Esai

Mencegah Radikalis Intoleransi di Dunia Pendidikan (3)

4 Mins read
(Sumber Gambar: Fitrah)

Oleh: Fitratul Akbar*

KULIAHALISLAM.COMPada tahun 2017, survey moderasi bergama yamg dilakukan
oleh Mata Air Foundation dan Avara Research Center terhadap siswa 2400 siswa
SMA dan 1800 Mahasiswa yang berada di 25 kota di Indonesia dan kampus ternama
di Indonesia menunjukkan bahwa 23,4% Mahasiswa, dan 23.3 % siswa SMA, terpapar
paham radikal. 

Juga, sebuah temuan yang cukup mengerikan adalah adanya
intoleransi dan munculnya bibit-bibit radikalisme yang sudah masuk dan
berkembang di sekolah maupun madrasah. Hasil penelitian terbaru dari PPIM UIN
Jakarta (2017) yang dilakukan terhadap siswa atau mahasiswa serta guru maupun
dosen dari 34 provinsi di Indonesia. Di antara hasilnya yaitu sebanyak 34,3%
responden memiliki opini intoleransi kepada kelompok agama lain selain Islam.[1]

Kemudian, ditambah lagi data yang cukup memprihatinkan
sebanyak 48,95% responden siswa/mahasiswa merasa pendidikan agama mempengaruhi
pemikiran mereka untuk tidak bergaul dengan pemeluk agama lain. Yang lebih
mengagetkan lagi ada 58,55% responden mahasiswa/siswa memiliki pandangan keagamaan
dengan opini yang radikal dan fanatik. 

Artinya ia hanya membenarkan apa yang ia
pahami dan tidak sepakat dengan pemahaman lain. Tidak berhenti pada tahun 2017,
PPIM UIN Jakarta kembali melakukan survey kepada Guru Sekolah dan Madrasah di
Indonesia pada tahun 2018 yang didukung oleh UIN Imam Bonjol Padang, survei
tersebut melibatkan 2.237 guru yang dijadikan sampel terdiri atas 1.811 guru
sekolah dan 426 guru madrasah. Hasilnya juga cukup mencengangkan karena
ternyata sebanyak 50,87% guru memiliki sikap yang radikal, dan 58% siswa
memiliki sikap yang radikal.[2]

Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif
Hidayatullah pada tahun 2017 melakukan penelitian terhadap siswa, guru,
mahasiswa dan dosen di 34 provinsi di Indonesia tentang kecenderungan bersikap
intoleran. Hasilnya sangat mengkhawatirkan, di mana siswa dan mahasiswa yang
memiliki opini radikal sebesar 58,5%, kecenderungan intoleran internal 51,1%,
dan kecenderungan intoleran eksternal 34,3%.124 Temuan ini melegitimasi asumsi
bahwa bibit ekstremisme-radikalisme dan tindakan intoleransi benar-benar
menjangkiti elemen pendidikan di Indonesia.[3]

Baca...  Buya Syafi'i Ma'arif Yang Disalahpahami 

Pada tahun 2018 Alvara merilis temuaanya tentang
pendidikan deradikalisme dan toleransi, ditemukan bahwa kelompok intoleran semangkin
mendomasi di tempat tempat kerja, lembaga dakwa kampus, dan kegiatan keagamaan
di sekolah. Penelitian ini memberikan sinyal kedepan, bisa jadi akan ada
kelompok intoleran yang lebih banyak berada di kalangan masyarakat
berpendidikan. 

Dalam satu forum 100 tahun Indonesia pada 2045 Andriana Ph.D.
dari LIPI, menjelasan bahwa pentingnya pendidikan spiritualitas pada generasi
muda, sehingga mereka bisa menerima berbagai keragaman yang sudah menjadi
rahmat dan takdir bangsa ini (Kompas, 2019). Artinya keberadaan bangsa yang
berbeda suku dan budaya harus diterima dengan positif dan apa adanya.
Selanjutnya pada refleksi akhir tahun tentang intoleransi beragama ini,
institusi pendidikan selayaknya menjadi pusat pembelajaran keberagaman, ini
malah ada oknum yang justru mempraktikkan penguatan intoleransi di sekolah.

Sayangnya, selama ini
gerakan pendidikan sebagai agenda moderasi Islam terkesan setengah hati. Saat
ini, kelompok Islam transnasional yang mengusung ideologi ekstremis-radikalis
mampu mencuri perhatian dunia pendidikan Islam dan mengambil simpatik
masyarakat, terutama pada generasi millenial dan masyarakat perkotaan.[4] 

Temuan dari PPIM UIN Jakarta tentang tingginya persepsi elemen pendidikan
terhadap intoleransi dan radikalisme menjadi catatan penting dan tugas besar
bagi dunia pendidikan untuk meningkatkan pengarusutamaan gerakan moderasi
Islam. Apalagi masuknya pengaruh gerakan transnasional ke lembaga-lembaga
pendidikan umum maupun lembaga organisasi moderat, semakin menambah daftar
panjang tentang perlunya gerakan baru moderasi Islam di bidang pendidikan.[5]         

Munculnya paham
radikalisme diungkapkan para tokoh nasional diantaranya Yusuf Kalla, Lukman
(kemenag saat itu), Yudi Latif, Abdul Mut’i pada acara Milad Azyumardi Azra
yang diselenggarakan oleh UIN Jakarta di Perpustakaan Nasional Jakarta. Kita
mengetahui bahwa Azra tokoh Islam yang tulisannya banyak di muat dan satu isu
sentral tulisan beliau adalah moderasi beragama. Pada kesempatan itu dibahas
penyebab terjadinya paham radikal dan ektrimisme di Indonesia, termasuk ancaman
paham tersebut di sekolah.

Baca...  Pentingnya Mencintai Ilmu, Muliakan Guru (Hari Guru Nasional 2023)

Radikalisme dan
ektrimisme ini tidak hanya menyerang pada tatanan masyarakat real dan
masyarakat di dunia maya, saat ini sudah memasuki sekolah-sekolah. Kelompok
Karim yang pernah viral di medsos, terangterangan masuk ke sekolah yag
menyebarkan Islam ekstrim dan ajaran anti Pancasila. 

Sekolah-sekolah di Bogor
sempat dimasuki Kelompok Karim. Dirjen Pendis ketika itu Kamarudin Amin mengatakan,
pintu masuk kelompok Karim ini satu diantaranya melalui kegiatan Rohis (rohani
Islam) yang merupakan kegiatan keagamaan di setiap sekolah. Oleh karena itu
Guru Agama adalah ujung tombak dari tiap sekolah, harus mengetahui semua
kegiatan keagamaan di sekolah.(Wartawan Koran Kompas, 2020).[6]

Sudah banyak kajian
yang dilakukan oleh banyak lembaga-lembaga pendidikan terkait intoleransi,
antikebinekaan dan bibit-bibit radikalisme yang mulai masuk ke lingkungan
sekolah dan juga madrasah. Semua lembaga relatif sepakat jika radikalisme yang
masuk ke sekolah melalui: aktivitas pembelajaran di kelas yang dipandu oleh
guru, melalui buku pelajaran yang diduga memuat konten-konten yang berisi
materi intoleransi, melalui pengaruh dan intervensi alumni dalam kegiatan
kesiswaan yang dilakukan di sekolah maupun di luar sekolah dan kegiatan intra
atau ekstrakurikuler seperti Rohani Islam (rohis) serta lemahnya kebijakan
kepala sekolah/madrasah dalam mencegah masuknya pengaruh radikalisme.[7]

Corak dan ekspresi keislaman yang muncul pada saat ini,
meskipun secara umum masih ditampakkan dalam citra yang moderat, namun tidak
bisa dipungkiri bahwa akhirakhir ini sedikit demi sedikit mulai berubah posisi
menjadi kurang moderat. Munculnya banyak kasus intoleransi yang dipicu oleh
eksklusivitas pemahaman keagamaan di beberapa wilayah di tanah air masih meningkat.
Data yang dirilis oleh Imparsial pada tahun 2019 kemarin telah menjelaskan
bahwa dari 31 kasus intolerensi yang terjadi di Indonesia 11 kasus diantaranya
lebih cenderung mengarah pada hubungan disharmoni dari faktor paham keagamaan,
pelarangan ibadah menempati posisi yang paling tinggi.

*)Penulis adalah Mahasiswa Ekonomi Syariah, FAI, UMM. Pegiat Isu-isu Ekonomi Filantropi Islam, Kemanusiaan, dan Perdamaian.

Baca...  Pemikiran Kontradiktif Antara Jamal Al Banna dan Hasan Al Banna dalam Politik

[1] PPIM UIN
Jakarta, Redam Radikalisme Butuh Pendidikan Keagamaan Inklusif, uinjkt.ac.id,
Rabu, 8 November 2017 (diakses 18 Oktober 2020)

[2] PPIM UIN
Jakarta, Menyibak Intoleransi dan Radikalisme Guru, uinjkt.ac.id, Jum’at, 19
Oktober 2018 (diakses 20 Desember 2020)

[3]
PPIM UIN Jakarta, Api dalam Sekam: Keberagaman Gen Z (Survei Nasional tentang
Sikap Keberagamaan di Sekolah dan Universitas di Indonesia, (Jakarta: UIN
Jakarta, 2017) 3. 125 Bayu Alif Ahmad Yasin Hanifatulloh “Moderasi Pendidikan
Islam dan Tantangan Masa Depan” Tsamratul Fikri, 14. 2 (2020), 139.

[4]  Husniyatus Salamah Zainiyati, “Curriculum,
Islamic Understanding and Radical Islamic Movements in Indonesia”, Journal of
Indonesian Islam, 10. 2 (2016): 292.

[5]
Jalan
Baru Gerakan Moderasi Islam di Indonesia; Reagensi Lembaga Pendidikan Muhammadiyah
sebagai Basis Gerakan Moderasi Muhammad K. Ridwan. MAARIF Vol. 16, No. 1 — Juni
2021. Hlm 70.

[6] Sitti Chadidjah,
dkk : Implementasi Nilai-Nilai Moderasi Beragama Dalam Pembelajaran PAI
(Tinjauan Analisis Pada Pendidikan Dasar, Menengah Dan Tinggi). Al-Hasanah :
Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, Nomor 1, Januari – Juni 2021. Hlm 117.

[7] Tsarina
Maharani, MAARIF INSTITUTE: Pintu Masuk Radikalisme di Sekolah, news.detik.com,
Jum’at, 26 Januari 2018 (diakses 18 Oktober 2020).

2366 posts

About author
Merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Esai

Menggali Ajaran Alqur'an Tentang Bullying: Larangan dan Hikmah Dibaliknya

1 Mins read
Bullying, suatu perbuatan tercela yang dapat menjatuhkan martabat dan psikis seseorang – yang berupa tindakan fisik, verbal, atau psikologis – perilaku tersebut…
Esai

Dinamika Perkembangan Islamic Studies

2 Mins read
Dinamika perkembangan Islamic studies. Pada tulisan singkat ini, penulis hendak menelisik tentang sejarah Islamic studies, menguraikan sejarah awal perkembangan studi Islam yang…
Esai

Persepsi Warga Dalam Pemilukada 2024

4 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia 2024 (Pemilukada) digelar secara serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights