Keislaman

Tawaran Al-Jabiri: Model Pembacaan Turas Yang Ideal

4 Mins read

Abed al-Jabiri adalah salah satu pemikir Islam yang paling dikenal di era modern. “Naqd al-Aql al-Arabi” atau proyek pemikiran “Kritik Nalar Arab” yang ia gagas mendapat perhatian khusus dalam studi Keislaman, terutama yang berfokus pada epistemologi yang melandasi ilmu-ilmu Islam.

Al-Jabiri adalah seorang intelektual yang dibesarkan di lingkungan lokal. Artinya, metode pendidikan yang ia gunakan berbeda dengan yang digunakan oleh para pemikir Islam modern lainnya, seperti Hassan Hanafi dan Arkoun.

Salah satu perhatian Al-Jabiri adalah masalah kemunduran pemikiran Islam. Kritik Arab yang dia buat bertujuan untuk mewujudkan kebangkitan (al-Nahdah) pemikiran Islam yang jauh tertinggal dari Barat.

Dengan kritik nalar, Al-Jabiri mencoba menunjukkan bahwa ada yang salah dengan cara umat Islam memperlakukan dan membaca turas yang ada dan berserakan di hadapan mereka. Al-Jabiri sadar bahwa dengan menggunakan kritik nalar, masalah ketertinggalan secara bertahap akan mudah diurai.

Syahdan. Al-Jabiri menulis satu buku khusus yang membahas tentang bagaimana cara berinteraksi dan membaca turas yang ada di hadapan kita. Buku yang berjudul “Nahnu wa al-Turas; Qira’ah Mu’ashirah fi Turasina al-Falsafi” dapat dikatakan sebagai buku pedoman dalam membaca satu karya turas yang ada.

Al-Jabiri dalam buku itu membahas secara lengkap, baik teoritis maupun metodologis, model pembacaan ideal terhadap turas. Model pembacaan yang ditawarkan Al-Jabiri merupakan sintesis dari dua model pembacaan lainnya: model pembacaan salaf dan model pembacaan liberal.

Kritik Al-Jabiri terhadap salaf dan liberal

Tak hanya itu, dalam bukunya, Al-Jabiri mengecam dua model pembacaan—salaf dan liberal—yang dia anggap tidak mampu mencapai kebangkitan yang diinginkan. Menurut Al-Jabiri, model pembacaan salaf kehilangan historisitas dan objektifitas, dan model pembacaan liberal juga kehilangan objektifitas.

Baca...  Gus Ulil: Keabsahan Iman Orang Yang Taklid dan Dalil-dalilnya

Pembacaan salaf hanya mengagumi pencapaian masa lalu dan cenderung mengabaikan realitas yang terjadi saat ini. Secara operasional, model pembacaan ini hanya melakukan pengulangan terhadap yang sudah ada. Al-Jabiri mengisitilahkan model pembacaan ini dengan “Fahmu al-Turas hi al-Turas” dan “al-Turas Yukarriru Nafsahu”.

Bahwa, pengulangan dalam proses pembacaan akan menghasilkan kesimpulan yang tidak jauh beda dengan turas yang dibaca. Artinya, hasil dari model pembacaan ini sepi dari nuansa kreatifitas.

Apa yang dihasilkan dari model pembacaan ini sekedar mencari arti, bukan menghasilkan signifikansi. Dalam tradisi keilmuan Islam, model pembacaan ini yang justru mendominasi. Nalar yang menjadi landasan dalam model pembacaan ini adalah nalar bayani.

Al-Jabiri juga mengkritik model pembacaan liberal, yang menurutnya tidak dapat membawa kebangkitan yang diinginkan. Menurut al-Jabiri, model ini menggunakan pendekatan bacaan yang diambil dari Eropa.

Para pendukung model pembacaan ini memberikan tern yang dibaca berdasarkan pengalaman mereka di Eropa, sehingga mereka menganggap kebangkitan yang mereka harapkan sebagai kebangkitan yang dipinjam daripada kebangkitan murni yang berasal dari fakta umat Islam sendiri.

Pembacaan liberal menempatkan pemikiran Islam di posisi yang berlawanan dengan pemikiran Eropa: pemikiran Islam tertinggal sementara Eropa maju. Menurut al-Jabiri, perspektif dikotomis membuat orang liberal tidak dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kemajuan dan kebangkitan yang mereka kampanyekan.

Rupa-rupanya, Al-Jabiri tidak hanya mengkritik dua model pembacaan salaf dan liberal, namun juga memberi perspektif baru perihal model pembacaan yang ia anggap lebih sesuai dari dua model yang sudah ada. Model pembacaan yang ditawarkan Al-Jabiri diistilahkan dengan pembacaan kontemporer (al-Qira’ah al-Mu’ashirah).

Model pembacaan kontemporer merupakan jalan tengah dari dua model sebelumnya. Pembacaan kontemporer ini tidak ahistoris sekaligus tidak berangkat dari realitas yang dipinjam. Kebangkitan yang diinginkan oleh model pembacaan ini adalah kebangkitan yang jelas dengan metodologi yang jelas pula.

Baca...  Nikmat yang Dipamerkan: Apa Kata Alquran Tentang Kebiasaan Flexing?

