Keislaman

Kajian Tafsir Tematik: Hikmah Iddah Dalam Al-Qur’an

3 Mins read

Masa iddah, periode yang harus dilalui oleh seorang wanita setelah perceraian atau kematian suaminya, adalah salah satu ajaran penting dalam hukum keluarga Islam. Adapun wanita yang  Sudah pernah dicampuri, Belum manepouse dan tidak sedang hamil, ia wajib menunggu selama 3 quru’. Beberapa ulama berpendapat bahwa 3 quru’ berarti 3 kali masa haid, namun adapula yang berpendapat bahwa quru’ adalah 3 kali masa suci setelah haid. Untuk wanita yang sudah manepouse atau tidak oernah haid, maka masa iddahnya adalah 3 bulan, dan untuk wanita yang tidak pernah digauli, maka ia tidak memiliki kewajiban masa iddah.

Aturan tersebut dibuat bukan tanpa tujuan, diantara hikmah masa iddah baik dari sisi spiritual, sosial, maupun psikologis tersebut adalah :

1.  Kesempatan untuk Refleksi Diri

Masa iddah memberikan kesempatan bagi kedua belah pihak  untuk merenungkan kembali perjalanan rumah tangganya. Dalam banyak kasus, perceraian bukanlah keputusan yang mudah, baik bagi suami maupun istri. Dengan adanya masa iddah, baik suami maupun istri diberi waktu untuk beristirahat, meresapi perasaan, dan melakukan introspeksi sebelum mengambil langkah besar berikutnya dalam hidupnya. Periode ini bukan hanya tentang menunggu, tetapi lebih kepada kesempatan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dalam hidup.

2. Menjaga Kejelasan Nasab dan Garis Keturunan

Salah satu hikmah yang paling jelas dari masa iddah adalah untuk memastikan bahwa tidak ada keraguan mengenai status kehamilan seorang wanita. Dalam surah Al-Baqarah ayat 228. Allah memerintahkan agar wanita yang diceraikan menunggu selama tiga kali quru’ (siklus haid atau masa suci).

وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّٰهُ فِيْٓ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ وَبُعُوْلَتُهُنَّ

Baca...  Tafsir Maudhui: Jawaban atas Tantangan Zaman dalam Memahami Al-Qur'an

Para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali qurū’ (suci atau haid), Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir….”

Perintah ini memiliki tujuan memastikan apakah wanita tersebut hamil atau tidak. Ini adalah langkah penting dalam menjaga kejelasan nasab dan memastikan bahwa anak yang dilahirkan benar-benar berasal dari pasangan suami istri yang sah. Dalam konteks masyarakat yang sangat menjunjung tinggi pentingnya nasab dan keturunan, masa iddah memegang peranan vital untuk menghindari kebingungan dalam urusan hukum keluarga dalam jangka panjang .

3. Peluang untuk Rujuk dan Memperbaiki Hubungan

Salah satu tujuan utama masa iddah adalah memberikan kesempatan bagi suami dan istri untuk berunding kembali dan memperbaiki hubungan mereka. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 231, Allah memberikan kelonggaran bagi suami untuk merujuk istrinya selama masa iddah, jika keduanya ingin memperbaiki keadaan.

وَاِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَبَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَاَمْسِكُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ سَرِّحُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍۗ وَلَا تُمْسِكُوْهُنَّ ضِرَارًا لِّتَعْتَدُوْاۚ

“Apabila kamu menceraikan istri(-mu), hingga (hampir) berakhir masa idahnya, tahanlah (rujuk) mereka dengan cara yang patut atau ceraikanlah mereka dengan cara yang patut (pula). Janganlah kamu menahan (rujuk) mereka untuk memberi kemudaratan sehingga kamu melampaui batas….”

Ini adalah bentuk belas kasih dari Allah, di mana perceraian tidak harus menjadi titik akhir sebuah hubungan. Dalam banyak kasus, perceraian terjadi dalam keadaan emosi yang tinggi, dan masa iddah memberi waktu untuk merenungkan keputusan tersebut secara rasional. Jika kedua belah pihak merasa bahwa mereka masih dapat menjalani kehidupan bersama, rujuk bisa menjadi solusi terbaik tanpa harus melalui proses pernikahan baru.

Baca...  Analisis Tafsir Ayat-Ayat Tentang Pluralisme Agama

4. Melindungi Hak-Hak Perempuan Setelah Perceraian

Masa iddah juga melindungi hak-hak perempuan yang telah diceraikan. Selama masa ini, perempuan memiliki hak untuk mendapatkan nafkah dan perlindungan dari suami yang menceraikannya. Dalam surah At-Thalaq ayat 6, Allah menekankan agar suami memberikan nafkah kepada istri yang sedang dalam masa iddah, bahkan jika mereka sedang hamil. Ini adalah bentuk tanggung jawab suami terhadap istri dan anak yang dikandungnya. Masa iddah juga mengatur tempat tinggal bagi perempuan yang diceraikan, memastikan bahwa mereka tidak diperlakukan secara tidak adil atau diusir begitu saja tanpa pertimbangan yang layak. Perlindungan semacam ini menunjukkan betapa Islam sangat memperhatikan kesejahteraan perempuan, bahkan setelah berakhirnya ikatan pernikahan.

  1. Proses pemulihan emosional bagi kedua belah pihak

Masa iddah memberikan waktu bagi seorang perempuan untuk menjalani proses pemulihan emosional setelah perceraian, tanpa terburu-buru masuk ke dalam hubungan baru. Hal ini membantu mencegah terjadinya hubungan yang tidak sah dan menjaga agar norma sosial tetap terjaga. Di sisi lain, masa iddah juga memberi waktu bagi keluarga dan masyarakat sekitar untuk mendukung perempuan yang sedang berjuang melalui masa sulitnya.

Islam mengajarkan bahwa perceraian bukanlah sesuatu yang diinginkan, namun jika itu menjadi jalan terbaik, maka setiap langkahnya harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan rasa tanggung jawab. Masa iddah adalah cara Allah menunjukkan kelembutan-Nya, memberi waktu bagi kedamaian, introspeksi, dan keputusan yang bijak. Dengan memahami hikmah masa iddah, kita bisa lebih menghargai setiap proses dalam kehidupan rumah tangga, dan menyadari bahwa setiap fase, baik dalam kebahagiaan maupun kesulitan, memiliki tujuan dan makna yang mendalam.

3 posts

About author
Mahasiswa Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya.
Articles
Related posts
Keislaman

Tafsir Bi Al Riwayah: Jembatan Antara Al-Qur'an dan Tradisi Islam

3 Mins read
Tafsir Bi Al-Riwayah, yang juga dikenal sebagai tafsir bi al-ma’tsur, merupakan salah satu metode penafsiran Al-Qur’an yang paling banyak digunakan dalam tradisi…
KeislamanNgaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad

Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Taklif dan Sangkalan Al-Ghazali Terhadap Lawan Debatnya

4 Mins read
Kita tahu semua tindakannya Tuhan sifatnya serba boleh. Artinya, tidak ada kewajiban bagi Tuhan untuk melakukan sesuatu apapun. Tidak ada yang bisa…
Keislaman

Membentuk Perilaku Psikis yang Seimbang Dalam Masyarakat: Pengalaman Keagamaan Personal Kiai dan Santri

5 Mins read
Abstrak Manusia hadir sebagai rekonstruksi agama dan pelaku psikologisnya. Setiap agama memiliki pembelajaran psikologis yang perlu di tempuh agar menjadi manusia sejati….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights