Angin sore bertiup lembut, membawa aroma khas Ramadan yang memenuhi udara. Langit perlahan berubah jingga, pertanda waktu berbuka semakin dekat. Di sepanjang jalan utama kota, umat Muslim mulai memadati area pasar takjil. Seperti tahun-tahun sebelumnya, berburu takjil menjadi momen yang tidak hanya dinanti-nanti, tetapi juga menghadirkan kehangatan tersendiri bagi mereka yang menjalankannya dengan niat ibadah.
Di sudut kota, seorang anak kecil bernama Rafi menggandeng erat tangan ibunya. Matanya berbinar penuh semangat, sesekali melompat kecil saat melihat deretan jajanan yang menggoda selera. “Ibu, kita beli kolak pisang dulu, ya?” pintanya dengan penuh antusias. Sang ibu tersenyum, mengusap kepala putranya yang mulai tumbuh besar, seraya berkata, “Semoga Allah memberkahi rezeki kita, Nak.”
Di sisi lain, seorang lelaki tua dengan peci putih dan sarung lusuh duduk di tepi trotoar. Di hadapannya, sebuah plastik kecil berisi air mineral dan sepotong roti tampak tersaji. Pandangannya lurus ke arah lalu-lalang orang-orang yang sibuk memilih menu berbuka. Tidak ada keluhan, hanya seulas senyum penuh keikhlasan yang tersungging di bibirnya, seakan meyakini bahwa rezeki dari Allah selalu cukup bagi hamba-Nya yang bersabar.
Sementara itu, di tengah hiruk-pikuk pasar takjil, seorang pemuda bernama Fajar tampak membawa beberapa kantong plastik berisi makanan. Ia bukan sedang membeli untuk dirinya sendiri, melainkan berbagi untuk mereka yang membutuhkan. “Pak, ini untuk berbuka puasa. Semoga berkah,” katanya sambil menyerahkan sebungkus nasi dan air mineral kepada lelaki tua di trotoar tadi. Mata lelaki itu berkaca-kaca, mengucapkan doa-doa kebaikan, “Semoga Allah membalas kebaikanmu dengan pahala yang berlipat.”
Di tempat yang berbeda, keluarga kecil Lina dan suaminya juga tidak ketinggalan merasakan nikmatnya berburu takjil. Mereka sengaja membeli lebih banyak untuk dibagikan kepada tetangga dan orang-orang yang mungkin tidak sempat membeli makanan berbuka. “Ramadan ini berkahnya terasa lebih besar ketika kita bisa berbagi,” ujar Lina sambil menyerahkan bungkusan makanan kepada seorang ibu yang duduk bersama anaknya di pinggir jalan. Suaminya menambahkan, “Allah mencintai hamba-Nya yang gemar bersedekah.”
Menjelang magrib, suasana pasar takjil mulai lengang. Orang-orang bergegas pulang membawa hasil buruan mereka. Namun, yang tersisa bukan hanya kantong-kantong plastik berisi makanan, tetapi juga kehangatan di hati mereka yang telah berbagi. Berburu takjil ternyata bukan sekadar mencari makanan berbuka, tetapi juga berburu berkah yang tersimpan dalam setiap senyuman, setiap doa, dan setiap uluran tangan yang penuh keikhlasan.
Saat azan magrib berkumandang, semua orang serempak mengangkat tangan, memanjatkan doa sebelum berbuka. Takjil yang dibeli akhirnya tersaji di meja makan. Seteguk air pertama membasahi tenggorokan, disusul dengan rasa syukur yang memenuhi dada. Dalam kehangatan berbuka, mereka memahami satu hal: berkah Ramadan bukan hanya tentang makanan yang disantap, tetapi juga tentang kebersamaan, keikhlasan, dan ketakwaan kepada Allah dalam setiap amal kebaikan.