Sejarah mencatat bahwa masyarakat Arab pra-Islam, atau yang sering disebut jahiliyah, sebenarnya adalah contoh masyarakat yang punya semangat kebaikan. Kebaikan-kebaikan ala mereka inilah yang membuat mereka punya rasa sosial yang tinggi.
Meskipun kebaikan sosial mereka sangat luhur, namun semangat itu masih terlalu berfokus pada yang materialis. Sehingga Solidaritasnya sebatas kesukuan. Sukunya sendiri yang terlalu dibela. Inilah kebanggaan suku yang sempit.
Hingga akhirnya datanglah Islam. Terjadi transformasi besar-besaran dalam nilai-nilai ini, yang diarahkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad. Islam tidak hanya mengadopsi nilai-nilai tersebut, tetapi juga menyempurnakannya. Dari yang masih material ke arah yang lebih ideal dan universal. Mari kita lihat nilai kebaikan apa sajakah itu?
Islam Menyempurnakan Konsep Keadilan
Masyarakat jahiliah adalah orang-orang yang fair. Mata ya dibalas mata, mereka tidak akan membalas berlebihan. Ini bukti bahwa mereka juga punya semangat keadilan. Namun konsep keadilan mereka terbatas pada material saja. Awalnya keadilan atau Al-‘Adl (العدل) bagi mereka itu adalah pembalasan yang setara. Semacam hukum-hukum talionis.
Namun semangat keadilan seperti ini hanya berujung pada dendam yang tiada akhir. Akhirnya Islam datang. Islam memperkenalkan konsep pengampunan dan keadilan yang lebih luas yang tidak hanya berfokus pada pembalasan tetapi juga pada rekonsiliasi dan kebaikan hati.
Islam mengenalkan konsep keadilan yang lebih berorientasi pada pemulihan dan pengampunan. Al-Qur’an menyatakan, “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, tetapi barangsiapa memaafkan dan berdamai, pahalanya ditanggung oleh Allah” (Asy-Syura 42:40). Ayat ini menekankan pentingnya pengampunan. Sebuah promosi perdamaian, sebuah alternatif terbaik pengganti balas dendam.
Islam Menyempurnakan Keberanian dan Kemuliaan
Orang Arab Badui adalah orang-orang yang tak kenal takut. namun sayang, Keberanian Al-Shuja‘ah (الشجاعة) dalam konteks jahiliyah biasanya hanya diukur melalui keberhasilan di medan perang. Datanglah Islam, sehingga keberanian dan kemuliaan/ Al-Izzah (العزة) tidak hanya sebatas keberanian berkelahi.
Tetapi keberanian adalah keberanian mempertahankan kebenaran dan keadilan. “Dan barang siapa yang berperang di jalan Allah, kemudian terbunuh atau menang, akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.” (QS An-Nisa 4:74).
Ini mengubah fokus keberanian dari perang fisik menjadi perang melawan ketidakadilan dan keberanian dalam menghadapi kesulitan. Nabi Muhammad juga bersabda, “Sebaik-baik jihad adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim” (Riwayat Abu Dawud).
Islam Menyempurnakan Kebaikan Kepada Tamu
Kemurahan hati adalah nilai yang sangat dihargai dalam masyarakat Arab pra-Islam, sering kali ditunjukkan melalui pemberian makanan dan perlindungan kepada tamu. Islam memperkuat semangat ini. hadirlah konsep Al-Zakah (الزكاة) yang juga diberikan kepada mualaf (tamu yang baru memeluk agama Islam). Ada banyak ayat yang menyertakan sholat dengan zakat.
Ditambah lagi Al-Qur’an menegaskan, “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebiji benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki” (Al-Baqarah 2:261).
Dan adapula Al-Sadaqah (الصدقة), yang menekankan pentingnya berbagi kekayaan dengan mereka yang kurang beruntung. “Sedekah tidak akan mengurangi harta; Allah hanya menambah kehormatan seseorang yang memaafkan; dan barang siapa merendahkan diri karena Allah, Allah akan meninggikannya.” (Hadits riwayat Muslim).
Islam Meningkatkan Status Perempuan
Dalam masyarakat jahiliyah, mereka sebenarnya sangat menyayangi perempuan. Namun sayang perempuan sering kali diperlakukan sebagai barang milik pribadi. Islam kemudian memberikan hak-hak baru kepada perempuan, termasuk hak dalam waris Al-Mirath (الميراث), pernikahan, dan pendidikan. Ini menjadi kan wanita memiliki Al-Hurriyah (الحرية), alias kebebasan.
Ayat seperti “Dan berikanlah kepada wanita (pada saat nikah) maskawin mereka sebagai pemberian yang penuh (bukan untuk diambil kembali).” (QS An-Nisa 4:4) mempertegas martabat dan otonomi perempuan. “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya.” (Hadits riwayat Tirmidzi).
Persaudaraan dan Kesetaraan
Islam menghapuskan batasan suku dan ras yang mendalam dalam masyarakat Arab dengan menggantikannya dengan Al-Ukhuwwah (الأخوة), persaudaraan umat (ummah) yang berdasarkan iman, dan bukan sekedar asal-usul. Al-Qur’an menyebutkan, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara” (Al-Hujurat 49:10), yang menekankan persamaan di mata Allah tanpa memandang latar belakang etnis atau sosial.
“Semua manusia adalah sama seperti gigi sisir, tidak ada kelebihan Arab atas non-Arab atau non-Arab atas Arab, juga tidak ada kelebihan orang kulit putih atas hitam atau hitam atas putih, kecuali karena takwa.” (Hadits hasan yang disampaikan oleh Imam Ahmad).
Penghormatan terhadap Pengetahuan Al-‘Ilm (العلم) dan Kebijaksanaan Al-Hikmah (الحكمة)
Meskipun orang Arab pra-Islam menghargai orang yang cerdas dan bijak. Namun Pengetahuan mendapat tempat paling khusus dalam Islam, sampai-sampai Nabi Muhammad mengatakan, “Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim” (Hadits Ibnu Majah), yang mendorong umat Islam untuk mengejar ilmu seumur hidup mereka.
Transformasi nilai-nilai ini tidak hanya merevolusi masyarakat Arab pada masa itu, tetapi juga memberikan fondasi bagi peradaban yang mengutamakan keadilan, kesetaraan, dan ilmu pengetahuan. Islam, melalui kitab suci dan ajaran Nabi, berhasil mengarahkan nilai-nilai luhur manusia pada tujuan yang lebih tinggi dan universal, menggantikan norma-norma yang berfokus pada kebanggaan suku atau materi dengan pandangan yang lebih ideal dan inklusif.
Oleh: Julhelmi Erlanda (Mahasiswa Doktoral Pendidikan Kader Ulama & Universitas PTIQ Jakarta)