sumber gambar : the.ismaili
Karen Amstrong adalah salah satu
komentator terkemuka di dunia tentang masalah-maslah agama. Dia pernah menjadi
Biarawati Katolik Roma selama tujuh tahun pada tahun 1960-an namun kemudian
meninggalkan ordonya pada tahun 1969 untuk belajar sastra Inggris di St. Anne’s
College, Oxford. Dia adalah penulis lebih dari 15 buku terlaris di dunia. Diantaranya
yang terkenal adalah Holy War (Perang Suci), Sejarah Tuhan, Muhammad : A
Biography of the Prophet,, dan lainnya.
Karen Amstong menyatakan bahwa Ketika
Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam melakukan hijrah pada tahun 622
Masehi, komunitas Islam yang kecil telah mengambil langkah pertamanya ke depan,
ke arah kekuatan politik. Sepuluh tahun kemudian Islam telah mendominasi hampir
seluruh Arabia dan telah memasang pondasi bagi pemerintahan Arab baru yang
memungkinkan Muslim memerintah sebuah kerajaan besar selama lebih dari seribu
tahun.
Al-Qur’an tidak mengharapkan kaum
Muslimin meninggalkan akal sehatnya atau duduk saja menunggu Tuhan
menyelamatkan mereka menunggu keajaiban. Islam adalah keimanan yang yang
praktis dan realistis yang memandang kecerdasan manusia dan ilham ketuhanan
bekerjasama secara harmonis. Pada tahun 632, tampak kehendak Tuhan
dilaksanakannya di Arabia.
Tidak seperti banyak Nabi terdahulu
lainnya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam hanya membawa visi personal baru mengenai harapan kepada setiap orang
tetapi dia juga telah menjalankan tugas menyelamatkan sejarah manusia dan
menciptakan suatu masyarakat yang adil yang dapat memungkinkan setiap orang
memenuhi potensi sejati mereka. Keberhasilan politis ummat Islam hampir
merupakan sakremen bagi kaum Muslim. Itu merupakan tanda kehadiran Tuhan di
tengah-tengah mereka.
Nabi Muhammad sangat sayang pada dua
putera Ali bin Abu Thalib yakni Imam Hasan dan Imam Husein. Nabi Muhammad juga
memiliki putera bernama Ibrahim yang masih bayi dari pernikahannya dengan
Mariah al Qitbiah. Bayi ini jatuh sakit pada awal tahun 632 M dan jelas bahwa
ia tidak akan sembuh. Nabi menangis tersedu-sedu menggendongnya pada saat
terakhir, dia menenangkan dirinya sendiri bahwa tidak lama lagi akan bersatu.
Nabi Muhammad semakin akan sadar
kematiannya yang sudah mendekat. Nabi selalu melakukan Uzlah (menyendiri)
selama Ramadhan bila berada di Madinah dan tahun ini dia memohon para
Sahabatnya agar diizinkan melakukan Uzlah lebih lama dari biasanya sambil
menyatakan pada Fatimah bahwa waktunya hampir tiba. Pada saat Haji di bulan
Dzulhijah, Nabi Muhammad mengumumkan bahwa dia akan memimpin ibadah Haji tahun
ini.
Itu pertama kalinya ritual kuno itu
disekeliling Ka’bah dan kuil-kuil disekitar Gunung Arafah dilakukan oleh hanya
mereka yang menyembah satu Tuhan dan Nabi berketepatan untuk mengakarkan agama
Islam ke teradisi-teradisi Arab yang disucikan. Mereka tiba di luar kota Mekkah
pada tanggal 5 Dzulhijah atau 3 Maret. Nabi mengucapkan “Inilah aku siap
melayani-Mu, wahai Tuhan”.
Setiap Muslim harus melakukan ibadah
Haji sedikitnya sekali dalam seumur hidup asalkan keadaaannya memungkinkan.
Bagi orang luar, ritus ini tampak aneh sebagaimana ritus sosial atau agama
asing namun ritus ini mampu mengilhami pengalaman agama yang intens dan kaum
Muslimin sering kali menemukan Haji adalah puncak kehidupan sepertitual mereka.
Saat ini banyak dari ribuan peziarah yang berkumpul setiap tahun di Mekkah
untuk melakukan Haji. Ketika mereka berkumpul di Ka’bah mengenakan pakaian
tradisional jamaah Haji yang menghapuskan semua perbedaan ras, mereka telah
dibebaskan dari batasan-batasan egoistik.
Mereka berada dalam komunitas yang
memiliki satu fokus orientasi. Perputaran mengelilingi Ka’bah mengilhami Filsuf
Iran yaitu Dr. Ali Syariati :
“Ketika anda berkeliling dan bergerak mendekati Ka’bah, anda merasa
seperti riak kecil yang melebur ke dalam sungai besar. Terbawa oleh gelombang,
anda kehilangan sentuan dengan tanah. Tiba-tiba anda mengapung terbawa oleh
banjir. Ketika mendekati pusat, tekanan kerumunan orang memeras anda begitu
keras sehingga anda diberi satu kehidupan baru.
