Artikel

Gerakan dan Pemikiran Islam Buya Dr.Abdul Karim Amrullah

5 Mins read

KuliahalislamH Abdul Karim Amrullah lahir di
Kepala Kabun, Nagari Sungai Batang, Mannjau, Agam 17 Safar 1296 H/10 Februari
1879 M dan wafat  di Jakarta pada 21
Jumadil Akhir 1364 H/2 Juni 1945 M.  Ia
merupakan seorang Ulama besar pada awal abad ke-20 yang berasal dari Minangkabau,
ayah dari Ulama dan tokoh bangsa Indonesia yakni Prof. Haji Abdul Karim
Amrullah (Buya Hamka). Semasa kecil, ia diberi nama Muhammad Rasul. Ibunya
bernama Tarwasa (wafat tahun 1943 M) sedangkan ayahnya bernama Syekh Muhammad
Amrullah.

Sebagai anak dari seorang ulama
besar di waktu itu, Abdul Karim Amrullah memulai pendidikannya dengan belajar
agama di desa bernama Sibalantani, Tarusan, Painan. Di tempat ini, ia belajar
Al-Qur’an kemudian kembali kekampunya belajar bahasa Arab. Pada usia 13 tahun,
ia belajar Ilmu Nahu dan Ilmu Saraf kepada ayahnya sendiri. Pelajaran
selanjutnya ia terima di Sungairotan, pada Tuanku Sutan Muhammad Yusuf selama
dua tahun sampai menamatkan buku “Minhaj at-Talibin” karya Imam Nawawi dan
Tafsir Jalalain.

Pada usia 15 tahun yaitu pada tahun
1894 M, ia dikirim ayahnya ke Mekah untuk belajar agama Islam kepada Syekh
Ahmad Khatib Minangkabau yang saat itu menjadi Imam Masjidil Haram, Mekah. Ia
belajar kepadanya selama 7 tahun. Saat itu putra-putra dari Minangkabau yang
ikut belajar kepadanya di Mekah adalah Muhammad Jamil Jabek dan Taher
Jalaluddin. Di samping itu, ia juga belajar kepada Syekh Abdullah Jamidin,
Syekh Usman Serawak, Syekh Umar Bejened, Syekh Saleh Badafal, Syekh Hamid
Jeddah dan Syekh Sa’id Yaman. Ia juga belajar kepada Syekh Yusuf Nabhani
penulis kitab “ Al-Anwar al-Muhammadiyah”.

Pada tahun 1901 M, ia pulang ke
kampung halamannya dari Mekah. Pengaruh Syekh Ahmad Khatib Minangkabau
membuatnya menjadi orang yang revolusioner terhadap adat-adat Minangkabau dan
kepada terekat-tarekat di Sumatera Barat khususnya Tarekat Naqsyabandiyah.
Syekh Ahmad Khatib selama di Mekah mengingatkannya soal kekeliruan tarekat
tersebut. Muhammad Rasul mencoba meluruskan praktik-praktik tarekat yang tidak
ada dasarnya dalam Islam.

Perjuangan Meluruskan Pemikiran
Tarekat

Perjuangannya cukup berat karena
Ulama yang tidak sepahamnya terlalu banyak. Di samping itu Ulama-Ulama itu
menjadi lawannya itu adalah pengikut ayahnya sendiri. Terjadilah pertengan paham
pendirian antara ayah dan anak. Namun Muhammad Rasul yang telah bergelar “
Tuanku Syekh Nan Mudo” tetap menjaga hubungan baik dan berbakti kepada ayahnya.
Sebaliknya si ayah bangga karena anaknya telah menjadi sesorang yang
berpendirian, berani dan suli dikalahkan.

Baca...  Mushofahah sebagai Etika Islam

Ketika disuruh ayahnya untuk
mengantarkan adik-adiknya, Abdulwahab, Muhammad Nur dan Muhammad Yusuf ke
Mekah, kesempatan ini dipergunakan Rasul untuk menambah ilmunya. Sebelum
berangkat, ia dinikahkan dengan Raihanah binti Zakaria yang digelarinya sebagai
Raihanatu Qalbi (Bunga Mekar Hatiku)”. Harapannya menimba ilmu lagi
tidak diterima Syekh Khatib Minangkabau karena ia dianggap sudah layak
mengajar.

Syekh Ahmad Khatib Minangkabau
menyuruhnya mengajar di Masjidil Haram dengan mengambil tempat di Bab Ibrahim.
Namun ia banyak ditolak Ulama-Ulama Arab dan tidak diperbolehkan mereka
mengajar di Masjidil Haram oleh Mufti Mazhab Imam Syafi’I di Masjidil Haram
yaitu Syaikh al-Islam Muhammad Sa’id Babsil. Ia mengajar di rumah keponakan
Syekh Ahmad Khatib Minangkabau.

