Penulis: Maya Hariyanti, Mahasiswi UIN Raden Mas Said Surakarta
Mulai kehilangan jati diri dan identitas menjadi permasalahan yang dihadapi umat muslim saat ini. Seorang muslim sudah sewajarnya menunjukkan eksistensi agamanya kepada khalayak ramai. Namun tidak dipungkiri bahwa kewajiban ini tak selalu menempuh jalan mulus.
Banyak sekali rintangan yang harus dihadapi agar marwah Islam tidak hilang ditelan waktu. Seiring perkembangan zaman budaya dan sosial akan terus berubah mengikuti trend. Semua hal akan berubah mengikuti zaman, seperti sebuah nasihat bahwa setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya. Istilah ini cocok untuk menggambarkan situasi era modern saat ini.
Banyak orang yang tidak bisa merasakan hidup di era 2000an tetapi mereka diberi kesempatan melihat kehidupan era 2020 an. Sekian banyaknya perubahan, kita bisa menengok masih terdapat satu budaya yang harus tetap eksis diera modern.
Walaupun berbagai perubahan telah merevisi sebagian kehidupan umat muslim, tetapi mereka tidak boleh kehilangan jati diri. Identitas Islam harus tetap eksis diera gempuran dekadensi moral. Karena adanya dekadensi moral telah merenggut sebagian budaya positif keislaman.
Islam sendiri memiliki banyak budaya, apalagi ketika Islam berkembang di wilayah Indonesia. Salah satu tradisi Keislaman yang terkenal adalah budaya mushofahah. Mushofahah sendiri menjadi salah satu budaya yang telah dilakukan pada masa Nabi Muhammad SAW.
Tradisi bersalaman bisa diterima di Indonesia karena urgensinya memegang peran penting. Simbolisasi peleburan dan pemaafan dosa sesama muslim, menjadi hal terpenting dari mushofahah sendiri. Mushofahah termasuk etika Islam yang harus dipertahankan eksistensinya.
Mengingat dewasa ini marak sekali berita terkait kerusuhan yang mengatasnamakan agama. Problematika tersebut berawal dari ketidak kompakkan antar kelompok dalam Islam. Sebenarnya konflik ini bisa diredupkan dengan tradisi mushofahah tadi.
Secara makna mushofahah memberikan ruang siapa saja untuk mengintrospeksi diri. Menaruh rasa empati pada orang yang telah berbuat salah, serta memberi kesempatan orang lain untuk mengakui kesalahan yang telah diperbuat. Namun yang menjadi permasalahan ketika budaya mushofahah perlahan mulai memudar.
Maka permusuhan dan konflik akan terus bermunculan silih berganti. Ketika arti dari mushofahah tidak diterapkan bahkan menghilang, dapat dipastikan umat muslim telah kehilangan sebagian jati diri mereka. Banyak sekali kasus yang menunjukkan muslim kehilangan jati dirinya.
Tak terkecuali kasus teroris berdasarkan ungkapan Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kompes Pol Satake Bayu “Terdapat 10 terduga teroris yang ditangkap,” kata dia saat dihubungi wartawan di Solo, Kamis (25/01). Dalam berita ini dikabarkan bahwa Densus 88 berhasil menangkap 10 teroris tersebut di wilayah Solo Raya.
Menurut kesaksian Suprapto, salah satu tetangga pelaku teroris bernama Mujiono, mengaku melihat sejumlah barang bukti yang dibawa anggota Densus 88 saat keluar dari dalam rumah Mujiono. “Yang dibawa itu busur panah, terus senapan angin. Senapan itu dijual karena dia berdagang di Pasar Klitikan,” kata Suprapto.
Maraknya kasus tersebut disebabkan oleh minimnya pemahaman Islam. Para pelaku melihat Islam hanya dari satu sisi, sehingga sangat mungkin terjadi kesalahan fatal. Para teroris menganggap jihad terbaik adalah dengan berperang dan mendirikan negara khilafah.
Statemen buruk tersebut sangat perlu diluruskan, apalagi melihat perubahan zaman semakin kompleks. Sangat tidak etis jika era modern masih berjihad dengan cara berperang. Islam memiliki etika dalam berdakwah guna menyebarkan nilai kebaikan.
Harus bisa beradaptasi dengan zaman menjadi etika penting demi tersebarnya keislaman. Ajaran yang bisa menyesuaikan waktu tentunya akan mudah diterima umat. Maka sangat penting memahami etika Islam guna mencegah kerusakan dalam ajaran Islam sendiri.
Bahkan di era dekadensi moral dewasa ini, telah banyak kerusakan di berbagai kalangan muslim. Menghormati orang tua menjadi tameng mencegah rusaknya moral kaum muslim. Bukti nyata yang dapat kita lihat ketika para anak menghormati orang tuanya, pasti kehidupan mereka akan dipermudah.
Fakta semacam ini sudah mengakar lama di masyarakat khususnya muslim. Namun tidak semua kalangan muslim mampu menerapkan moralitas tersebut. Sekian banyaknya umat, hanya sebagian besar yang mampu menjalankannya. Lagi-lagi semua dipengaruhi oleh perubahan dan pergerakan zaman.
Banyak stigma masyarakat yang menganggap bahwa menghormati orang tua bukan hal penting. Miris sebagian muslim memperlakukan orang tua layaknya pembantu di dalam rumah. Etika Islam mulai memudar sehingga mereka kehilangan identitas muslim.
Memang etika menjadi kunci utama dalam mengatasi kerusakan moral. Kasus menghormati orang tua dan jihad dengan berperang dapat diatasi ketika mereka memahami etika dalam beragama. Budaya mushofahah menjadi contoh dari sekian banyaknya etika Islam yang dapat diterapkan di era modern.
Jika budaya mushofahah sebagai etika Islam dapat diterapkan dengan baik, sudah pasti kerukunan antar umat bisa dipertahankan. Bukan hanya mempermasalahkan problem sepele yang seharusnya tidak perlu diperdebatkan.
Komunitas pembenci etika Islam tidak boleh dibiarkan begitu saja, mereka harus mendapatkan pembalasan yang setimpal. Perihal hal ini, pasti selalu terdapat hikmah dibalik segala budaya di masyarakat. Kalaupun tidak menemukan hikmahnya, umat bisa menengok ulang kehidupan yang dijalani. Pastilah terdapat kesalahan dalam menjalani kehidupan, khususnya masalah etika.
Editor: Adis Setiawan