalau sikapnya sebagai wakil rakyat tidak memenuhi harapan
rakyat, pada pemilihan yang baru dia mungkin tidak akan dipilih lagi.(hlm 81).
Sudah biasa dalam
sejarah, bahwa cita–cita
yang murni dan indah tentang pergaulan hidup manusia dan bangsa lahir dalam masa
penderitaan. Rakyat indonesia menderita, berabad–abad lamanya di bawah penjajahan Belanda. Kesengsaraan
hidup, penghinaan bangsa oleh berbagai peraturan diskriminasi, pemerasan
nasional di bawah suatu kekuaasaan otokrasi kolonial, sifat pemerintahan
jajahan sebagai sebuah negara polisi yang menindas segala cita- cita
kemerdekaan, semuanya itu menghidupkan dalam pangkuan pergerakan kebangsaan cita-
cita tentang persatuan indonesia, peri kemanusiaan, demokrasi dan keadilan
sosial. Semuanya itu tergaris sedalam–dalamnya
dalam jiwa rakyat Indonesia,
sekalipun mereka hanya sanggup menyatakannya secara pasif. Tetapi di dalam
kalbu orang pergerakan cita–cita
itu hidup sebagai keinsyafan hukum, yang harus memberi corak kepada indonesia
merdeka,(hlm 101).
Sejak dari masa
penjajahan diciptakan, bahwa Indonesia merdeka di masa
datang mestilah negara nasional, bersatu dan tidak berpisah–pisah. Ia bebas dari
penjajahan Asing
dalam bentuk apapun juga, politik maupun ideologi. Dasar dasar peri kemanusiaan
harus terlaksana dalam segala segi kehidupan, dalam hubungan antara orang
dengan orang, antara majikan dan buruh, antara bangsa dan bangsa. Lahir dalam
perjuangan menetang penjajahan, cita–cita
peri kemanusiaan tidak saja bersifat anti kolonial dan anti imperialisme,
tetapi juga menuju kebebasan manusia dari segala tindasan. Pergaulan hidup
harus diliputi oleh suasana kekeluargaan dan persaudaraan.(hlm 102).
Demokrasi Indonesia
Pengalaman dengan
pemerintahan otokrasi kolonial dalam bentuk negara polisi menghidupkan dalam
kalbu pemimpin dan rakyat indonesia cita–cita
negara hukum yang demokratis. Negara iu haruslah berbentuk Republik berdasarkan kedaulatan
rakyat. Tetapi kedaulatan rakyat yang dipahamkan dan dipropagandakan dalam kalangan pergerakan
nasional berlainan dengan konsepsi Rousseau
yang bersifat individualisme. Kedaulatan rakyat ciptaan Indonesia harus berakar
dalam pergaulan hidup sendiri yang bercorak kolektivisme. Demokrasi Indonesia harus pula
perkembangan daripada demokrasi Indonesia
yang asli. Semangat kebangsaan yang tumbuh sebagai reaksi terhadap imperialisme
dan kapitalisme Barat,
memperkuat pula keinginan untuk mencari sendiri-sendiri
bagi negara nasional yang akan dibangun ke dalam masyarakat sendiri. Demokrasi Barat apriori ditolak.(hlm 102).
Dengan
demikian, pemimpin pemerintahan dan masyarakat pentingnya untuk memahami
demokrasi secara subtansial agar supaya mampu mewujudkan kebebasan, keadilan,
dan kesejahteraan ditengah-tengah masyarakat Indonesia tercinta.
*)Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah, FAI, UMM. Pegiat isu-isu Ekonomi, Politik Islam, Kemanusiaan dan Perdamaian.