Musibah menimpa dirinya.Istrinya
meninggal setelah melahirkan anak yang kedua. Anak yang baru dilahirkan itu
juga meninggal dunia. Akhirnya setelah mengerjakan Haji pada tahun 1906, ia
pulang ke kampung dan menikah dengan adik istrinya bernama Safiah. Di
pernikahan yang kedua inilah pada tanggal 14 Muharram 1326 M/16 F            ebruari 1908 M lahir anaknya bernama
Abduk Malik yang dikenal sebagai seorang Ulama besar Indonesia yaitu Prof. Dr.
HAMKA.

    H Karim Amrullah Pelopor Pembaharuan Media
Cetak di Indonesia

Setelah ayahnya
meninggal pada 3 Rabiulakhir 1325 H (1907 M), perjuangannya semakin genjar
melurusukan Tarekat Naksyabandiah. Ia semakin memperjuangkan ide-ede gurunya,
Syekh Ahmad Khatib. Muhammad Rasul berganti nama menjadi H Abdul Karim
Amrullah. Di samping Syekh Ahmad Khatib, pemikiran Jamaluddin al-Afghani,
Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha juga membentuk pola pikirnya. Ia
diminta menjadi perwakilan Al-Imam (yang terbit di Singapura dan dipimpin oleh
Syekh Thaher Jalaluddin) di Sumatra. Tetapi majalah Al-Imam yang merupakan
kepanjangan tangan dari Al-‘Urwah al-Wusqa yang dipimpin Syekh
Al-Afghani dan Muhammad Abduh hanya berumur sampai tahun 1909 M.

Atas inisiatif H. Abdullah Ahmad maka diterbitkanlah Majalah
Al-Munir pada 1 April 1911 M dengan H Karim Amrullah sebagai salah seorang
pembantunya. H. Abdullah Ahmad mengajaknya pindah ke Padang agar lebih lancar
menangani Majalah Al-Munir. Ikut serta dalam kepindahan ini dua orang muridnya
yakni Abdul Hamid Hakim, penulis kitab Ushul Fiqih yaitu Mabadi Awaliyyah,
As-Sullam dan al-Bayan dan A.R Sutan Mansur yang kemudian menjadi menantunya.

Baca...  Peranan Wanita dalam Perspektif Alqur'an

Majalah Al-Munir ini menyebarluas ke berbagai daerah di Jawa,
Sumatra, Sulawesi, Kalimantan dan Malaysia. K.H Ahmad Dahan merukan penggemar
Majalah Al-Munir di Yokyakarta. Al-Munir ini juga tidak berumur lama, karena
tidak didukung dana yang kuat. Majalah ini hanya bertahan hingga tahun 1915 M.
Namun sebelumnya sudah didirikan percetakan yang juga bernama Al-Munir. Melalui
peretakan inilah H. Abdul Karim Amrullah menerbitkan buku-bukunya yang antara
lain Aiqazun Nizam (Tentang Hukum Berdirinya Maulid) dan Ushul Fiqih.

Pada tahun 1916 M dalam rangka mengatasi permasalahan kemerdekaan
Al-Munir, beliau berkunjung ke Malaya dan tahun 1917 ke Jawa. Akan tetapi usahanya
melanjutkan Al-Munir tidak berhasil. Setelah berdirinya Sumatra Tawalib, ide H.
Abdul Karim Amrullah diteruskan oleh muridnya seperti Abdul Hamid Hakim, A.R
Sutan Mansur dan Zainuddin Labay El-Yunusy dengan menerbitkan majalah Al-Manar
pada tahun 1918 di Padangpanjang. Dalam lawatannya ke Jawa pada tahun 1925, ia
pernag bertemu dan bertukar pikiran dengan HOS Tjokroaminoto dan KH Ahmad
Dahan.

Kesan yang ia bawa ketika ia pulang ke Sumatera Barat adalah Islam
perlu diperjuangkan dengan sebuah organisasi yang baik. Maka perkumpulan yang
ia dirikan bernama “ Sendi Aman”, ia ganti menjadi Muhammadiyah cabang
Sungaibatang, kampungnya sendiri. Ia juga aktif dalam organisasi “Persatuan
Guru-Guru Agama Islam” yang didirikan H. Abdullah Ahmad pada tahun 1918 M.
Ketika Khilafah Islamiyah di Turki dihapuskan Mustafa Kemal Ataturk tahun 1924
dan menggantinya menjadi Republik Turki, ia ditunjuk menjadi utusan Persatuan
Guru Agama-Agama Islam dalam kongres yang direncanakan untuk membicarakan
pengambil alihan kekhilafahan tersebut ke Dunia Islam.

