Esai

Refleksi Kini: Makna Al-Qur’an dan Tafsir Ayat-Ayat Kebaikan

19 Mins read

 

(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam)

KULIAHALISLAM.COM – Alquran merupakan kitab suci umat
Islam yang diturunkan Allah kepada 
rasulnya
yang terakhir yaitu nabi Muhammad SAW. Sekaligus sebagai mukjizat yang 
terbesar
diantara mukjizat-mukjizat yang lain. Turunnya Alquran dalam kurun waktu 
23
tahun, dibagi menjadi dua fase. Pertama diturunkan di Mekkah yang biasa disebut 
dengan
ayat-ayat
Makiyah. Dan yang kedua diturunkan di
Madinah disebut dengan 
ayat-ayat
Madaniyah. Alquran sebagai kitab terakhir dimaksudkan untuk menjadi petunjuk bagi seluruh
umat manusia
(hudan linnas) sampai akhir zaman.

Bukan cuma
diperuntukkan 
bagi
anggota masyarakat Arab tempat dimana kitab ini diturunkan akan tetapi untuk 
seluruh
umat manusia. Di dalamnya terkandung nilai-nilai yang luhur yang mencakup 
seluruh
aspek kehidupan manusia dalam berhubungan dengan Tuhan maupun 
hubungan manusia dengan sesama manusia lainnya dan hubungan manusia dengan alam
sekitarnya. Fazlur Rahman mengemukakan tentang tema-tema pokok yang 
terkandung
dalam Alquran yang meliputi: tentang Ketuhanan, kemanusiaa
(individu/masyarakat), alam semesta,
kenabian, eskatologi, setan/kejahatan dan 
masyarakat
muslim.

Oleh karena itu Alquran senantiasa
harus dipelajari, difahami dan 
dimanifestasikan
dalam amalan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Kiranya dengan 
tanpa
mempelajari dan memahaminya, seseorang mustahil dapat mengamalkan dalam 
kehidupan
nyata.

Pengertian Alquran

Berbicara
tentang pengertian Alquran, apakah itu dipandang dari sudut bahasa 
maupun
istilah. Banyak para ulama berbeda pandangan dalam mendefinisikannya. 
Qara’a
mempunyai arti mengumpulakan dan menghimpun, dan qira’ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain
dalam suatu ucapan 
yang
terusun rapi.
Quran pada mulanya seperti qira’ah, yaitu masdar (infinitive) dari kata
qara’a, qira’atan qur’anan,
 Sebagaimana
firman Allah:
Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya, Apabila Kami telah selesai 
membacakannya
maka ikutilah bacaannya itu”.(Al-Qiyamah: 17-18)
.

Adapun pengertian Alquran menurut
istilah yang telah disepakati oleh para 
ulama
adalah “Kalam Allah yang bernilai mukjizat yang dturunkan kepada 
“pungkasan”
para nabi dan rasul (Nabi Muhammad SAW) dengan perantaraan malaikat
Jibril AS, yang tertulis pada mashahif, diriwayatkan kepada kita secara 
mutawatir,
yang membacanya dinilai sebagai ibadah yang di awali dengan surat
alFatihah dan di tutup dengan surat an-Naas”

Berusaha Memahami Makna Al-Quran

Al-Quran memerintahkan
umat Islam untuk merenungkan ayat-ayatnya dan memahami pesan-pesanya. Allah
berfirman Apakah mereka tidak mendalami al-Quran? Kalau sekiranya al-Quran itu
bukan dari sisi Allah tentulah mereka dapati banyak pertentangan di dalamnya.
(QS An-Nisa: 82). Kita perlu meningkatkan dalam memahami ayat-ayat al-Quran dan
alam semesta agar dapat memahami hikmah yang terkandung di baliknya. Kata
yafqahun (memahami) yang terdapat dalam surat AnNisa’ ayat 78 dan kata yufaqihu
(memahamkanya) pada hadis di atas mempunyai cakupan lebih luas dari kata ilm
(ilmu pengetahuan), ma’rifah (pengetahuan) dan fahm (pemahaman) (Fuad Pasya,
2004: 27). Al-Quran menghimbau manusia agar meneliti tanda-tanda kekuasaan
Allah Swt yang telah menciptakan sekalian makhluknya dengan penuh kesempurnaan.
Hal ini memberi indikasi, bahwa penggunaan aql yang sebenarnya adalah untuk
meyakini, mengakui dan mempercayai eksistensi Allah Swt (Abdullah, 2005: 114).
Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang menekankan perbuatan daripada pemikiran.
Tujuan pokok al-Quran adalah membangkitkan kesadaran yang lebih tinggi dalam
diri manusia terkair berbagai relasinya dengan Tuhan dan alam semesta.

