Secara umum persepsi Alqur’an tentang agama-agama lain di luar Islam, khususnya Yahudi dan Kristen, tak pelak lagi, tergantung atas tingkatan pemahaman historis mutakhir di Makkah dan letak Arabia sekitar 600 Masehi. Tingkatan pemahaman ini jelas-jelas bersifat mendasar bagi persepsi tersebut.
Gambaran lebih lanjut tentang pandangan historis Arab adalah percaya kepada keabadian kondisi kehidupan manusia dan masyarakat yang tidak pernah berubah, tetap, dan kebencian yang konsekuen kepada semua hal yang baru.
Salah satu tuduhan permusuhan Muhammad SAW yang dilancarkan oleh para penyembah berhala Makkah adalah karena kenabian ini sebelumnya tidak dikenal di Arabia, dan di dalam Alqur’an Nabi Muhammad SAW diperintahkan oleh Allah agar secara terang-terangan menyebarkan ajaran kenabiannya yang sesungguhnya tidak baru itu, QS. Al-Ahqaf Ayat 9;
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِّنَ الرُّسُلِ وَمَآ اَدْرِيْ مَا يُفْعَلُ بِيْ وَلَا بِكُمْۗ اِنْ اَتَّبِعُ اِلَّا مَا يُوْحٰٓى اِلَيَّ وَمَآ اَنَا۠ اِلَّا نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ 9.
Artinya:
“Katakanlah (Muhammad), “Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak tahu apa yang akan diperbuat terhadapku dan terhadapmu. Aku hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku hanyalah pemberi peringatan yang menjelaskan.”
Kisah-kisah ini yang menceritakan nabi-nabi terdahulu dijelaskan di dalam Alqur’an sekitar seperempat Alqur’an jumlahnya, bukan hanya memberikan penguatan bagi Nabi Muhammad SAW dan para pengikut beliau semata, melainkan juga tuntutan tegas agar beliau mempunyai rentetan asal-usul keturunan spiritual yang panjang dan bahwa nabi-nabi yang sebelum beliau itu mempunyai pengalaman-pengalaman yang mirip sama dengan pengalaman-pengalaman beliau sendiri.
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima agama itu daripadanya.”
Di akhir ayat di atas ada kata Islam yang muncul dengan pengertiannya yang umum “tunduk patuh” (kepada Allah) dan lalu menjadi satu kata yang menjelaskan deskripsi agama yang diproklamirkan oleh semua nabi (rasul), bukan hanya diproklamirkan oleh nabi Muhammad SAW semata-mata.
Dengan cara yang sama, kata muslim atau “orang yang tunduk menyerah” terkadang dipakai untuk penganut agama yang umum ini. Kata Rasul ketika dipakai untuk arti teknis benar-benar mempunyai arti yang persis sama dengan kata Nabi, yakni orang yang menyampaikan suatu pesan (risalah) dari Tuhan kepada umatnya.
Persepsi dalam Yahudi karena ialah konsep kenabian dan sejarah nabi-nabi yang dipegangi oleh kaum muslimin awal, maka bagi mereka tidak mungkin mempunyai ide yang kuat tentang Yahudi dan Nasrani (Kristen).
Penting pula dikatakan berapa banyak yang tidak disebutkan di dalam Alqur’an, karena itu penulis modern barat dengan pengetahuan agama-agama tersebut yang mempunyai frame-work dengan rincian-rincian pas yang diberikan, tentu saja berbeda dengan yang dijelaskan di dalam Alqur’an.
Di dalamnya ada kisah-kisah tentang Nabi Nuh, Ibrahim dan Musa (yang semuanya dianggap sebagai nabi) dan karakter-karakter lain di dalam Perjanjian Lama. Ayat Alqur’an berikut ini mengatakan:
“Sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa dan Kami telah menyusulinya berturut-turut sesudah itu dengan rasul-rasul.”
Persepsi tentang Kristen ialah pasal terdahulu mencoba menunjukkan bagaimana Muhammad dan penduduk Makkah yang lain berkesempatan untuk belajar tentang Kristiani yang terbatas.
Berbagai kesempatan telah dilakukan dalam perjalanan dagangnya ke Syria, bahkan sebagaimana yang dlakukan sendiri oleh Muhammad, akan tetapi tidak banyak berpartisipasi dalam diskusi-diskusi keagamaan dengan orang-orang Kristen atau Nasrani.
