Dalam konteks pemilu dan pilkada, fenomena golput (golongan putih) atau memilih tidak ikut serta dalam proses pemilihan sering menjadi pilihan sebagian masyarakat yang merasa tidak puas dengan pilihan kandidat yang ada atau sistem politik yang berjalan.
Pertanyaan yang kemudian terlintas adalah, apakah sikap golput dapat diterima dalam Islam? Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu merujuk pada ajaran-ajaran dalam hadis, karena dalam Islam, baik pemimpin maupun rakyat memiliki tanggung jawab politik yang harus dijalankan dengan adil dan bijaksana.
Tanggung Jawab Politik dalam Islam
Islam mengajarkan bahwa setiap individu mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat dan negara. Hal ini tercermin dalam banyak hadis yang menekankan pentingnya memilih pemimpin yang adil, serta berpartisipasi aktif dalam urusan politik yang berhubungan dengan kemaslahatan umat. Salah satu hadisnya yaitu sabda Nabi Muhammad SAW:
“Barang siapa yang tidak peduli dengan urusan umat Islam, maka dia bukan bagian dari mereka.” (HR. Al-Hakim)
Hadis ini menegaskan bahwa setiap Muslim seharusnya tidak acuh terhadap kondisi umat, termasuk dalam urusan politik dan pemerintahan. Partisipasi memilih pemimpin atau wakil rakyat yang dapat mengurus urusan umat merupakan bagian dari tanggung jawab tersebut.
Oleh karena itu, golput yang berarti mengabaikan proses pemilu dan pilkada, tanpa alasan yang jelas dan sah, dapat dianggap sebagai bentuk kelalaian terhadap tanggung jawab politik.
Golput sebagai suatu Protes atau Ketidakpercayaan
Namun, dalam beberapa kasus, golput sering dipilih sebagai bentuk tindakan protes terhadap calon pemimpin atau sistem politik yang dianggap tidak mencerminkan keadilan atau kepentingan umat.
Dalam hal ini, sebagian orang mungkin merasa bahwa golput adalah cara untuk menyatakan ketidaksetujuan tanpa terlibat dalam proses pemilu dan pilkada yang tidak mereka percayai.
Meskipun demikian, dalam Islam, protes terhadap ketidakadilan tidak seharusnya dilakukan dengan cara yang merugikan umat atau merusak sistem yang berlaku, kecuali dalam keadaan darurat.
Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar umat Islam tetap memilih pemimpin yang baik meskipun dalam kondisi yang penuh hambatan dan tantangan. Nabi bersabda:
“Dengar dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang hamba sahaya yang kulitnya hitam.” (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa meskipun pemimpin yang ada mungkin tidak ideal, maka, umat Islam tetap dianjurkan untuk berpartisipasi dalam memilih pemimpin yang dapat mengatur urusan umat dengan adil dan bijaksana.
Oleh karena itu, golput sebagai bentuk protes bisa jadi tidak sesuai dengan ajaran ini, karena tidak ada upaya untuk memperbaiki sistem melalui partisipasi aktif.
Islam dan Kewajibannya dalam Memilih Pemimpin
Islam sangat menekankan pentingnya memilih pemimpin yang adil, bijaksana dan bertanggung jawab. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW mengingatkan umatnya supaya tidak sembarangan dalam memilih pemimpin:
“Sesungguhnya kalian akan diperintah oleh orang yang memimpin kalian. Maka pilihlah pemimpin yang amanah dan adil dalam memimpin.” (HR. Abu Dawud)
Hadis ini menekankan bahwa pemilihan pemimpin adalah tugas yang penting sekali bagi umat Islam. Golput, yang dapat berarti tidak memilih sama sekali, bisa dianggap sebagai pengabaian terhadap kewajiban dalam memilih pemimpin yang amanah.
Dengan memilih, seseorang berarti berpartisipasi dalam menentukan nasib bangsa dan negara, serta menjaga agar pemimpin yang terpilih dapat memimpin dengan adil dan bijaksana sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Kesimpulan
Berdasarkan kajian terhadap hadis-hadis yang ada, dapat disimpulkan bahwa Islam tidak menganjurkan untuk golput sebagai pilihan. Sebaliknya, Islam mengajarkan bahwa setiap individu bertanggung jawab untuk berpartisipasi dalam proses politik, terutama dalam memilih pemimpin yang adil dan amanah.
Partisipasi dalam pemilu dan pilkada meskipun terkadang dihadapkan pada pilihan yang kurang ideal, tetap merupakan kewajiban seorang Muslim. Golput, dalam hal ini, tidak dapat dibenarkan sebagai suatu sikap yang sesuai dengan ajaran Islam, kecuali jika seseorang benar-benar menghadapi kondisi darurat yang menghalangi partisipasinya dalam kegiatan.
Dengan demikian, sebagai umat Islam, kita harus memahami bahwa pemilu dan pilkada bukan hanya sekadar urusan politik, tetapi juga bagian dari tanggung jawab kita terhadap kemaslahatan umat.
Dalam situasi apapun, menjaga amanah dalam memilih pemimpin adalah kewajiban yang harus dilaksanakan, yang juga sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW dalam hadis-hadisnya.