Artikel

KH Hasyim Asy’ari, Dari Era Kolonial Hingga Persoalan Pemikiran (1)

5 Mins read

KH Hasyim Asyari, Dari Era Kolonial Hingga Persoalan Pemikiran (Sumber gambar tangkapan layar Kanal YouTube Dari Langit)


KULIAHALISLAM.COM – Masa awal hidupnya, KH Hasyim Asy’ari
bukanlah seorang aktivis politik dan bukan pula musuh penjajah dan belum peduli
untuk menyebarkan ide-ide doktrin politik, dan umumnya tidak keberatan dengan
kebijakan-kebijakan penjajah selama tidak membahayakan keberlangsungan ajaran-ajaran
Islam. 

Itu artinya, pemikiran kebangsaannya tidak seperti para tokoh
nasional-sekuler. KH Hasyim Asyari tak menampakkan tindakanya terhadap penjajah. Meski
demikian, setiap kebijakanya dapat membahayakan bagi penjajah. 
Tak heran jika KH Hasyim Asyari selalu mendapat
ancaman dari penjajah. 

Namun, ancaman itu tidak mengendorkan semangatnya untuk
terus melakukan kebijakan demi kemaslahatan umat Islam Indonesia. Seluruh
hidupnya dihabiskan hanya untuk mengabdi dan menyebarkan agama Islam. 
Keseharianya
dipenuhi dengan dakwah dan mengajar di pondok pesantren. 

Sesekali KH Hasyim Asyari juga
disibukkan dengan organisasi perkumpulan para ulama sejawa Timur dan Jawa Tengah
yang disebut organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU). 
Setelah mendalami ilmu di berbagai
Pesantren dan di Makkah, KH Hasyim Asyari kembali ke Indonesia untuk mendirikan pesantren
Tebuireng. 

Tepatnya pada 1926, KH Hasyim Asy’ari bersama muridnya KH Wahab Hasbullah
mendirikan suatu organisasi tradisionalis yakni Nahdlatul Ulama. Sebelum
mendirikan NU, terlebih dahulu beliau izin kepada salah satu gurunya.

Gurunya yaitu KH Kholil Bangkalan. Setelah mendapat restu dari gurunya KH Hasyim Asyari diberikan sebuah
tasbih dan tongkat sebagai simbol tugas dan kepemimpinan atas berdirinya NU,
melalui perantara KH As’ad Syamsul Arifin.

Tak lain dan tak bukan, tujuan
berdirinya NU bukan semata-mata untuk mencari popularitas dan kekuasaan semata. Organisasi Nahdlatul Ulama berusaha mempertahankan nilai-nilai tradisional
Islam yang selama ini kita ikuti. 

Namun, nilai-nilai tradisional yang di
pandang oleh sejumlah kalangan merupakan ajaran dan metode yang sukses di
lakukan oleh Wali Songo sudah mulai di usik kemapananya. 

Karena itu KH Hasyim
Asy’ari dan sejumlah ulama di Jawa Timur dan Jawa Tengah membuat organisasi
yang berusaha melestarikan ajaran tradisional dan tetap bernafaskan A
hlus
sunnah wal jamaah.

Tentu kelahiran NU selain sebagai upaya
menjaga prinsip dan khazanah Islam tradisional dan penetrasi yang dilakukan
oleh Islam modernis, juga mengusung motif sosial dalam melakukan pembelaan
kepentingan golongan Islam tradisional. 

NU juga didirikan merupakan wadah
perjuangan untuk menentang segala bentuk penjajahan dan merebut kemerdekaan NKRI
dari penjajah Belanda dan Jepang, sekaligus aktif melakukan dakwah-dakwahnya
untuk senantiasa menjaga kesatuan negara Republik Indonesia dalam wadah NKRI. 

Baca...  Kafaah Dalam Membangun Keluarga (3): Pendapat Para Ulama

Nasionalisme
timbul karena NU lahir dengan niatan kuat untuk menyatukan para tokoh-tokoh agama
dalam melawan penjajahan. Semangat nasionalisme itu pun terlihat juga dari nama
Nahdlatul Ulama itu sendiri yakni Kebangkitan Para Ulama.

Melawan Kolonial Belanda

KH Hasyim Asy’ari adalah salah satu
tokoh perjuangan yang mewakili umat Islam dalam perlawanan terhadap kolonial
Belanda. Penderitaan yang dialami bangsa Indonesia dan pengekangan terhadap
kebebasan menjalankan perintah agama, mendorong KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan
fatwa tentang jihad melawan Belanda. 

Jihad yang dideklarasikannya dicatat dalam
sejarah sebagai jihad kebangsaan. Indonesia yang saat itu dalam posisi terjajah
mempunyai hak untuk memerdekakan diri dari berbagai penindasan yang dilakukan
para penjajah. 

Sebagai ulama kharismatik, KH Hasyim Asy’ari menggelorakan
semangat perjuangan untuk menentang penjajahan Belanda, terutama dikalangan
anak muda dan para santri. Beliau mengajak mereka untuk berjihad melawan
penjajah dan menolak kerjasama dengan penjajah tersebut.

Perjuangan KH Hasyim Asy’ari melawan
penjajah sebenarnya sudah dimulai pada saat menata Pesantren Tebuireng, dimana
banyak rintangan dan hambatan pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah kolonial
Belanda senang melihat kaum Muslim dalam posisi terbelakang sehingga tidak
dapat melakukan perlawanan terhadapnya. 

Bentuk perjuangan KH. Hasyim Asy’ari
ketika Indonesia dijajah Belanda adalah ketika beliau berikrar di Multazam,
sewaktu melakukan haji untuk kedua kalinya. Beliau berikrar bersama temannya
yang bukan hanya berasal dan Indonesia, tapi juga dari Malaysia, benua Afrika,
dan Timur Tengah. 

Mereka mengikrarkan diri untuk mengabdikan ilmuannya pada
kejayaan Islam dan masyarakat di negaranya masing-masing agar segera terlepas
dan penjajah. 
Jihad kebangsaan yang dideklarasikan
oleh KH Hasyim Asy’ari tersebut sangat efektif dalam membakar patriotisme
umat, sehingga para penjajah dapat dilenyapkan dari Bumi Pertiwi. 

Faktanya,
para penjajah menunjukkan sikap intoleransi terhadap rakyat Indonesia. Pesantren Tebuireng merupakan salah satu sasaran tindakan represif penjajah.
Pada tahun 1913, telik sandi Belanda membuat sebuah modus licik dengan cara
mengirim seorang pencuri ke Tebuireng. Lalu, para santri menangkap pencuri
tersebut dan memukulinya hingga tewas.

Kendati demikian, jihad menjadi ikon
solidaritas yang mampu mengetuk hati kaum muslim untuk melakukan perlawanan
kepada pemerintah kolonial. Konsep ini pertama kali didengungkan pada akhir
abad ke-17, ketika kerajaan Mataram dan Banten jatuh ke tangan Belanda. 

Baca...  Kunci Dari Ketenangan Jiwa Adalah Alquran

Kaum
Muslim Nusantara telah mengenal konsep ini sejak lama, lewat buku-buku tentang
Islam dan lewat pengajian-pengajian di masjid. Tapi sebelum itu, tidak begitu
jelas apa makna jihad dan bagaimana menerapkannya. Baru setelah mereka berhadapan
secara nyata dengan kaum kafir, arti dan hakikat makna jihad menjadi jelas.

Belanda tidak tinggal diam dan mencari
berbagai cara untuk melakukan penindasan terhadap KH Hasyim Asy’ari. Belanda
mengirimkan tentaranya dalam jumlah besar untuk menghancurkan fasilitas
Pesantren Tebuireng dengan dibakar, baik bangunan maupun kitab-kitab milik
pesantren. Bahkan, kitab-kitabnya juga dibakar. 

Perlakuan tidak manusiawi itu
berlangsung hingga tahun 1940-an. Konon, saat Pesantren Tebuireng dibakar habis,
KH Hasyim Asy’ari mengungsi ke Pesantren Kapurejo, Kediri yang saat itu
pengasuhnya adalah Kiai Hasan Muhyi, salah satu pengikut Pangeran Diponogoro. 

Sesampainya di Kapurejo, beliau langsung mengembangkan keagamaan terutama di sektor
pendidikan. Menariknya, sampai saat ini
dhalem peninggalan Kiai Hasyim
masih ada dan persis utuh seperti dulu. 
KH Hasyim Asy’ari dan pesantrennya
terus diawasi oleh telik sandi penjajah. 

Bahkan, karena sikap keras beliau
menyebabkan penjajah akhirnya berusaha membunuhnya dan membakar habis
pesantrennya. Namun, lagi-lagi hal itu tidak pernah menyurutkan perjuangan
beliau, karena dengan segera pesantren itu dibangun kembali dan beliau masih
bisa bersikap keras terhadap penjajah.

Tak hanya itu, KH Hasyim Asy’ari
dianggap sebagai provokator yang cukup berbahaya dalam perjuangan kemerdekaan
Indonesia, sehingga seluruh aktivitas yang dijalaninya tidak pernah lepas dari
pengawasan Belanda. 

Dalam situasi tersebut, KH Hasyim Asy’ari tetap
menjalankan segala aktivitas sosial-keagamaannya dengan penuh semangat, terus
memberikan semangat dan motivasi kepada rakyat Indonesia untuk selalu berjuang
hingga titik darah penghabisan.

Perjuangan KH Hasyim Asy’ari tidak
surut, tetapi terus menggelorakan semangat jihad dan berdampak pada bangkitnya
perlawanan umat Islam dan pembentukan laskar-laskar jihad, seperti Hizbullah
dan Sabilillah dalam perlawanan bersenjata melawan Belanda. 

