Sumber gambar : muslim.okezone.com |
Inna ar-rajula latakuunu lahu ad-darajatu ‘indallahi laa yablughuha bi’amalihi hatta yubtalaa bilaa-in fi jasadihi fayablughuha bidzalika.
Sungguh, adakalanya Allah telah sediakan sebuah derajat untuk seseorang namun tak dapat dicapainya dengan amalan sehingga Allah uji dirinya dengan lara pada jasadnya maka tercapai derajat yang disediakan-Nya dengan ujian derita.
***
KULIAHALISLAM.COM – Ada seorang karyawan dalam bekerja diberikan target-target khusus. Misalkan ia seorang salesman dipatok target penjualan 1 milyar dalam setahun. Karena salesman ini orang berpotensi dan kinerjanya bagus, pimpinan perusahaan ingin menjadikan dirinya sebagai seorang sales supervisor.
Karyawan inipun berusaha keras mencapai target tersebut. Ketika target tercapai dirinya langsung ditugaskan untuk membantu rekannya yang jeblok penjualannya.
Kalau salesman “bintang” ini berpikiran negatif pasti dirinya akan mengeluh. ”Gimana sih bos ini. Kan masing-masing orang sudah ada targetnya sendiri-sendiri? Masa aku harus ngurusin penjualan orang lain pula.” Namun jika ia berpikiran positif, apa yang dilakukannya pasti akan membawa dampak yang bagus baginya.
Terbukti ketika ia baik mengerjakan tugas barunya tersebut maka pimpinan yang puas itu segera menaikkan dirinya menjadi supervisor, membawahi kawan-kawannya sesama salesman dulu.
Jika tanpa tugas tambahan tersebut maka ia sama dengan salesman yang lain. Usahanya untuk menjadi supervisor pasti lebih lama dan menghadapi saingan yang cukup berat dari rekan sekerjanya.
Demikian pula dengan kehidupan kita sehari-hari. Kadang kita sudah berikhtiar. Kadang kita sudah rajin ibadah. Kadang kita sudah rajin berdoa. Tapi tetap saja ada musibah menimpa kita.
Kita sudah di rumah saja, kalaupun keluar kita pakai masker dobel dan menjauhi kerumuman. Setiap bersentuhan dengan benda asing, kita basuh dengan disinfektan. Vaksin pun sudah 2 kali. Pandemi ini hasil teori konspirasi kita juga tidak percaya. Tapi mengapa masih positif COVID-19 ?
Sadarilah kawan, setiap ujian, cobaan, bala’, musibah dan apapun namanya pada hakikatnya untuk diri kita sendiri. Allah tidak pernah bermaksud menjerumuskan seorang mukmin dengan memberikan berbagai macam cobaan tersebut.
Allah tidak mungkin menyengsarakan hamba yang dicintai-Nya. Terlebih apabila kita seorang hamba yang rajin ikhtiar, taat menjalankan peritah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Pada dasarnya Allah ingin meningkatkan derajat kita sejajar dengan orang shalih yang lain.
Allah punya maksud untuk menempatkan diri kita pada derajat yang tinggi. Namun ikhtiar dan doa kita tadi ternyata belum cukup. Karena Allah cinta kepada kita, maka derajat kita pun dikatrol dengan ujian. Jika lulus, ya jadilah kita berada pada derajat yang sudah disediakan Allah tersebut.
Namun jika orang itu bersu’udzan (buruk sangka) kepada Allah ia akan mengeluh, ”Allah tidak adil! Aku sudah ikhtiar, aku sudah rajin beribadah tapi kok diberikan ujian yang berat ini.” Ia tidak tahu bahwa ujian yang berat itu untuk menaikkan derajatnya. Dengan keluhan itu maka Allah tidak jadi menaikkan derajatnya.
Oleh karena itu berhati-hatilah. Begitu kita mengeluh (dalam arti tidak terima dengan keadaan, bukan mengeluh kesakitan) kita mendapat dua kerugian sekaligus. Yaitu cobaan yang berat itu sendiri dan kegagalan kita mendapatkan derajat mulia yang telah disediakan Allah untuk kita. Sungguh sayang. kan?
Oleh: Budi Handrianto, Ketua Bidang Kaderisasi Ulama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia