Indonesia merupakan negara dengan kondisi masyarakat yang majemuk, mulai dari agama, suku, ras, budaya, dan lain sebagainya. Kemajemukan ini tentu suatu keniscayaan bagi masyarakat di berbagai daerah atau negara dalam menjalani kehidupan. Bagi masyarakat Indonesia, hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sebagaimana yang terkandung dalam sila ketiga Pancasila.
Salah satu di antara kemajemukan masyarakat Indonesia yang menonjol ialah agama. Seperti yang telah kita ketahui, terdapat enam agama yang diakui secara resmi oleh negara Indonesia, yakni agama Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Dari keenam agama tersebut, mayoritas masyarakat Indonesia menganut agama Islam (muslim).
Para penganut agama Islam atau lainnya, sering kali menganggap agama mereka yang paling baik, sehingga enggan saling berinteraksi, justru saling menghina, mengolok-olok, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi pertanyaan, apakah boleh seorang muslim berinteraksi dengan non muslim? Lalu, bagaimana sikap yang baik dari seorang muslim terhadap non muslim?
Interaksi Muslim dengan Non Muslim
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), interaksi merupakan hal saling melakukan aksi, berhubungan, memengaruhi, dan antarhubungan. Maksud dari interaksi muslim dengan non muslim di sini yaitu adanya hubungan timbal balik antara muslim dan non muslim, seperti saling menghormati, menghargai, membantu, dan sesuatu yang baik lainnya. Agama Islam sendiri tidak melarang umatnya untuk menjalin hubungan dengan umat agama lain, selama tidak mengandung hal yang buruk, sebagaimana dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 8 yang berbunyi:
لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Ahmad bin Hanbal bercerita kepada beberapa imam lain bahwasanya Abdullah bin Zubair pernah bercerita tentang Asma’ binti Abu Bakar dan ibunya yang kafir (non muslim). Pada suatu hari, Qutailah binti Abdul Uzza, bekas istri Abu Bakar sebelum masuk Islam, datang dari Makkah ke Madinah untuk menemui putrinya yang bernama Asma’ binti Abu Bakar dengan membawa berbagai hadiah.
Namun, sesampainya di sana, putrinya tidak menerima hadiah-hadiah yang ia bawa, bahkan ia sendiri tidak diizinkan masuk ke rumah. Kemudian Asma’ mengutus seseorang untuk pergi menemui Aisyah agar bisa menanyakan hal ini kepada Nabi Muhammad saw. setelah itu, turunlah QS. Al-Mumtahanah ayat 8 yang membolehkan Asma’ untuk menerima ibunya beserta hadiah-hadiah yang telah dibawakan untuknya.
Penafsiran QS. Al-Mumtahanah Ayat 8
Dalam Tafsir al-Mishbah, Quraish Shihab menerangkan bahwa QS. Al-Mumtahanah ayat 8 berkaitan dengan ayat setelahnya, yakni QS. Al-Mumtahanah ayat 9 yang berisi penjelasan bahwa larangan Allah SWT terhadap hamba-hambanya ini ditujukan pada orang-orang yang memerangi mereka dan agama Islam serta mengusir atau membantu dalam pengusiran mereka dari negeri yang mereka tinggali. Jadi, ketika ada orang-orang kafir atau musyrik yang tidak melakukan perbuatan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka boleh bagi kita untuk menjalin hubungan dengan mereka.
Quraish Shihab juga mengutip komentar dari Sayyid Quthub yang mengatakan bahwa Islam merupakan agama damai dan akidah cinta, yang mana manusia satu dengan manusia yang lain ialah saudara, kecuali manusia tersebut melakukan penyerangan pada manusia lainnya. Sebab pada dasarnya, tidak sekali pun Islam berminat untuk melakukan permusuhan.
Bahkan meski dalam keadaan bermusuhan, Islam tetap menjunjung tinggi faktor-faktor keharmonisan jiwa seperti bersikap jujur, adil, dan tidak putus asa dalam menanti hari di mana mereka yang memusuhi Islam, hatinya telah bersih dan mangarah pada jalan yang lurus.
Kemudian dijelaskan juga dalam tafsir yang diterbitkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia, bahwa melalui QS. Al-Mumtahanah ayat 8, Allah SWT ingin memberitahukan kepada hamba-hambanya yang beriman bahwa Ia tidak melarang mereka untuk berbuat kebaikan, menciptakan hubungan persaudaraan, serta tolong-menolong kepada orang-orang kafir atau musyrik selama mereka tidak memiliki niat buruk untuk menghancurkan Islam atau mengusir kaum muslimin.
Selain itu, ayat tersebut juga memberikan ketentuan umum dan prinsip agama Islam dalam menjalin hubungan dengan orang-orang non muslim, baik dalam lingkup daerah, negara, atau lainnya. Oleh karenanya, sebagai seorang muslim, kita diwajibkan untuk bergaul dan bersikap baik dengan orang-orang non muslim selama mereka juga berlaku baik kepada orang lain, khususnya kepada kita yang merupakan seorang muslim.
Perlakuan baik ini bisa berupa menghormati, menghargai, menawarkan bantuan ketika kesusahan, berlaku adil dengan tanpa memandang agama mereka, dan lain sebagainya. Namun, di Indonesia, hal ini dapat dilakukan ketika mereka (orang-orang non muslim) tidak memiliki niat untuk memurtadkan orang muslim hingga menghancurkan Islam.