Peran KH Hasyim
Asy’ari dalam ikut mewujudkan Indonesia merdeka dan berdaulat secara politik
tidaklah kecil. Melalui pesantren yang didirikannya, kemudian juga lewat
jam’iyah
NU, KH Hasyim Asy’ari menanamkan nasionalisme dan patriotisme sehingga
mengobarkan api perlawanan rakyat terhadap kolonialisme yang telah berlangsung
berabad-abad lamanya. 

Cengkeraman imperialisme dan hegemoni kolonial terhadap
rakyat, tidak hanya terbatas pada aspek lahir seperti ekonomi, politik dan
sebagainya, tetapi lebih dari itu, telah menguasai kesadaran dan rasionalitas
mereka.

Baca...  Apakah Basmalah Merupakan Ayat Alqur’an?

Melawan Jepang

Syahdan, perlawanan yang ditunjukkan
oleh KH. Hasyim Asy’ari terhadap kolonial Belanda juga ditunjukkan ketika
Jepang menjajah Indonesia. Ketika Jepang berkuasa, umat Islam masih harus
berhadapan dengan pemerintah yang zalim. 

Begitu Jepang berhasil mengusir
Belanda keluar dari Jawa, prioritas pertama mereka adalah mengontrol warga,
melarang segala aktivitas politik, memadamkan setiap gejolak dan mengatur
ketertiban masyarakat. 

Ketika merasa bahwa prioritas tersebut telah tercapai,
mereka mengalihkan prioritas mereka untuk memobilisasi rakyat Jawa, sehingga
memperkokoh pertahanan Jepang terhadap kemungkinan serangan balasan dan tentara
sekutu yang pada akhirnya tidak terjadi.

KH Hasyim Asy’ari sebagai pejuang
sejati dan pahlawan terhadap pendudukan Jepang adalah ketika ia menolak segala
bentuk niponisasi, seperti menyanyikan lagu Kimigayo dan mengibarkan bendera
Jepang serta melakukan Seikerei (kewajiban memberikan penghormatan dengan cara
membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 sebagai simbol penghormatan
kepada Kaisar Hirohito dan ketundukan kepada Dewa Matahari). 

Sikap tersebut
mendapatkan respons represif dari tentara Jepang, akibatnya KH Hasyim Asy’ari
serta sejumlah putra dan sahabatnya diringkus dalam penjara, ia dipenjara
selama tiga bulan. Perintah tersebut bukan hanya ditolak oleh KH Hasyim
Asy’ari, namun beliau juga menyerukan kepada seluruh penduduk Indonesia
terutama warga NU untuk tidak melakukannya, karena dianggap perbuatan
menyekutukan Tuhan.

Sangat ironis, kabarnya, beliau dipindah-pindahkan
dari penjara Jombang, Mojokerto, lalu ke Bubutan, Surabaya. Perlakuan Jepang
terhadap KH Hasyim Asy’ari begitu kasar, jari tangannya patah sehingga tidak
bisa digerakkan. 

Penahanan tersebut berakibat pada terhentinya aktivitas
Pesantren Tebuireng, termasuk aktivitas pendidikan, sebagai bentuk keprihatinan
terhadap musibah yang dialami KH Hasyim Asy’ari. Bahkan istrinya, Nyai
Masrurah, mengungsi ke Pesantren Denanyar selama suaminya di penjara.

Akhirnya, terjadilah perlawanan secara
massif terutama di kalangan pesantren, dan bahkan pengurus NU perlu bertemu
secara khusus untuk membahas penahanan tersebut serta membahas penentuan sikap
akan upaya perlawanan terhadap Jepang. 

Dengan kuasa Tuhan, pada bulan Agustus
1942 Jepang kemudian membebaskan KH Hasyim Asy’ari setelah menyadari bahwa,
tindakannya itu justru kontraproduktif dan menimbulkan keresahan yang luas
terutama di kalangan ulama dan warga NU. Semuanya adalah contoh bagaimana KH.
Hasyim Asy’ari dan ulama-ulama pesantren, berperan menanamkan jiwa kebangsaan
dan patriotisme dalam mengusir penjajah.

2369 posts

About author
KULIAHALISLAM.COM merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Artikel

UMKM Jasa Katering Aqiqah: Solusi Praktis untuk Ibadah Aqiqah

2 Mins read
Layanan Katering Aqiqah Semakin Populer Menyambut kelahiran buah hati dengan aqiqah menjadi salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan dalam Islam. Kini, banyak…
Artikel

Daftar HP Suport NFC 2024: Pilihan Terbaik untuk Kemudahan Transaksi Digital

2 Mins read
NFC (Near Field Communication) semakin menjadi fitur yang wajib ada di smartphone modern. Teknologi ini memungkinkan pengguna untuk melakukan berbagai aktivitas tanpa…
Artikel

Kenapa Jasa Anti Rayap Diperlukan?

2 Mins read
  Kami Pest Control Indonesia dengan Brand UniPest menawarkan layanan jasa anti rayap untuk melindungi bangunan dari serangan rayap. Rayap merupakan hama yang dapat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights