KULIAHALISLAM.COM – Persepsi bahwa politik merupakan sesuatu yang kotor dan jahat nampaknya masih berlaku di beberapa warga persyarikatan Muhammadiyah.
Ketika kita berbicara tentang politik dan demokrasi di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah khususnya di akar rumput, masih ada yang berfikir bahwa politik itu tabu, bahkan ada sebagian pimpinan masih menganggapnya haram.
barangkali pemikiran politik itu kotor, tabu dan hitam mereka dapatkan terinspirasi dari pemikiran Soe Hok Gie, yang ia memiliki Pendapat bahwa, “politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor”. Dengan alasan itulah pria kelahiran Jakarta 17 Desember 1942 tersebut tak mau masuk dunia politik.
Perkatan Soe Hoek Gie ini bukan tanpa dasar, ia mengatakan politik sebagai sesuatu yang kotor bak lumpur karena ia melihat realita bahwa banyaknya kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam hal politik pemerintahan di era nya yang otoriter.
Hari ini pasca reformasi dengan tingkat demokrasi yang sudah lebih matang dan sangat terbuka, memberikan kesempatan lebih luas kepada setiap warga negara untuk berpartisipasi membawa politik kearah yang lebih cerah.
Hal itu dilihat oleh organisasi sekelas Muhammadiyah untuk turut membawa politik bangsa ke arah yang lebih baik sekaligus dapat menjadi wasilah bermanfaat untuk mensejahterakan, menjamin keamanan dan keadilan kepada seluruh masyarakat.
Melalui Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jateng, Muhammadiyah meluncurkan Buku Diaspora Muhammadiyah sebagai Penyelenggara Pemilu. Sebuah gagasan luar biasah yang perlu diperhatikan oleh setiap kader.
Buku ini mendapatkan perhatian yang dari ketua umum PP Muhammadiyah, Haidar Nasir, menurutnya para kader Muhammadiyah yang berada di lembaga penyelenggaraan Pemilu untuk memberikan sumbangsih pemikiran dan aksi nyata dalam mengawal pesta demokrasi yang berprinsip pada asas luber dan jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil) sebagai bagian dari dakwah dan tajdid yang senantiasa diperjuangkan oleh Muhammadiyah.
Begitu pula ketua LHPK Jateng, Khafid Sirotuddin mengatakan, “jiwa nasionalisme dan ghirah (semangat) perjuangan Muhammadiyah dalam membangun bangsa Indonesia tidak pernah padam Sebagaimana telah dicontohkan oleh Ki bagus Hadikusumo, bung Karno, Sudirman, Juanda dan ratusan pejuang kemerdekaan RI maupun tokoh-tokoh bangsa yang berasal dari Muhammadiyah.
Apabila diminta membantu negara dan pemerintah Muhammadiyah selalu menyiapkan kader dan warganya secara amanah bertanggung jawab profesional dan kompeten di bidangnya.
Jika kita jeli membaca sejarah, maka kita tidak akan ragu mengatakan Nabi Muhammad SAW berpolitik. Tentu dengan Sikap Politik yang Patut Diteladani, “Pertama, Politik beliau (Nabi Muhammad) menyatukan.
Hal ini seperti yang beliau lakukan pada Suku Aus dan Khajraj ataupun pada kalangan Muhajirin dan Anshar. Kedua, Nabi Muhammad selalu menepati perjanjian atau kontrak politiknya.
hal itu seperti yang terjadi pada perjanjian Hudaibiyah.”Meskipun beberapa kalangan menilai perjanjian tersebut tidak menguntungkan kalangan muslim, namun Nabi Muhammad tetap menepatinya”.
Ketiga, Nabi Muhammad selalu mengedepankan konstitusi dalam kehidupan bermasyarakat. itu terlihat saat Nabi Muhammad menyusun Piagam Madinah. “Sebuah dokumen yang mengatur tata cara kehidupan antar komponen masyarakat di Madinah, sehingga membuat mereka dalam kesatuan komunitas yang disebut dengan Ummah.
Dan Keempat, Nabi Muhammad selalu mengedepankan keadilan. Contoh salah satu keseriusan Nabi Muhammad dalam menegakkan keadilan itu ditunjukkan dengan sabdanya “Andai Fatima anak Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya”. Ini menunjukkan bagaimana semangat penegakan keadilan dilakukan tanpa pandang status sosial,”
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Miriam Budiardjo mengatakan, “Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau Negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Politik diartikan sebagai usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang baik”.
Maka Politik Merupakan Kegiatan yang Luhur dan Suci, jika kita merujuk pada para pemikir dan akademisi ilmu politik, tidak ada satupun makna negatif dalam pengertian politik. Sebaliknya, politik selalu dikaitkan dengan pengambilan keputusan, kepentingan masyarakat luas, dan menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Kekuasaan memang pada akhirnya bergantung dari pemegangnya. Apabila orang baik yang berkuasa, kebaikan akan tersebar luas. Sebaliknya, apabila orang jahat yang berkuasa, kerusakan yang akan merajarela.
Oleh : Abdul Wahid (DPP IMM)