Menurut Al-Jabiri, model pembacaan kontemporer memiliki dua makna penting secara operasional: menjadikan yang dibaca kontemporer untuk dirinya sendiri (ja’lu al-Turas Mu’ashiran linafik) dan untuk kita sendiri (ja’lu al-Turas Mu’ashiran lana).

Al-Jabiri membuat metode yang dapat digunakan untuk memenuhi dua makna tersebut. Menurut “faslu al-Qari’an al-Maqru”, memisahkan pembaca dari apa yang dibaca adalah cara untuk membuat bacaan menjadi kontemporer bagi dirinya sendiri, sementara “waslu al-Qari’an al-Maqru” mengatakan bahwa kita harus mempertemukan pembaca dengan apa yang dibaca.

Memisah antara pembaca dengan yang dibaca menurut Al-Jabiri

Pertama analisa struktural (al-Mu’alajah al-Bunyawiyah)

Dalam model pembacaan modern ini, analisis struktural melibatkan melihat struktur atau bangunan yang ada di sekitar turas yang hendak dibaca; struktur ini termasuk struktur teks itu sendiri. Tujuan utama dari analisis ini adalah untuk melihat pengaruh struktur sekitar dalam proses pembentukan turas tersebut.

Dalam studi teks, kita tahu bahwa teks tidak dapat dipelajari secara mandiri. Untuk memahami sepenuhnya teks, kita harus melakukan analisis menyeluruh terhadap struktur yang ada di sekitarnya, yang meliputi struktur yang ada saat teks dibuat, seperti struktur ekonomi, budaya, dan politik.

Kedua analisa historis (al-Tahlil al-Tarikhi)

Untuk menjadikan teks yang dibaca kontemporer bagi dirinya sendiri, proses selanjutnya adalah melakukan analisis historis. Analisa ini dilakukan untuk melihat hubungan dan pengaruh pemilik teks (turas) dengan lingkungannya, termasuk peristiwa budaya, politik, dan ekonomi yang terjadi pada saat penciptaannya. Namun, analisis ini tidak hanya bertujuan untuk memahami pemikiran seseorang yang terekam dalam turas yang dibaca.

Lebih dari itu, tujuan penting lainnya adalah untuk melihat kemungkinan-kemungkinan historis (al-Imkan al-Tarikhi) lainnya. Dalam konteks ini, kemungkinan-kemungkinan historis dimaksudkan untuk membantu pembaca memahami makna turas tersebut.

Baca...  Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Klaim dan Tindakan Tuhan Dalam Teologi Asy’ariyah

Oleh karena itu, Al-Jabiri berpendapat bahwa kemungkinan-kemungkinan historis juga dapat menunjukkan kepada pembaca bahwa ada makna “lain” yang tidak terkandung dalam turas yang dibaca.

Ketiga menyingkap Ideologi (al-Tarh al-Idiyuluji)

Langkah kedua sebelumnya tidak akan lengkap tanpa melakukan langkah ketiga, adalah menyingkap ideologi. Dalam konteks ini, menyingkap ideologi berarti membuka selubung ideologi yang mendorong pembentukan turas.

Pemilik turas pasti memiliki nilai dan tujuan. Oleh karena itu, tidak hanya perlu melakukan analisis historis dan struktural, tetapi juga mencoba mengungkap ideologi di balik turas tersebut.

Untuk menjadikan yang dibaca kontemporer bagi dirinya dan bagi kita, ketiga langkah di atas secara operasional berarti mempertemukan yang dibaca dengan yang dibaca (wasluhu bina). Salah satu cara untuk menghubungkan pembaca dengan apa yang mereka baca adalah dengan mengatur alur cerita sehingga mereka dapat memahami relevansi dan pentingnya masalah yang dihadapi. Tiga langkah sebelumnya menentukan nilai turas tersebut.

Mengapa tidak hanya menemukan arti, tetapi juga signifikansi? Turas, menurut Al-Jabiri, bukan hanya produk sejarah; itu adalah sumber yang memiliki kemampuan untuk menciptakan “tradisi baru”.

Sebagai sumber pembentukan tradisi baru, turas harus dikaji dari segi arti dan signifikansi. Dengan kata lain, turas pada dasarnya berada dalam dua posisi sekaligus: sebagai objek karena ia dibaca dan dikaji, dan sebagai subjek karena ia dapat menjadi sumber pembentukan tradisi baru. Wallahu a’lam bisshawab.

90 posts

About author
Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.
Articles
Related posts
Keislaman

Isra dan Mikraj Nabi Muhammad

5 Mins read
  سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ…
KeislamanKhutbah Jumat

Khutbah Jumat ; Rasulullah Rahmat Bagi Alam Semesta

7 Mins read
A. Khutbah Jumat Pertama; السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 1. Hamdallah; 2. Syahadatain; 3. Salawat Allahumma shalli ala’ Muhammad. Wa’ala alihi wa…
KeislamanTafsir

Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Surat Al-Mujadalah Ayat 11 dan Luqman Ayat 13 Menurut Tafsir Al-Misbah dan Al-Azhar

5 Mins read
Nilai-nilai pendidikan karakter adalah suatu kebutuhan yang berlangsung terus-menerus untuk meningkatkan kesadaran individu, pembentukan karakter berkontribusi pada masa depan yang lebih baik….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Berita

Musyran IPM Manafi’ul ‘Ulum, Meningkatkan Peran Pelajar Mewujudkan Organisasi Berkemajuan 

Verified by MonsterInsights