Arah gerakan dan substansi pendidikan. Pendidikan tidak hanya dinikmati dan diperoleh dalam kesempatan alakadarnya untuk belajar membaca dan menghitung, tetapi juga diinvestasikan dalam masa depan bangsa. Untuk menjadi bekal hidup dalam menghadapi tantangan global yang keras dan kompetitif, pendidikan harus berkualitas tinggi.
Oleh karena itu, pendidikan harus memiliki jalan yang jelas dan tujuan yang tegas yang mencerminkan ciri-ciri bangsa Indonesia. Akan dapat membawa siswa ke situasi di mana mereka dapat memaksimalkan potensi mereka dalam suatu pendidikan ketika tujuan pendidikan jelas. Pendidik harus berfokus pada semua potensi siswa.
Pendidikan harus difokuskan pada proses pembentukan manusia secara keseluruhan, bukan hanya untuk menjadi manusia sebagai alat produksi, seperti yang dianggap oleh kapitalis, untuk mempertahankan hegemoni kekuasaan.
Dalam proses pembentukan manusia seutuhnya, tidak hanya jiwa dan raga yang dapat dikembangkan melalui pendidikan, tetapi juga fithrah yang perlu dikembangkan. Mengabaikan pengembangan fithrah dalam pendidikan menyebabkan perilaku emosional dan impulsif yang rendah moral.
Perilaku emosional dan impulsif itu menunjukkan bahwa elemen penting telah terlupakan selama proses pendidikan. Aspek itu adalah fithrah sebagai karakteristik unik manusia. Fithrah adalah potensi dasar manusia untuk menjadi makhluk moral, berakhlak, dan ciptaan terbaik.
Sifat dasar yang dimiliki manusia menunjukkan bahwa manusia memiliki dorongan naluriyah untuk kebaikan dan kebenaran. Pusat dorongan naluriyah ini terletak dalam potensi yang paling dalam dan murni manusia, yang dikenal sebagai hati, atau nurani.
Progresivisme dan kognitif
Berbicara tentang pendidikan dan teori belajar, konsep hanif termasuk dalam aliran progresivisme dan kognitif. Menurut perspektif progresivisme, manusia memiliki potensi dan kemampuan untuk mengumpulkan pengetahuan dan pengalaman moral yang baik dan akan terus meningkat.
Oleh karena itu, pendidikan harus difokuskan pada pengembangan individu pada fithrahnya yang suci. Mengembalikan manusia pada naturnya adalah cara untuk memperoleh pengetahuan. Ada empat kategori kesucian yang dimiliki manusia: fithrah pikir, fithrah hati dan jiwa, fithrah rasa, dan fithrah raga.
Dari perspektif substansi pengembangan manusia, keempat fithrah adalah potensi yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan semaksimal mungkin melalui pendidikan dan latihan. Memaksimalkan potensi seseorang memungkinkan mereka menjadi individu yang cerdas, mandiri, berbudi, berbudaya, dan berakhlak mulia, serta mudah beradaptasi terhadap keragaman budaya.
Potensi pikir manusia adalah anugerah besar dari Tuhan. Ini membedakan manusia dari makhluk lain karena mereka memiliki kemampuan untuk memahami, mempertimbangkan, dan berpikir dengan simbol.
Dengan potensi pikir atau fuad itu, manusia akan mampu berpikir dan memikirkan dirinya sendiri, lingkungan sekitarnya, dan masyarakatnya di masa lalu, sekarang, dan masa depan. Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kemampuan berpikir jauh melampaui dirinya sendiri, di luar batas tempat dan waktu. Ketika potensi pikir manusia dapat dikembangkan dan ditingkatkan? Jawabannya adalah proses pendidikan, yang harus dimulai sejak lahir hingga liang lahat, terutama pada usia dini.
Dengan kemampuan berpikirnya, manusia harus menghadapi tanggung jawab utamanya sebagai makhluk di Bumi: menjaga alam dan segala sesuatunya. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 27, Allah menyebutnya sebagai khalifatullah di dunia.
Sebagai khalifah, mereka harus mempertimbangkan diri mereka sendiri, komunitas mereka, dan lingkungan mereka. Ia memerlukan potensi tambahan untuk mendampingi pikirannya saat berpikir tentang cara menjaga Bumi dan segala isinya tetap aman. Potensi lain ialah hati dan jiwa. Potensi pikir yang harus memikirkan sesuatu di luar dirinya sangat memerlukan pertimbangan mendalam dari hati dan jiwa sebelum membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan.
Keterkaitan hati dan jiwa
Hati dan jiwa manusia berfungsi sebagai alat potensial untuk mengukur baik buruknya suatu keputusan perbuatan; ia juga berfungsi sebagai alat pantau untuk mendeteksi dan memberikan kriteria tentang manfaat dan mudaratnya suatu keputusan perbuatan; dan ia berfungsi sebagai alat potensial untuk membulak-balikkan suatu keputusan yang akan diputuskan untuk dijadikan tindakan nyata, yang dikenal sebagai tindakan moral.
Jadi, keterkaitan antara pikiran, hati, dan jiwa dalam membuat keputusan untuk melakukan sesuatu, berjalan dan berfungsi bersama. Oleh karena itu, pendidikan secara substansial harus mengarah pada upaya yang jelas untuk menumbuhkan dan mengembangkan hati dan jiwa yang bersih untuk menjadi landasan berpikir kreatif yang mendorong perbuatan baik. Perilaku yang bermanfaat bagi manusia dan lingkungannya dianggap sebagai nilai moral manusia.
Orang yang memikirkan suatu keputusan keputusan berdasarkan pertimbangan hati dan jiwa masih memerlukan suatu aspek yang lebih mendalam dari konsekuensi keputusan itu, yaitu rasa. Rasa berfungsi sebagai faktor yang sangat penting untuk menentukan seberapa baik atau buruk konsekuensi dari keputusan yang dibuat. Rasa adalah elemen ruhani yang sangat dalam dan suci yang berasal dari pikiran, hati, dan jiwa manusia dalam berbagai keadaan.
Rasa adalah potensi dasar yang harus dibangun, ditumbuhkan, dan dikembangkan sejak usia dini. Membangun dan mengembangkan potensi rasa ini sejak usia dini melalui pendidikan dan latihan akan memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan mereka di masa mendatang.
Ketika seseorang berpikir dan membuat keputusan untuk melakukan sesuatu, mereka mungkin memiliki banyak potensi rasa, seperti rasa aman, percaya diri, ingin tahu, ingin dihargai dan dihargai, mencintai dan dicintai, dan kemanusiaan.
Ketiga potensi ini akan memengaruhi tubuh yang bertanggung jawab untuk melaksanakan hasil olah pikir yang dilandasi oleh nilai moral yang tinggi, serta rasa yang dalam untuk tampil dalam penampilan dan tindakan yang dilakukan.
Oleh karena itu, potensi rasa tersebut harus dikembangkan dan dikembangkan sebagai bagian dari pendidikan sejak usia dini agar anak-anak kelak menjadi individu yang memiliki rasa yang dalam dan berperilaku moral. Sangat membantu untuk mempertimbangkan segala perbuatan mulia dengan pikiran, hati, dan jiwa yang jernih. Ini akan menghasilkan individu yang bermoral tinggi, berbudi luhur, dan berakhlak mulia.
Dua aspek pokok manusia
Dalam sebagian besar, setiap manusia memiliki dua komponen utama dalam kehidupannya: yang ruhaniah dan yang jasmaniah. Aspek ruhaniah mencakup pikir, hati, dan jiwa, serta rasa. Aspek jasmaniah terdiri dari tubuh fisik yang nyata, yang dapat diamati melalui gerakan dan tindakan.
Dengan memiliki aspek ruhaniah dan jasmaniah, manusia dapat hidup dan menjalani kehidupannya di alam ini. Ini adalah bukti empirik bahwa manusia berbeda dengan makhluk lain yang tidak memiliki aspek ruhaniah.
Bagi manusia, aspek jasmaniah adalah potensi fisik yang sangat lengkap dan sempurna untuk melakukan suatu perbuatan atas perintah otak. Keputusan tentang apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh bagian tubuh adalah proses berpikir yang dilakukan oleh otak berdasarkan pertimbangan yang matang dari hati dan jiwa serta ukuran rasa yang dalam. Dengan melihat hasil dari perbuatan yang diterima atau ditolak oleh masyarakat, tindakan atas pertimba-ngan hati dan jiwa yang matang dapat diukur, dinilai, dan diamati dampak.
Potensi ragawi pada manusia tidak selalu dapat berfungsi secara bersamaan pada waktu yang sama; sebaliknya, ia akan berfungsi secara bertahap sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya.
Oleh karena itu, pendidikan dan latihan harus mengarah pada pengembangan potensi atletik sesuai tahapan-tahapannya. Selain itu, pendidikan harus dirancang secara menyeluruh dengan mempertimbangkan aspek ruhani agar dapat memaksimalkan potensi setiap orang. Ini akan memungkinkan pendidikan untuk berfokus pada olah hati, pikir, rasa, dan raga. Wallahu a’lam bisshawab.