Anda kini adalah bagian orang-orang;
anda kini adalah manusia, hidup dan abadi. Ka’bah adalah Matahari dunia yang
wajahnya menarik anda ke dalam orbitnya. Anda telah menjadi bagian dari sistem
universal ini. Berkeliling seputar Allah, anda akan melupakan diri anda sendiri,
anda telah diteransformasikan ke dalam partikel yang mencair dan menghilang
perlahan-lahan. Inilah cinta mutlak pada puncaknya”.
Kaum Yahudi dan menekankan
spritualitas komunitas. Perluasan citra/bayangan tubuh keristus oleh St. Paul
juga merupakan pendapat bahwa kesatuan Gereja dan komunitas para anggotanya
merupakan pewahyuaan cinta yang tertinggi. Haji memberi setiap orang Muslim
pengalaman integrasi personal dalam konteks ummat, dengan Tuhan sebagai pusatnya.
Bila dipikirkan, Haji mmeberi kaum Muslim sebuah bayangan komunitas ideal dalam
sikap dan orientasi.
Di kebanyakan agama, kedamaian dan
kerukunan merupakan tema ziarah penting. Sekali para peziarah memasuki wilayah
suci, semua kekerasan dalam berbagai bentuknya dilarang. Peziarah bahkan tak
boleh dibunuh serangga atau berbicara dengan tidak sabar. Namun rasa marah di
Dunia Islam tersulut pada musim Haji tahun 1987 ketika para peziarah Iran
mengorbankan kerusuhan yang menewaskan 402 orang dan melukai 649 orang lainnya.
Al-Qur’an terus membicarakan tentang
kembali kepada Tuhan yang pada akhirnya harus dilakukan oleh semua mahluk. Haji
merupakan ungkapan kuat atas perjalanan suka rela kaum Muslim kembali ke Tuhan,
tempat asal mereka. Seruan ziarah yang diteriakan dalam kesatuan mengingatkan
mereka bahwa sebagai individu dan sebagai ummat mereka telah mengabadikan diri
mereka sepenuhnya untuk pelayanan Tuhan.
Selama hari-hari mereka dapat
menjelaskan komitemen ini lebih intens daripada biasanya, memalingkan diri dari
hal-hal lain. Ketika Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memimpin ziarah kaum
Muhajirin dan Anshar dan Badui ke Ka’bah pada tahun 632 M, mereka pasti
merasakan bahwa ini adalah perjalanan pulang dalam sense yang dalam. Kebanyakan
ziarah ke tempat-tempat suci dipandang sebagai jenis pendekatan ke akar diri
seseorang atau ke awal dunia dan para Muhajirin pasti merasakan rasa kepulangan
yang istimewa.
Saat ini kaum Muslim mengalami rasa
kembali ke akar identitas Muslim mereka. Dengan sendirinya mereka ingat kepada
Nabi Muhammad namun ritus dirancang untuk mengenang Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail , bapak dari semua pengiman sejati. Ketika berlari tujuh kali antara
Shafa dan Marwah, mereka teringat bagaimana Hajar berlari-lari dengan kalut
mencari air bagi sikecil Ismail, setelah Nabi Ibrahim meninggalkan mereka di
gurun pasir.
Kemudian mereka akan pergi jauh ke
asal muasal manusia ketika berdiri di lereng Gunung Arafah, 16 Mil di luar
Mekkah, mengenang perjanjian awal Tuhan dengan Adam. Di Mina, mereka
melemparkan batu-batu di tiga pilar sebagai ingatan atas perjauangan terus
menerus yang diperlukan untuk melakukan Jihad demi pelayanan kepada Tuhan.
Kemudian, mereka mengorbankan seekor
Domba atau Kambing sebagai kenangan atas pengorbanan hewan oleh Ibrahim setelah
ia memberikan puteranya sendiri kepada Tuhan. Di seluruh dunia, kaum Muslim
yang belum melaksanakan Haji pada tahun itu melaksanakan ritus ini pada waktu
yang ditentukan sehingga seluruh ummat menunjukan kesiapannya untuk
mengorbankan apa pun, bahkan benda-benda yang paling mereka sayangi, demi
pelayanan kepada Tuhan.
Saat ini Masjid Namirah berdiri di
dekat Gunung Arafah di daerah di mana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam dipercaya telah menyampaikan khotbah perpisahannya kepada para jamaah
Haji pada tahun 632 M. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam mengingatkan
mereka untuk berhubungan secara adil dengan sesamanya, memperlakukan perempuan
sebaik mungkin, meninggalkan persiteruan berdarah dari periode penyembahan
berhalah.
Nabi menyatakan : “ ketahuilah bahwa
setiap Muslim adalah saudara bagi Muslim
lainnya dan bahwa kaum Muslimin adalah bersaudara. Tidak salah bila kalian
mengambil apa yang diberikan oleh saudara kalian dengan senang hati maka
janganlah salahkan diri kalian. Wahai Tuhan, bukankah sudah kukatakan itu ?”.
Perintah ini mungkin tidak berarti
dibandingkan khotbah di Gunung atau Hymne St. Paul untuk berderma, tetapi Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah seorang realis dan tahu bahwa apa yang sedang dia minta
adalah suatu hal yang revolusioner. Kaum Muslimin Arab tak lagi menjadi anggota
dari suku-suku yang berbeda, melainkan menjadi sebuah komunitas seperti Tuhan
Ka’bah adalah satu.