Menurut
al-Quran, hati merupakan sesuatu yang melihat dan hasil-hasil dari
penglihatanya, jika ditafsirkan secara tepat, tidak pernah salah. Dan ini
bukanlah hal yang misterius, karena ini sebenarnya sebuah modus hubungan dengan
Realitas, dimana penginderaan, dalam artian fisiologisnya, tidak berperan apa
pun (Iqbal, 2016: xxiii, 8,dan 17). Menurut Abdul Halim Mahmoud yang wajib
dilakukan oleh setiap Muslim terhadap al-Quran adalah, mentadabbur atau
memahami maknanya, mengambil pelajaran darinya, dan menjaga ketenangan dan
ketentraman atasnya (Halim, 1997: 84). Dengan memahami al-Quran, maka kita bisa
mengerti dan paham akan hikmah yang terkandung didalamnya. Selain itu yang
mampu memahami al-Quran bukanlah otak sebagai alat berfikir, melainkan hati,
sebagaimana firman Allah. “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta,
tetapi yang buta ialah hati yang didalam dada.”(QS. Al-Hajj: 46).

Menyadari Bahwa Al-Qur’An
Adalah Sumber Ilmu

Al-Quran sangat
mengagungkan kedudukan ilmu dengan pengagungan yang tidak pernah ditemukan
bandinganya dalam kitab-kitab suci yang lain. Sebagai bukti, al-Quran
memberikan sifat kepada bangsa Arab pada masa pra-Islam dengan sebutan jahiliah
(masa kebodohan). Di dalam al-Quran terdapat ratusan ayat-ayat yang menyebutkan
tentang ilmu dan pengetahuan. Di dalam sebagian besar ayat itu disebutkan
kemuliaan dan ketinggian derajat ilmu tersebut(Thaba-thaba’I, 2000: 122).
Banyak ayat al-Quran yang mengajak pada tafakur (memikirkan dan merenungkan)
terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah di langit, bintang-bintang yang bercahaya,
susunanya yang menakjubkan, dan peredarannya yang tidak pernah berubah.
al-Qur’an juga mengajak untuk memikirkan kejadian bumi, lautan, gunung-gunung
dan lembah-lembah, kejadiankejadian yang ada di perut bumi, pergantian malam
dan siang, serta perubahan musim-musim dalam setahun(Thaba-thaba’I, 2000: 23-
24).

Al-Quran juga mengajak untuk memikirkan keajaiban penciptaan
tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang, sistem perkembangannya dan keadaan-keadaan
lingkunganya. Al-Quran untuk memikirkan penciptaan manusia sendiri dan
rahasia-rahasia yang terdapat di dalam dirinya. Bahkan ia pun mengajak untuk
memikirkan jiwa dan rahasia-rahasia batinya serta hubungannya dengan alam
malakut. Ia juga mengajak untuk melakukan perjalanan ke seluruh pelosok dunia
sambil memikirkan peninggalan-peninggalan orang-orang dahulu kala, menyelidiki
dan meneliti keadaan bangsa-bangsa, kelompok-kelompok manusia, serta
kisah-kisah, sejarah-sejarah dan pelajaran-pelajaran mereka(Thaba-thaba’I, 2000:
23-24). Al-Quran menyeru untuk mempelajari ilmu-ilmu ini sebagai jalan untuk
mengetahui kebenaran dan realitas, dan cermin untuk mengetahui alam, yang di
dalamnya pengetahuan tentang Allah mempunyai kedudukan yang paling utama.

Ayat-Ayat Tentang Kebaikan

Wahai kaumku!
Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan
sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. 
Barangsiapa mengerjakan
perbuatan jahat, maka dia akan dibalas sebanding dengan kejahatan itu. Dan
barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan
dia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki
di dalamnya tidak terhingga.(Qs. Al-Gafir ayat 39-40)

Barangsiapa datang dengan
(membawa) kebaikan, maka dia akan mendapat (pahala) yang lebih baik daripada
kebaikannya itu; dan barang siapa datang dengan (membawa) kejahatan, maka
orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu hanya diberi balasan
(seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.(Qs. al Qasas ayat 84)

Barangsiapa membawa
kebaikan, maka dia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang
mereka merasa aman dari kejutan (yang dahsyat) pada hari itu. 
Dan barangsiapa membawa
kejahatan, maka disungkurkanlah wajah mereka ke dalam neraka. Kamu tidak diberi
balasan, melainkan (setimpal) dengan apa yang telah kamu kerjakan.(Qs an naml
ayat 89-90)

