KULIAHALISLAM.COM – Baru-baru ini begitu tren lagu Tri Suaka yang kurang lebih liriknya seperti ini, “Aku titipkan dia, lanjutkan perjuanganku tuknya, bahagiakan dia, kau sayangi dia, seperti ku menyayanginya,” lagu ini begitu sering dinyanyikan oleh para vokalis lebih-lebih anak muda di tempat-tempat umum.
Bagi sebagian anak muda, lagu ini mungkin sangat menyentuh dan dirasa mewakili rasa hatinya, sehingga begitu gemar menyanyikan lagu tersebut. Namun jika kita belajar sejarah Indonesia, ada ungkapan yang lebih menyentuh melebihi lirik lagu tersebut.
Kurang lebih 100 tahun yang lalu, kala itu negara kita masih bernama Hindia-Belanda. Ada seorang anak muda bernama Ahmad Dahlan, yang prihatin akan keadaan bangsanya. Kebodohan, kesengsaraan, kemiskinan begitu sangat mendarah daging dalam benak masyarakat.
Penjajahan yang telah bercokol lebih dari 300 tahun kiranya sangat sulit untuk di usir begitu saja. Namun Ahmad Dahlan muda melihat masih ada sinar harapan masa depan cerah untuk bangsanya.
Ahmad Dahlan muda belajar dengan sangat gigih, banyak Kiai Jawa yang ia datangi untuk menimba ilmu darinya. Hingga pada puncaknya dapat pergi ke Makkah dan memperdalam ilmu agama. Beliau banyak menimba ilmu kepada para Syekh.
Diantaranya adalah Syekh Bakri Syatha, Syekh Muhammad Khatib, Syekh Ali Mishri, Syekh Mahfudz Termas, Syekh Nawawi Al Bantani, Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyah.
Sepulangnya dari Makkah, Ahmad Dahlan memperlebar pergaulannya. Pada tahun 1909, ketika gerakan kebangkitan nasional telah berkembang, Ahmad Dahlan ikut masuk perkumpulan Budi Utomo.
Perkumpulan ini didirikan di Jakarta pada 20 Mei 1908 oleh Dr Wahidin Soedirohoesodo dan beberapa siswa sekolah kedokteran (STOVIA). Ahmad Dahlan bertemu pertama kali dengan Dr Wahidin melalui perantara Mas Djoyosoemarto. Beliau sangat welcome dengan siapapun yang mempunyai tujuan memajukan bangsa Indonesia.
Berkat bergabungnya dengan Budi Utomo beliau diminta memberikan tausiyah serta pengetahuannya tentang Islam kepada para pengurus Budi Utomo. selain itu Ahmad Dahlan juga diminta mengajar agama Islam kepada para siswa kweekschool di Jetis Yogyakarta.
Kweekschool adalah sekolah umum untuk anak-anak kalangan menengah pribumi dan Belanda, tidak ada kaum santri disitu, tetapi Ahmad Dahlan dapat menyampaikan ilmu agama kepada para siswa.
Dari pengalaman itu Ahmad Dahlan berpikir untuk mendirikan semacam kweekschool tetapi ia modifikasi, pelajaran Agama dan pelajaran umum. Sekolahnya diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Waktu itu anak-anak Kauman masih asing dengan cara belajar model sekolah.
Sekolah sederhana itu menempati ruang tamunya, ukuran sekitar 6×2,5 meter berisi 3 meja dan 3 dingklik (kursi panjang) serta papan tulis. Muridnya ada 9 anak. Dalam kurun setengah tahun muridnya sudah mencapai 20 anak pada bulan ke-7 sekolah itu dapat bantuan guru umum dari Budi Utomo.
Kiai Haji Ahmad Dahlan juga mendirikan Pondok asrama untuk murid-murid yang datang dari jauh yaitu Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo, dan Semarang. Selain dari daerah-daerah itu murid-muridnya juga datang dari tempat yang lebih dekat seperti Bantul, Srandakan, Brosot dan Kulonprogo.
Setelah banyaknya pengalaman dan interaksinya dengan berbagai kalangan di luar kaum santri Kauman, akhirnya pada tahun 1912 Ahmad Dahlan mendeklarasikan berdirinya Muhammadiyah. Wadah organisasi itu dimaksudkan untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara.
KH Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut pemahaman yang benar tentang agama Islam. Iya ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur’an dan Al hadis.
Muhammadiyah berdiri pada 18 November 1912 Masehi bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 Hijriah di Yogyakarta. Pendirian Muhammadiyah ini awalnya mendapatkan penolakan, baik dari masyarakat sekitar ataupun dari luar Yogyakarta. Berbagai fitnah tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya.
KH Ahmad Dahlan dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya sebagai Kiai palsu karena sudah mengikuti orang Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan yang lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan demi rintangan itu-itu dapat dihadapinya dengan sabar.
Sejak saat itu, Kiai Haji Ahmad Dahlan bersama para murid dan sahabatnya sangat gigih memperjuangkan dan melakukan reformasi agama di lingkungan umat Islam. Khususnya bangsa Indonesia pada saat itu sedang terbelenggu oleh kejumudan berfikir.
Kehidupan umat Islam yang terbungkus dalam sikap taklidisme dan feodalisme, serta sulitnya mengakses pendidikan menjadi sebab keterbelakangan dan ketertinggalan umat Islam Indonesia.
Selain itu KHAhmad Dahlan juga memikirkan betapa mahalnya pengobatan di rumah sakit kala itu. Para wong cilik (masyarakat miskin) tidak mungkin mampu berobat ke rumah sakit yang dimiliki oleh Belanda.
Akhirnya KH Ahmad Dahlan dan HM Sudjak mendirikan Rumah Sakit yang diberi nama Penolong Kesengsaraan Oemat (PKO) pada tanggal 15 Februari 1923 di Notoprajan Yogyakarta.
Ada pula kisah populer yang menggambarkan betapa gigihnya KH Ahmad Dahlan untuk menebar manfaat melayani umat. Ketika KH Ahmad Dahlan terus-menerus mengajarkan surat Al-Maun kepada murid-muridnya sehingga mereka bosan.
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak mendorong memberi makan orang miskin, maka celakalah orang yang salat (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya yang berbuat ria dan enggan (memberikan) bantuan.”
Mereka pun bertanya kepada gurunya mengapa tidak beranjak mengajarkan surat-surat yang lain. KH Ahmad Dahlan kemudian bertanya kepada murid-muridnya apakah kalian sudah mengamalkan surat Al-Maun atau belum. Para murid menjawab, mereka sudah mengamalkan, bahkan sudah menjadikan Al-Maun sebagai bacaan pada setiap salat.
“Kalian sudah hafal surat Al-Maun, tapi bukan itu yang saya maksud. Amalkan! Diamalkan, artinya dipraktikkan, dikerjakan! Rupanya, saudara-saudara belum mengamalkannya,” ucap Ahmad Dahlan seperti dikutip Junus Salam dalam K.H. Ahmad Dahlan: Amal dan Perjuangannya (2009).
Selanjutnya KH Ahmad Dahlan menyuruh murid-muridnya untuk berkeliling mencari orang miskin dan membawanya pulang, lalu dimandikan dengan sabun, diberi pakaian yang bersih, diberi makan dan minum, serta disediakan tempat tidur yang layak. Dan dari situlah cikal bakal berdirinya Panti Asuhan Yatim (PAY) Muhammadiyah diberbagai daerah se-Indonesia.
Setelah melalui perjuangan berat, penuh halangan dan rintangan untuk menggerakkan dan memajukan persyarikatan Muhammadiyah, selama kurang lebih 11 tahun memimpin secara langsung sebagai presiden Muhammadiyah.
Akhirnya pada tanggal 7 Rajab 1340 H bertepatan 23 Februari 1923, beliau Kiai Haji Ahmad Dahlan dipanggil pulang ke Rahmatullah dengan tenang. Terhitung dari tahun kelahirannya, usia beliau saat itu sekitar 55 tahun. Sakit berat menghinggapi beliau di saat saat sebelum wafatnya.
“Ketahuilah, aku harus bekerja keras dalam meletakkan batu pertama daripada amal yang besar ini. kalau sekiranya aku terlambat atau aku hentikan sementara karena sakitku ini, maka tidak seorangpun akan sanggup membina batu pertama itu. Aku merasa hayatku tidak akan lama lagi.
Maka jika aku terus kerjakan amal ini, mudah-mudahan orang di belakangku nanti tidak akan mendapat kesukaran untuk menyempurnakannya”, kata KHA. Dahlan suatu ketika dalam masa sakitnya.
“Aku titipkan Muhammadiyah kepadamu”, begitu ujar Kiai Dahlan sebelum wafatnya.