KULIAHALISLAM.COM- Pada beberapa waktu lalu, ala kulli hal saya berkesempatan untuk duduk bersama mendengarkan nasihat Kiai Prof Husnan Bey Fananie, disela-sela kesibukan rutinitas ibukota. Beliau adalah cucu dari K.H Zainudin Fananie, yang merupakah salah satu trimurti Ponpes Modern Gontor.
Dalam dawuhnya (nasehat,red), beliau menerangkan pentingnya seorang muslim untuk terus bergerak dan aktif. Sebab dalam kehidupan, Allah menciptakan semesta dan makhluk memang untuk aktif bergerak. “Maka kehidupan ini harus aktif, apapun kondisinya kecuali mati”, begitu ujar beliau dengan semangat.
Beliau mengingatkan, bahwa keaktifan juga membantu insan untuk menjaga rasionalitas. Ketidakaktifan manusia, membuat logika manusia mati. Olehsebabnya, beliau menyayangkan apabila banyak manusia yang berlogika mati, depresi dan akhirnya bunuh diri. Padahal menurut kiai, manusia bisa mengisinya dengan kegiatan bermanfaat seperti membaca buku, berkebun, membersihkan sekitar, bersosialisasi dan kegiatan berfaedah lainnya.
Lebih jauh lagi, beliau menegaskan bahwa bunuh diri ketika depresi adalah bentuk kedzaliman manusia terhadap jiwanya sendiri. Sebab jiwa manusia sejatinya hanya milik Allah SWT, dimana kita tidak berhak mencabut hak Allah atas jiwa kita. Bahkan dalam mayoritas pandangan alim fuqaha, orang yang membunuh dirinya sendiri lansgung masuk neraka tanpa di hisab.
Diakhir dawuh,beliau mendorong muslim untuk terus bergerak menjalani kehidupan. Ibarat sebuah turbin listrik, seorang muslim harus menyalurkan arus air kehidupan menjadi energi kebermanfaatan. Hal tersebut adalah karunia Allah bagi setiap muslim yang yakin.
Ada setidaknya tiga poin penting yang dapat diambil. Yang pertama, aktivisme kehidupan adalah sebuah Sunnatullah. Allah SWT menciptakan kehidupan semesta untuk bergerak. Penciptaan siang dan malam, hari, bulan, tahun merupakan bentuk dari aktivisme kehidupan. Yang kedua, aktivisme manusia adalah sebuah pilihan. Manusia diberi akal untuk membedakan benar dan salah. Namun dalam perjalanannya, akal manusia harus dapat diberi asupan aktivisme berupa ilmu dan pengalaman agar dapat berkesesuaian dengan apa yang telah Allah wahyukan.
Disini juga manusia dihadapkan pilihan, untuk memilah sesuatu yang membawa manfaat atau mudharat. Yang ketiga, aktivisme muslim adalah sebuah karunia kebermanfaatan. Dalam kitab “Nubaz min Maqashid al-Kitab al-Aziz”, Syaikh Izzudin bin abdussalam menyampaikan segala perilaku manusia membawa konsikuensi nyata bagi kehidupan. Bagi seorang muslim misalnya,perilaku amal sholeh membawa banyak kebermanfaatan mulai dari penggugur dosa,penguatan iman dan ilmu, dan berbagai keuntungan bersifat dunia maupun akhirat.
Bahkan realita kebermanfaatan aktivisme muslim saat ini, dapat kita rasakan pada kemajuan peradaban sains dan seni kontemporer. Maka menjadi sebuah kerugian bagi seorang muslim, apabila “potensi aktivisme” nya tidak disalurkan dengan baik.
Sebagai penutup, perlu rasanya kita mencermati kalimat ” Jika hidup harus aktif, kecuali mati”. Frasa ini mempunyai kedalaman makna, sebab Allah SWT telah menentukan batas-batas jangka waktu aktivisme setiap makhluk dan semesta. Disaat itu terjadi, tidak ada lagi ilusi, tidak ada ironi. Yang ada hanyalah para saksi, yang sebelumnya bisa jadi berpandangan bahwa akhir semesta adalah ilusi, hingga rela menegasikan kalam ilahi. Maka kembali kita bertanya pada hati, sudah sejauh mana langkah aktivisme kita sebagai muslim dan manusia dalam menjalani kehidupan?
Wallahu alam bishawab