KULIAHALISLAM.COM – Siti Khadijah adalah istri pertama Rasulullah SAW. Dia dilahirkan di Mekkah pada tahun 68 sebelum hijrah. la tumbuh di tengah keluarga terhormat dan mulia. Bapaknya meninggal dunia pada perang Fijar. Siti Khadijah tumbuh sebagai wanita mulia dan terhormat di tengah kaumnya. Bahkan semasa jahiliyah, dia dijuluki sebagai Ath-Thahirah (wanita suci). Kisah Siti Khadijah dimulai sejak masa kecilnya.
Ilustrasi Perempuan Berhijab |
Kisah Siti Khadijah Perempuan Sukses Keturunan Mulia
Siti Khadijah putri dari Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay AI-Qurasyiah AI-Asadiyah. lbunya bernama Fatimah binti Zaidah, dari suku Quraisy dari Bani Amir bin Lu’ay. Selain terhormat dan terpandang di tengah kaumnya, Siti Khadijah juga memiliki kemampuan berbisnis yang handal hingga akhirnya dia dikenal sebagai pedagang Mekah yang sukses saat itu.
Kafilah dagangnya tiada henti membawa barang dagangan antara Mekah dan Madinah. Selain itu, dia sering menyewa orang untuk menjual barang dagangannya ke negeri Syam dengan imbalan upah. Maka, lengkaplah kemuliaan yang dimiliki Siti Khadijah. Keturunan dari keluarga terhormat kepribadian mulia dan kekayaan berlimpah.
Sebelum menikah dengan Rasulullah, Siti Khadijah adalah seorang janda. Sebelumnya dia sempat menikah dua kali, pertama dengan Abu Halah bin Zurarah bin Nabasy AtTamimi, kedua dengan Atiq bin A’iz bin Umar bin Makhzum.
Sebenarnya sudah banyak para lelaki yang datang hendak melamarnya karena kedudukan terhormat yang dimilikinya. Namun, dari sekian banyak orang yang melamar, tampaknya belum ada yang berkenan di hati Siti Khadijah kala itu.
Kisah Siti Khadijah Menerima Pinangan Rasulullah SAW
Adapun akhirnya Siti Khadijah menerima pinangan Rasulullah hal tersebut berawal dari informasi yang sampai kepadanya mengenai kemuliaan akhlak beliau dan sifat amanahnya yang terpuji, padahal saat itu beliau belum diangkat sebagai seorang Rasul. Maka, karena membutuhkan orang seperti itu untuk keperluan dagangnya, Khadijah mengutus budaknya untuk menawarkan kerja kepada beliau, yaitu menjualkan barang dagangannya ke negeri Syam dengan imbalan tertentu.
Saat menikah, Rasulullah SAW berusia 25 tahun. Sedangkan Siti Khadijah menikah pada usia 40 tahun. Mahar yang Rasulullah SAW berikan adalah sebesar 12 Uqiyah stsu 480 Dirham. Meskipun antara usia Rasulullah SAW terpaut jauh lebih muda dari usia Siti Khadijah, namun hal tersebut tidak menghalangi mereka untuk mengarungi bahtera keluarga yang harmonis penuh bahagia.
Dari pernikahan Rasulullah dengan Siti Khadijah ra, Allah Ta’ala memberikan mereka karunia empat orang puteri dan tiga orang putera. Keempa putrinya adalah:
1. Zainab,
2. Ruqayah,
3. Ummu Kultsum, dan
4. Fatimah.
Sedangkan putranya (dari Khadijah) adalah,
1. AI-Qasim. Karenanya kuniah beliau adalah Abul-Qasim.
2. Abdullah, yang dijuluki Ath-Thayib, dan
3. Ath-Thahir
Mengenai putri-putri Rasulullah SAW, beliau hanya mendapatkannya dari Khadijah. Sedangkan anak putra, selain dari Khadijah, Rasulullah mendapatkan keturunan anak laki-laki dari Maria AI-Qibthiyah, yang bernama Ibrahim. Selebihnya, Rasulullah tidak mendapatkan keturunan dari istri-istrinya yang lain.
Namun Allah telah berkehendak dalam takdir-Nya sesuai dengan hikmah yang Dia kehendaki. Seluruh putra Rasulullah wafat ketika mereka masih berusia anak-anak. Sedangkan semua putrinya hidup hingga dewasa dan sempat menikah. Namun ketiga putrrinya yang pertama; Zainab, Ruqayyah dan Ummu Kultsum meninggal semasa Rasulullah SAW masih hidup. Hanya Fatimah radhiallahu anha yang masih hidup setelah wafatnya Rasulullah SAW, itupun hanya beberapa bulan saja, kemudian dia wafat menyusul ayahandanya.
Kisah Siti Khadijah Mendampingi Masa Sulit Rasulullah SAW
Kesetiaan Khadijah terhadap suaminya, Rasulullah SAW, ternyata tidak sebatas urusan rumah tangga. Hal itu terbukti ketika fase kehidupan Rasulullah SAW memasuki ruang lingkup kenabian. Sebagaimana diberitakan dalam buku-buku sirah, pada usia 40 tahun, Rasulullah SAW menerima Wahyu pertama di gua Hira.
Rasulullah SAW kembali ke rumahnya dengan tubuh gemetar. Beliau khawatir bahwa apa yang baru saja dialami akan mencelakakannya. Kemudian beliau masuk menemui Khadijah, seraya berkata: “Selimuti aku …. Selimuti aku”. Khadijah segera menyelimutinya. Hilanglah rasa ketakutan dari diri Rasulullah SAW- Kemudian beliau menceritakan apa yang terjadi di gua Hira kepada isterinya yang setia.
“Saya khawatir akan terjadi sesuatu pada diri saya”, ujar Rasulullah SAW-
Khadijah segera menenangkan dan menghibur suaminya seraya berkata:
“Tidak sama sekali. Demi Allah, Dia (Tuhan) tidak akan menghinakanmu selamanya. Engkau adalah orang yang suka menyambung silaturrahim, membawakan dan membantu orang yang lemah, menghormati tamu dan suka menolong dalam kebaikan.”
Kemudian Khadijah bersama Rasulullah SAW pergi ke rumah pamannya; Waraqah bin Naufal. Dia adalah orang yang banyak mengetahui isi Kitab Taurat dan lnjil. Orangnya sudah renta lagi buta.
Rasulullah SAW menceritakan apa yang terjadi. Mendengar hal tersebut Waraqah tampak gembira;
“ltu adalah malaikat Jibril yang Allah turunkan kepada Nabi Musa, engkaulah Nabi umat ini. Ah, sayang sekali, seandainya saja aku masih hidup, saat engkau diusir oleh kaummul”
“Apakah mereka akan mengusir aku?”,
“Ya. Tidak ada seorang pun membawa ajaran seperti apa yang engkau bawa kecuali dia akan dimusuhi. Seandainya aku mengalami saat hal itu terjadi, sungguh aku akan membelamu” kata Waraqah.
Namun ternyata Waraqah meninggal dunia ketika wahyu sempat terputus beberapa lama (setelah wahyu pertama).
Mengetahui apa yang sesungguhnya dialami oleh Rasulullah SAW sebagaimana disampaikan oleh Waraqah, Khadijah tanpa ragu-ragu langsung menyatakan keimanannya. Maka jadilah dia orang pertama yang menyatakan keimanannya di hadapan Rasulullah.
Kisah Wafatnya Siti Khadijah
Siti Khadijah wafat pada usia 65 tahun. Dimakamkan di sebuah daerah bernama Hajun di Kota Mekah. Rasulullah SAW sendiri yang langsung menguburkannya. Saat itu belum disyariatkan sholat jenazah.
Rasulullah jelas sangat sedih ditinggal wafat oleh Khadijah. Apalagi, dua bulan sebelumnya, beliau pun ditinggal wafat oleh pamannya; Abu Thalib. Jika Abu Thalib selalu membela dan melindungi Rasulullah SAW di luar rumahnya dari makar dan rencana jahat orang-orang kafir, maka Khadijah adalah orang yang selalu meringankan bebannya di dalam rumah dengan kata-katanya yang menghibur dan kesetiaan yang tak luntur.
Lengkaplah saat-saat itu merupakan saat yang paling menyedihkan bagi Rasulullah SAW- Maka tercatat dalam sejarah Islam bahwa tahun 10 kenabian (3 tahun sebelum hijrah) dikenal dengan istilah ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan).
Karena itu, banyak para ulama yang mengatakan bahwa peristiwa besar lsra’ Mi’raj yang terjadi setelah itu -salah satu hikmahnya adalah- merupakan penghibur atas kesedihan yang dialami Rasulullah SAW- Tentu saja, selain hikmah besar lainnya yang terkandung dibalik peristiwa tersebut.
Jasad dan raga Khadijah tidak lagi berada di samping Rasulullah SAW- Namun kemuliaan, kesetiaan dan pengorbanannya serta berbagai kenangan indah bersamanya tak pernah lenyap dari benak beliau. Kadang beliau ungkapkan dalam perkataan, kadang dalam perbuatan.
Ada kalimat yang pernah Rasulullah SAW ungkapkan tentang kedudukan Khadijah dalam dirinya tatkala Aisyah radhiallahu anha mempertanyakan perhatian Rasulullah SAW yang besar terhadapnya. Beliau berkata, “Dia beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkariku. Dia yang membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan aku. Dia yang menyumbangkan hartanya untukku ketika orang-orang mencegahnya dariku. Dan, dari dialah Allah mengkaruniakan aku anak, ketika isteri-isteriku yang lain tidak dapat memberikannya.”
Itulah sepenggal Kisah Siti Khadijah yang bisa kita ketahui. Semoga kita bisa mengambil manfaat dari kisah tersebut.
1 Comment