Dalam kongres yang diadakan di Cairo tersebut, H Karim Amrullah
mengemukakan pemikirannya dengan berani. Ia mendapat perhatian besar dari
seorang Ulama bernama Syekh Abdul Aziz Asy-Syalabi. Ia bersama Syekh Khalil al-Khalidi
bekas Mufti Palestina, Athaillah Effendi, menteri di Irak memberikan gelar
“Doctor Honoris Causa” kepada H Karim Amrullah. Setelah kata Mufakat dalam
kongres dihasilkan, maka ketua Kongres Syekh Husain Wali yang juga Guru Besar
Al-Azhar, Cairo mengesahkan kesepakatan kongres tersebut. Maka sejak itu resmi
namanya menjadi Dr. H Abdul Karim Amrullah. Gelar Doktor Ilmu Agama Islam ini,
ia terima pada tahun 1926 dari Kongres Islam Sedunia di Cairo, Mesir.

Baca...  Kajian Tafsir: Sila Kelima Pancasila Menurut Perspektif Alquran

Ia beberapa kali diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda di waktu
karena kegigihan dan keberaniannya memperjuangkan nasib rakyat.  Pada 12 Januari 1941 dia ditahan dan
dipenjarakan di Bukit Tinggi. Pada bulan Agustus 1941 ia diasingkan ke
Sukabumi. Ketika Belanda menyerah kepada Jepang pada tahun 1942 ia pindah ke
Jakarta. Muhammad Hatta pernah mengatakan bahwa beliau adalah Ulama yang
mula-mula sekali menyatakan “Revolusi Jiwa” kepada Jepang di Indonesi. Karena,
beliau melawan keharus menghormati Tenno Haika dengan membungukan badan ke arah
Timur Laut.

Ia mengeskan sikap Islam dengan menulis Makalah “Hanya Allah”.
Makalah ini dengan tegas menjelaskan kepada pemerintah militer Jepang bahwa
pemeluk Islam hanya akan menyembah Allah Yang Maha Esa dan tidak bisa dipaksa
menyembah yang lain seperti Tenno Haika. Keikutsertaan perjuangannya di Jakarta
ini, menghilangkan niatnya untuk pulang. Ketika anaknya HAMKA ingin membawa
pulang, ia mengatakan bahwa dia merasa senang tinggal di Jawa. Pada tanggal 2
Juni 1945 beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan tenang dan
dimakamkan di Pemakaman Umum Karet, Jakarta.

Sebagai seorang Ulama besar dan memiliki ilmu pengetahuan luas, Dr.
H Abdul Karim Amrullah menghasilkan sejumlah tulisan. Sebelum ke Mesir, beliau
telah mengarang sebanyak 15 buku antara lain ‘Amdah al-Anam Fi ‘Ilm al-Kalam
(1908) berisi tentang sifat-sifat 20, Sulam al-Usul (1914) berisi tentang ilmu
usul fiqih, Al-Ifsah (1919) berisi tentang nikah dan segala aspeknya, Al-Burhan
(1922) berisi tentang Tafsir Juz Amma. Setelah pulang dari Mesir, ia menulis 12
buku antara lain An-Nida’ (1929) yang menerangkan wajibnya salat berjamaah,
Al-Fara’id (1932) berisi tentang tuntunan pembagian warisan, Al-Kawakib
ad-Durriyah (1940) berisi bentahan terhadap seorang Ulama Bugis yang
mengharamkan berkhutbah Jumat dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, beliau
juga menulis Majalah Al-Munir.

 

Sumber: ENSIKLOPEDIA ISLAM

2366 posts

About author
Merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Artikel

Tidak Bisa Mengetik di Word karena "Selection is Locked", Ini Solusinya!

2 Mins read
Kompak – Salah satu masalah yang sering ditemui pengguna Microsoft Word adalah pesan “Selection is Locked” yang muncul saat mencoba mengetik atau…
Artikel

Ingin Rumah Lebih Sejuk? Coba Roster Jogja dari AM Roster

4 Mins read
Mendapatkan rumah yang sejuk merupakan impian bagi setiap orang, terutama di negara tropis seperti Indonesia. Salah satu cara untuk menciptakan suhu udara…
Artikel

Sekolah Bisnis Online dan Konsultan Feasibility Study: Meningkatkan Kualitas Bisnis di Era Digital

4 Mins read
Pendahuluan Di era digital yang terus berkembang, memulai dan mengelola bisnis bukan lagi hal yang sulit. Teknologi internet memberikan akses ke berbagai…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights