Opini

Fenomena Pengakuan Zina di Podcast: Perspektif Hukum Islam dan Moralitas

3 Mins read

Fenomena pengakuan zina di podcast: perspektif hukum Islam dan moralitas. Tidak tahu apakah sudah menjadi tren atau bagaimana. Ketika diwawancarai, mereka terlihat sangat bahagia, seakan bukan sesuatu yang memalukan dan hina.

Dengan lantangnya, mereka mengaku dan bercerita tentang perlakuan mereka, yang jika merujuk pada hukum Islam, jelas melanggar. Ya, di sini berbicara tentang konten podcast, khususnya pengalaman seseorang yang berbuat zina.

Dari bintang tamu yang diundang, kebanyakan adalah sosok perempuan yang dengan penuh kesadaran, mengaku telah melakukan hubungan seks yang diharamkan.

Sekarang terlepas dari hukum negara dan syariat Islam, jika kita melihat dari segi moral, etika, dan harga diri, mereka, menurut penulis, sudah tidak memiliki sifat manusia yang semestinya.

Dari yang penulis lihat contohnya di channel Dia Rey, para bintang tamu diwawancarai dengan kemauannya sendiri menceritakan perbuatan hinanya mereka secara terbuka.

Banyak faktor yang membuat mereka melakukan perbuatan itu, seperti tidak puas ketika hubungan intim bersama suaminya, dan gila materi. Sehingga jalan yang mereka tempuh tidak sesuai dengan ajaran Islam, dan etika.

Contoh dari podcast tersebut menunjukkan bahwa beberapa orang mengaku telah melakukan hubungan suami istri dengan orang lain (bukan suaminya) serta dengan orang yang halal dinikahi selamanya, seperti saudara kandung mertua dan orang tua.

Padahal menurut Undang-Undang Pasal 27 BW, setiap laki-laki atau perempuan yang sudah terikat dalam pernikahan dan kemudian melakukan perzinahan dapat dikenakan hukuman pidana, yang berarti mereka melanggar hukum.

Zina dalam Islam larangannya sudah jelas. Seperti firman-Nya dalam surat Al-Isra ayat 32:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”

Dalam hadis juga disebutkan:

Baca...  Memahami Feminisme

لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئ مُسْلِمٍ إِلاَّ فيِ إِحْدَى ثَلاَثٍ رَجُلٌ زَنیَ وَهُوَ مُحْصِنٌ فَرُجِمَ أَوْ رَجُلٌ قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ أَو رَجٌلٌ ارْتَدَّ بَعْدَ إِسْلاَمِهِ

Artinya: “Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga perkara berikut: Lelaki yang berzina sedangkan ia telah menikah (muhsan), maka dirajam hingga mati, atau lelaki yang membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan, atau lelaki yang murtad setelah Islam.” (HR. Ibnu Majah).

Penulis tidak mengetahui persis apa motif dari podcast semacam ini. Meskipun ada disclaimer bahwa jangan ditiru dan tidak boleh ditonton oleh anak-anak, tetapi kenyataannya adalah sosial media yang siapapun punya akses, dapat menontonnya.

Namun, artikel ini tidak akan membahas hal tersebut lebih lanjut. Sebaliknya, fokusnya adalah pada bagaimana fenomena ini dipandang dalam syariat Islam.

Karena perbuatan zina dapat menimbulkan berbagai masalah dari segi teologis (dosa besar), sosiologis (kerenggangan dalam masyarakat), dan yuridis (rajam, dera, penjara), maka menuding dan menyebarluaskan zina adalah perbuatan yang serius pula.

Dalam fikih, jika ada orang yang mengaku telah berbuat zina, maka orang tersebut berhak dihad. Fath al-Mu’in Dar al-Kutb Islamiyyah, hlm. 268.

Para ulama sepakat mengenai kekuatan pengakuan diri sendiri sebagai dasar pengambilan putusan, meskipun mereka berbeda pendapat mengenai jumlah pengakuan yang diperlukan.

Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i, jika seorang muslim mengaku secara sadar telah melakukan perbuatan zina dalam satu kali ucapan, maka sudah cukup baginya untuk dijatuhi hukuman.

Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Daud, seseorang pernah mengaku kepada Rasulullah bahwa dirinya telah berzina. Rasulullah saat itu bersikap pasif karena khawatir ucapan orang tersebut tidak secara sadar atau karena tekanan orang lain.

Baca...  Lunturnya Marwah Diskusi Pada Diri Calon Akademisi

Baru setelah ucapan keempat kalinya mengakui perbuatan zina, Rasulullah menyuruh para sahabat untuk memberikan hadd berupa rajam.

Jika menonton langsung ke channelnya Dia Rey, kebanyakan dari mereka dengan bangganya mengakui perbuatan mereka, seakan-akan itu adalah hal yang sudah biasa, dan lumrah.

Okelah, Pasal 284 KUHP mengatur norma larangan hubungan di luar pernikahan. Mudzakir mengamati bahwa perbuatan persetubuhan lainnya yang tidak dilakukan oleh seseorang yang memiliki ikatan pernikahan tidak dapat dijerat pidana dengan menggunakan Pasal 284 KUHP. Berita Ahli: Pasal “Zina” dalam KUHP Sudah Tidak Relevan.

Namun, kembali lagi, menonton di channel podcast yang disebutkan, menunjukkan bahwa kebanyakan pelaku perzinahan adalah mereka yang sudah memiliki ikatan pernikahan.

Yang masih menjadi kebingungan penulis adalah mengapa yang diproses hukumnya hanya ketika terciduk atau ada gugatan, padahal ketetapan status seseorang yang berbuat zina bisa ditentukan dengan pengakuannya sendiri.

Padahal, Islam sendiri sudah memberikan kelonggaran bagi orang yang telah berbuat zina. Artinya, tidak langsung dihad, seperti dalam kisah Ma’iz yang datang mengadu kepada Rasulullah telah melakukan zina. Rasulullah saat itu memberi isyarat supaya Ma’iz bungkam saja dan bertaubat.

Namun, karena Ma’iz tetap mendesak Rasulullah, beliau pun memastikan apakah Ma’iz dalam keadaan sadar. Setelah para sahabat menjawab bahwa Ma’iz mengaku dalam keadaan sadar, barulah Rasulullah memproses hukum rajam. Fath al-Mu’in Dar al-Kutb Islamiyyah, hlm. 270.

Kisah ini juga dicatat oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya pada bab Merajam Pelaku Zina di Mushala, hadits nomor 6434.

Pesan yang bisa diambil dari kisah ini adalah agar tidak suka mengumbar-umbar perbuatan buruk, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Sebesar apapun dosa yang telah diperbuat manusia, ia akan diampuni jika mau bertaubat dengan sungguh-sungguh.

Baca...  Antara Fenomena Islamofobia dan Kajian Orientalisme

Ma’iz adalah teladan baik dalam hal ini. Berkat keseriusannya dalam bertaubat, Ma’iz mendapat kedudukan mulia di sisi Allah, kendati sebelumnya dicap sebagai pelaku besar.

10 posts

About author
Santri Ma’had Aly Situbondo
Articles
Related posts
Opini

Memahami Feminisme

2 Mins read
Banyak orang yang mengecam feminisme yang katanya mendorong perempuan untuk berkarir sehingga meninggalkan kodratnya sebagai ibu. Ujung-ujungnya menyebut perempuan berkarir demi tujuan…
Opini

Talak Sebagai Solusi Terakhir Masalah Pernikahan

3 Mins read
Pernikahan adalah ikatan antara dua insan untuk menjalin kasih sayang diantara keduanya dan mewujudkan sakinah pada diri masing-masing. Namun seringkali dalam perjalanannya…
Opini

Islam Menentang Kolusi dan Nepotisme

2 Mins read
Sebagian besar masalah yang kita hadapi di Indonesia sebenarnya bisa diselesaikan dengan satu kunci sederhana: keadilan. Coba bayangkan kalau semua orang mendapat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights