Oleh: Afidatul Khusnah*
KULIAHALISLAM.COM – Orientalisme merupakan istilah yang masih asing didengar bagi masyarakat awam, sebagaimana maknanya pun hanya dipahami secara garis besar. Padahal jika ditelaah lebih dalam orientalisme memiliki peran dan impact yang besar dalam berkembangnya sejarah bangsa timur.
Pemahaman masyarakat awam orientalisme merupakan doktrin, penilaian, pendapat yang dibuat oleh bangsa timur setelah mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan ketimur-timuran. Benar adanya jika dikatakan para orientalis seluruhnya berasal dari pada orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menyelidiki dan mengumpulkan ilmu pengetahuan yang berasal dari Timur. Namun, hal tersebut tidak lagi berlaku untuk saat ini.
Semakin berkembangnya zaman para orientalis ini tidak hanya berasal dari bangsa Barat, orang-orang timur sendiri yang giat melakukan penelitian dan penyelidikan tentang hal ketimuran dapat disebut sebagai para orientalis. Karena pokok pengertian orientalis adalah orang-orang yang mengkhususkan dirinya mempelajari dan menyelidiki tentang hal-hal ketimuran.
Pada awal munculnya gagasan orientalisme, Arab sedang berada masa kejayaannya dimana ilmu pengetahuan, sistem politik, sampai budayanya yang menarik perhatian bangsa Barat untuk menyelidiki Arab. Sebelum semakin dalam memahami Arab ketika itu, bahasa Arab menjadi topik utama dalam upaya mempelajari serta meneliti ketimuran. Sebab bahasa menjadi langkah awal para orientalis untuk lebih dalam menyelidiki hal-hal ketimuran.
Perkembangan ilmu pengetahuan bangsa timur tidak lepas dari pengetahuan dunia Islam yang bertambah pesat setelah masa penerjemahan buku-buku dari bahasa Yunani, Persi, India dan lain-lain ke dalam bahasa Arab. Serta banyaknya buku-buku karangan sarjana-sarjana muslim yang ketika masa jayanya Kota Bangdad terkenal sampai ke Andalus (Spanyol). Dari situ pula muncul ketertarikan orang eropa untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang berasal dari Timur khususnya bahasa Arab.
Berbondong-bondong orang Eropa pergi belajar di perguruan tinggi yang berada di Andalus, karena buku-buku yang digunakan dalam bahan ajar di perguruan tinggi tersebut berbahasa Arab, maka langkah pertama yang mereka lakukan adalah memepelajari bahasa Arab.
Semakin banyak orang-orang Eropa mempelajari bahasa Arab dan kesusastraanya, karena bahasa Arab merupakan ukuran intelegensi para orientalis masa itu, keahlian dalam berbahasa Arab menjadi tolak ukur kemajuan.
Semakin dikenalnya bahasa Arab, bahasa Arab mulai digunakan sebagai alat komunikasi dalam tindak transaksi dalam dunia perdagangan. Melesatnya penyebaran bahasa Arab ini membuat orang-orang Eropa ketar-ketir, khususnya pemuka agama Kristen khawatir jika bukan hanya bahasa yang menyebar luas, namun ajaran agama Islam yang akan ikut menyebar.
Timbullah iri hati dan benci pada pemuka agama Kristen terhadap agama Islam yang merupakan saingan dari agama mereka, yang pada akhirnya memunculkan tujuan negatif dalam mempelajari bahasa Arab yakni keinginan akan menguasai dan menjajah bangsa Timur.
Setelah memanfaatkan bahasa Arab untuk banyak mengetahui tentang dunia Timur, mengenai kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa Timur seperti dalam bidang perindustrian, pertanian, perkebunan, dan lain-lain.
Jatuhnya Spanyol ke tangan orang Kristen tahun 1429 M menjadi batu loncatan bagi orang Kristen untuk menjarah ke Timur dan membalas dendam terhadap orang-orang Islam, dengan memanfaatkan para orientalis mereka.
Dengan berpegang kepada suatu akidah yang berbunyi; “sebaik-baiknya menentang musush ialah dengan senjatanya sendiri”. Mempelajari ajaran Islam terlebih dahulu dengan perantara bahasa Arab. Taktik yang digunakan orang Kristen dalam upaya penghancuran Islam dengan jalan sebagai berikut:
Memutarbalikkan Yang Hak dengan Yang Bathil
Dari apa yang para orientalis dapatkan dalam mempelajari Islam, kemudian konklusi tersebut diputarbalikkan dari kenyataan mengikuti kemauan orang Kristen dengan maksud menyebarkan citra buruk agama Islam. beberapa kebohongan yang diberikan adalah hukum Islam yang merupakan bajakan dari hukum Romawi, Alqur’an merupakan karangan Muhammad sendiri, serta penyebaran Islam menggunakan pedang.
Dampak dari hal tersebut Arab identik dengan kebengisannya masyarakat Arab dan Islam yang mengajarkan kekejaman. Eropa mulai memandang rendah terhadap Islam, mulai muncul keraguan pada penganut agama Islam itu sendiri terhadap keyakinan yang dianutnya.
Mengganti Bahasa Arab Fushhah dengan bahasa Arab ‘Amiyah
Hal ini memengaruhui hubungan bangsa Arab dengan bangsa Arab lainnya, dalam artian para penjajah membatasi pengguanaan bahasa Arab Fushhah yang menerapkan atau terikat dengan kaidah berbahasa Alqur’an, dan menganjurkan masyarakat menggunakan bahasa ‘amiyah yakni bahasa sehari-hari yang mudah dipahami dan tidak terikat kaidah Nahwiyah dan Sharfiyah.
Para penjajah juga memaksa para pelajar hingga mahasiswa islam untuk menulis menggunakan huruf Latin dan bahasa asing seperti bahasa Inggris dan Prancis. Dengan alasan bahasa Arab fushhah yang sulit dipelajari dan hanya dapat dipahami oleh kalangan terpelajar saja, hal tersebut memojokkan orang awam yang tidak mendalami ilmu pengetahuan tidak dapat memahami ajaran Alqur’an dan Hadis, serta kitab-kitab lainnya.
Dengan begitu hubungan sesama bahsa Arab memiliki jurang pemisah disebabkan bahasa Arab yang digunakan berbeda. Muncul pendapat bahwa bahasa Arab tidak dapat mengikuti dan menjelaskan perkembangan ilmu pengetahuan.
Dalam upayanya menjajah bangsa Timurpun mereka tidak kaleng-kaleng, mereka sampai mendirikan institute yang khusus mempelajari bahasa Arab dan perpustakaan ketimuran, mendirikan organisasi-organisasi ketimuran, hingga mengadakan konferensi orientalis untuk membahas tentang masalah-masalah ketimuran.
Dapat disimpulkan bahwa bahasa Arab menjadi jembatan para orientalis dalam menyelidiki dan meneliti ilmu pengetahuan Timur, terutama ilmu pengetahuan agama Islam dan pengetahuan lainnya yang sebelumnya telah dikembangkan oleh bangsa Arab. Para orientalis yang mempelajari bahasa Arab, diantaranya ada yang berujuan positif yaitu yang mengabdikan dirinya semata-mata untuk ilmu pengetahuan,
Ada pula yang bertujuan negatif yaitu orientalis yang fanatik yang bertujuan untuk memecah belah persatuan penganut Islam dan berupaya melumpuhkan agama Islam dengan memutar-balikkan fakta akan agama Islam.
*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Editor: Adis Setiawan