Di dalam ayat-ayat Alqur’an terdahulu ada beberapa petunjuk yang amat bersahabat tentang umat Kristen (Nasrani).
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالنَّصٰرٰى وَالصَّابِــِٕيْنَ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang sabi’in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.”
Apa yang menjadi penting adalah pertimbangan ulang tentang hakikat kenabian. Hal ini penting terutama sekali bagi umat Islam, karena menurut pandangan Islam tradisional Alqur’an adalah benar-benar firman Allah dan sulit untuk melihat betapa kesalahan-kesalahan yang terjadi itu dapat dikembalikan kepada Allah.
Menurut para ahli teologi Kristen terkemuka dewasa ini nabi/rasul adalah seorang yang membawa pesan-pesan risalah dari Tuhan kepada umat manusia pada ruang dan waktu dimana ia hidup.
Sejauh tentang persoalan-persoalan manusia universal yang terlibat pada ruang dan waktu yang khusu ini, pesan-pesan tesebut akan relevan dengan sedemikian banyak lingkungan manusia yang lebih luas.
Agaknya Alqur’an menyatakan relevansinya yang paling utama kepada bangsa Arab di masa Nabi Muhammad ketika menegaskan keberadaan Alqur’an yang berbahasa Arab itu, dan bahwa nabi-nabi/rasul-rasul membawa wahyu dengan bahasa yang dimiliki bangsanya di mana nabi/rasul itu hidup.
Ayat “Allah melindungi (yujiru)”, (QS. Al-Mu’minun Ayat 88), agaknya tidak dapat dipahami oleh orang barat tanpa keterangan lebih lanjut. Maksudnya, wahyu Allah kepada seorangnabi/rasul itu biasanya dikondisi oleh bahasa dan cara berpikir nabi/rasul dan bangsanya kepada siapa wahyu itu ditujukan di tempat yang pertama.
Setelah mengamati bagaimana persepsi Alqur’an terhadap Kristen, sungguhpun dalam berbagai cara yang tidak adekurat, namun nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin awal mampu membuat kerangka kebijakan yang memuaskan terhadap umat Kristen, maka masalah kenabian Muhammad kembali dapat diperhatikan lagi.
Ini adalah penting karena umat Kristen dewasa ini seharusnya mempunyai pandangan positif yang jelas. Sekalipun demikian, agaknya tidak mudah untuk myusun rumusan pandangan, sebab memang ada perbedaan antara kosepsi Islam tentang nabi dan konsepsi Kristen kontemporer tentang nabi. Sementara bagi kristen, nabi itu mempunyai pesan risalah dari Tuhan untuk tempat dan zaman di mana nabi itu hidup.
Umat Kristen mulai mempertimbangkan masalah ini dengan menengok latar belakang historis karir Muhammad dan akibat historisnya. Sebagaimana yang nampak pada bab sebelumnya, Kristen di masa itu mempunyai sejumlah kelemahan.
Bangsa Arab Makkah yang tiba-tiba mempunyai kemakmuran ekonomi, menemukan jalan hidup tua mereka terdahulu yang sudah hilang, hingga mereka mengejar sesuatu misalnya suatu agama baru. Akan tetapi tidak satupun bentuk yang ada di dalam Kristen yang mampu menemukan kebutuhan-kebutuhan mereka itu.
Apabila inisiatif ilahiah ini diakui, maka dipertanyakan bagaimana Tuhan telah bertitah melalui Muhammad. Dalam semua tulisan saya tentang Muhammad yang dimulai hampir selama empat puluh tahun yang lalu, saya senantiasa berpendapat bahwa Muhammad itu tulus murni dalam berpikir karena Alqur’an itu bukan ciptaannya sendiri, melainkan datang kepada beliau dari luar dirinya.
Sebagian umat Kristen melihat agama dalam suatu hal yang hidup yang tubuh dan berkembang sampai-sampai menemukan kebutuhan-kebutuhan masyarakat manusia yang senantiasa menjadi dan berubah tak kenal usai, dan hanya di pusatnyalah yang tetap dan tidak berubah untuk selama-lamanya.