Penulis: M. Ichya’ Nurush Shobach*
KULIAHALISLAM.COM – Aristoteles lahir di Stagyra di Thrace, kurang lebih tahun 384 SM. Ayahnya adalah seorang dokter bernama Nicomacus, ia menjadi dokter pribadi raja Makedonia dan ibunya bernama Phaestis. Sekitar kurang lebih umur delapan belas tahun Aristoteles tiba-tiba di Athena dan menjadi murid Plato; ia belajar di akademi selama hampir dua puluh tahun, hingga Plato wafat tahun 348-7 SM.
Aristoteles kemudian menikahi dengan saudari atau mungkin keponakan raja bernama Hermias, namun fakta bahwa Hermias adalah seorang yang dikebiri (mandul). Aristotales bermukim di Athena sekitar dua belas tahun; mendirikan perguruannya dan menulis sebagian besar buku-bukunya, kemudian ia diserang sebab dianggap menduharkai agama, namun berbeda dengan Socrates yang menyerahkan diri untuk dihukum, Aristoteles memilih untuk melarikan diri untuk menghindari hukuman. Baru ditahun berikutnya, pada tahun 322 SM ia meninggal.
Plato mengakui kecerdasan muridnya yaitu Aristoteles, namun banyak pemahaman Plato yang tak sepaham dengan pemikiran Aristoteles sendiri; pertikaian ini berakhir saat Plato wafat. Suatu hari Plato menyerahkan akademinya pada Speussipus, bukan pada Aristoteles, sehingga Aristoteles pergi meninggalkan bersama temannya Xenocrates.
Kemudian ia menjadi guru bagi Alexender dan Makedonia. Pada tahun 336 SM, Aristoteles kembali ke Athena dengan dukungan dan bantuan dari Alaxender, kemudian ia mendirikan akademi nya sendiri yang diberi nama Lyaum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM. Pada tahun akhir 355 SM Alaxender wafat, kemudian Aristoteles meninggalkan akademinya lagi karena ia menghindar seperti nasib Socrates, pada tahun yang sama Aristoteles kemudian wafat.
Aristoteles cenderung menggunakan pemikiran yang saintifik hal ini dapat dibuktikan dari pemikirannya yang sering menggunakan metode empiris. Ia mempunyai banyak karya, beberapa karyanya yang terkenal adalah filsafat etika, negara atau politik, logika dan metafisika. Ia dikenal sebagai bapak logika tradisional yang dimana sebagai pengantar pada logika modern.
Dialah filsuf pertama yang menulis seperti seorang profesor; berbeda dengan para pendahulunya, risalah-risalah yang ditulis secara terperinci dan sistematis, ia memilah ilmu yang didapatkannya dari sejumlah bagian, ia juga seorang guru professional; karya-karya nya bersifat kritis, seksama, wajar.
Unsur-unsur karangan dari pemikiran gurunya yaitu Plato, di perlunak dalam filsafat Aristoteles, dalam hal tertentu ia bersikap Platonis. Aristoteles lah yang paling unggul dalam hal kecermatan dan kritik pada gurunya yaitu Plato.
Aristoteles melunakkan dan melengkapi pemikiran Plato tentang “ide”, bahwa manusia mungkin mengembangkan ide, dan pengembangannya tersebut terpengaruhi oleh penglihatan, pengalaman dan pengertian-pengertian, sampai ide dan kenyataan semuanya yang ada menyatu dalam terminologi suatu hal filosofis.
Dalam hal yang diajarkan oleh Plato, sebenarnya Aristoteles belajar tentang dunia ide; namun Aritstoteles dapat melunakkan dan membagi pemikiran pendahulu menjadi bermacam-macam bentuk, yang semua itu berada didunia alam sebagai kenyataan dalam berbagai lingkungan seperti fisika, biologi, etika, politik, dan psikologi; disinlah Plato mempelajari suatu yang tampak.
Pengaruh terbesar Aristoteles adalah dalam bidang logika, ketika masih meledaknya pemikiran Plato tentang metafisika, otoritas Aristoteles telah diakui dalam bidang logikanya, kedudukan pemikiran Aristoteles tentang logika tak tergoyahkan sampai pada abad pertengahan.
Pemikiran Aristoteles sebagian besar telah hilang setelah zaman Renaissance, namun pemikiran tentang logika tetap terus bertahan, bahkan sampai sekarang; seperti halnya ajaran guru Katholik yang mengajarkan tentang filsafat serta banyak kalangan lainnya menolak datangnya penemuan logika modern, ia tetap menganut pada sistem yang jelas-jelas ketinggalan zaman seperti halnya astronomi Ptolemeus; hal inilah yang membuat kesenggangan selama kurang lebih dua ribu tahun setelah Aristoteles wafat, toritas dipegang oleh otoritan gereja.
Walaupun demikian para penganut pemikiran logika-Aristoteles menganggap bahwa otoritan gereja benar-benar masih berlaku, sebab pemikiran tersebut adalah hasil dari zaman yang sudah kelam, dan tetap membebaskan pemikiran otoritan gereja tanpa memuji kelebihan mereka yang menganut ajaran mereka (tidak ikut campur dengan kepercayaan mereka).
Karya Aristoteles yang terpenting dalam bidangnya adalah tentang silogisme (penganut sistematika logika). Silogisme adalah sebuah tanggapan atau argumen yang terdiri dari tiga bagian, yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan; tedapat sejumlah bentuk silogisme yang berbeda-beda, yang masing-masing memiliki nama, yang diberikan oleh kelompok skolalistik. Namun, bentuk silogisme yang paling terkenal adalah “Barbara.”
- Semua manusia fana (premis mayor)
- Manyoen adalah seorang manusia (premis minor)
- Dengan demikian : Manyoen fana (kesimpulan)
Dapat disimpulkan bahwa hasil dari sebuah “kesimpulan” silogisme adalah gabungan antara “premis mayor” dan “premis minor”, sebab seperti yang saya jelaskan diatas bahwa sebuah silogisme adalah satu triad (pasangan ganda tiga) dari proposisi yang saling berhubungan, terhubung sedemikian rupa sehingga dari salah satu ketiganya yang disebut dalam “kesimpulan”, harus mengikuti kedua pernyataan yang lain, yang disebut premis (premis mayor dan minor).
Dalam logika-Aristoteles yang lain dapat ditemukan dalam silogisme “Celarent” : tidak ada ikan yang rasional, semua paus adalah ikan, dengan demikian tidak ada paus yang rasional.
Bentuk lainnya: semua manusia rasional, sebagian binatang adalah manusia, dengan demikian sebagian binatang adalah rasional (silogisme disebut “Darii”). Ada juga silogisme Ferio: tidak ada orang Amerika berkulit hitam, sebagaian manusia adalah orang Amerika, dengan demikian sebagian manusia tidak berkulit hitam.
Dari keempat jenis silogisme diatas merupakan bentuk pertama; Aristoteles menambahkan bentuk kedua dan ketiga, kemudian kaum skolastik menambahkan bentuk keempat; dengan bentuk berbagai cara ketiga (silogisme Celarent, Ferio, dan Darii) bentuk yang belakangan bisa dikembalikan dalam bentuk pertama (silogisme Barbara).
Contohnya adalah dapat diambil dalam bagian “kesimpulan” yang bisa ditarik dari satu premis; “sebagian manusia fana” kita dapat menyimpulkan bahwa “sebagian yang fana adalah manusia”.
Menurut Aristoteles “kesimpulan” ini juga bisa ditarik dari “semua manusia fana”. Dari premis “taka ada dewa yang fana” kita bisa menyimpulkan “tak ada yang fana adalah dewa”, premis lain misalnya “sebagian manusia bukan orang Amerika” namun tidak bisa kita simpulkan bahwa “sebagian orang Amerika bukan manusia.”
Namun dapat disimpulkan dari kesimpulan-kesimpulan diatas bahwa Aristoteles dan para pengikutnya berpendapat bahwa semua kesimpulan adalah dedukatif (penarikan kesimpulan dari yang umum ke yang khusus).
Jadi, dari keempat silogisme diatas adalah deduktif, tidak salah bahwa silogisme tersebut valid karena bersifat deduktif, dengan memaparkan dalam sebuah silogistik. Selain itu juga sistem ini merupakan awal dari logika formal dan sebagai awal, sistem itu penting dan berharga; seperti apa yang dijelaskan diawal bahwa logika-Aristotales adalah sebagai pengantar logika modern.
Walaupun pada akhirnya sistem logika-Aristoteles (silogisme) mendapatkan tiga kiritik; (1) cacat formal dalam sistem itu sendiri, (2) penilaian berlebihan terhadap silogisme, jika dibandingkan dengan bentuk-bentuk argumen deduktif lainnya, (3) penilaian berlebihan terhadap deduksi sebagai bentuk argumen. Namun hal itu sangatlah wajar, dikarenakan masih awalnya atau menjadi pengantar sebuah pemikiran logika.
Demikian penulisan ini dapat saya sampaikan sehingga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca tentang bagaimana memahami logika awal dari persepsi Aristoteles.
*) Mahasiswa UIN SATU Tulungagung Jurusan Aqidah Filsafat Islam.
Editor: Adis Setiawan