Barangsiapa mengerjakan
kebajikan, dan dia beriman, maka usahanya tidak akan diingkari (disia-siakan),
dan sungguh, Kamilah yang mencatat untuknya. (QS. Al-Anbiya Ayat 94)

Jika kamu berbuat baik
(berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat,
maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. Apabila datang saat hukuman
(kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu
lalu mereka masuk ke dalam masjid (Masjidil Aqsa), sebagaimana ketika mereka
memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai. (QS. Al-Isra Ayat 7)

Barangsiapa berbuat
sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan)
dirinya sendiri; dan barang siapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian) itu
bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang
lain, tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul. (QS.
Al-Isra Ayat 15)

Barangsiapa mengerjakan
kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl
Ayat 97)

Bagi orang-orang yang
berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan
melihat Allah). Dan wajah mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula)
dalam kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. 
Adapun orang-orang yang
berbuat kejahatan (akan mendapat) balasan kejahatan yang setimpal dan mereka
diselubungi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab)
Allah, seakan-akan wajah mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang
gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.(QS.
Yunus Ayat 26-27)

Pembahasan

Wahai kaumku!
Sesungguhnya kehidupan dunia yang fana ini hanyalah kesenangan sementara yang
mudah didapat dan mudah pula lenyap, dan sesungguhnya akhirat itulah negeri
yang tidak akan pernah lenyap dan kekal selama-lamanya.” 
Pada ayat ini diterangkan
bahwa orang yang beriman kepada Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku,
kehidupan dunia ini adalah kehidupan yang fana, di mana kesenangan serta
kebahagiaan yang diperoleh di dalamnya adalah kesenangan dan kebahagiaan yang
tidak sempurna serta tidak kekal. Adapun kehidupan akhirat adalah kehidupan
yang kekal, kesenangan dan kebahagiaan yang diperoleh adalah kesenangan dan
kebahagiaan yang sempurna. Oleh karena itu, janganlah sekali-kali kamu
mengingkari Allah dalam kehidupan dunia ini agar kamu terhindar dari siksa-Nya
di akhirat nanti.”

Baca...  Peranan Guru Untuk Meraih Negara Maju

Dialog yang terjadi
antara Fir’aun dengan salah seorang kaumnya yang beriman secara
sembunyi-sembunyi itu, memberi pesan kuat tentang perbuatan baik dan perbuatan
jahat. Oleh sebab itu, renungkanlah bahwa barang siapa mengerjakan perbuatan
jahat dan berbuat kebinasaan di muka bumi, maka dia akan dibalas sebanding
dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan kebajikan dan beramal saleh,
baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman dengan
sungguh-sungguh, maka mereka akan masuk ke dalam surga atas anugerah Allah, dan
mereka diberi rezeki di dalamnya dengan nikmat tidak terhingga.

Orang yang beriman itu
menerangkan kepada kaumnya bagaimana besar pengaruh kehidupan dunia seseorang
kepada kehidupan akhiratnya. Ia berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku,
barang siapa yang mengerjakan suatu kejahatan baik laki-laki maupun perempuan,
maka ia hanya di azab sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya. Akan tetapi,
barang siapa yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mengikuti
perintah-perintah Allah dan menghentikan larangan-larangan-Nya, maka ia akan
dimasukkan ke dalam surga yang penuh kenikmatan. Allah membalas iman dan amal
saleh mereka dengan pahala yang berlipat ganda dan rezeki yang tiada
terhingga.” 
Ayat ini menggambarkan
keadilan Allah yang sesungguhnya serta sifat Maha Pengasih dan Maha
Penyayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dia tidak menganiaya hamba-Nya sedikit
pun. Jika Dia mengazab hamba-Nya di akhirat nanti, maka azab yang diberikan itu
seimbang dengan perbuatan jahat dan ingkar yang telah dilakukannya selama hidup
di dunia, tidak dilebihkan sedikit pun. Akan tetapi, jika Dia membalas iman dan
amal saleh hamba-Nya, maka Dia membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda.

Barangsiapa datang pada
Hari Kiamat dengan membawa amal kebaikan yang penuh ketulusan dan sesuai
tuntunan yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapat pahala
berlipat ganda, mulai dari sepuluh hingga tujuh ratus kali, bahkan tidak
terbatas, yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barang siapa datang
dengan membawa amal kejahatan dalam bentuk kekufuran dan kemaksiatan, maka
orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu hanya diberi balasan seimbang
dengan apa yang dahulu selalu mereka kerjakan.

Ayat ini menerangkan
bahwa siapa yang di akhirat datang dengan membawa satu amal kebajikan, akan
dibalas dengan yang lebih baik, dan di lipatgandakan sebanyak-banyaknya. Tidak
ada yang mengetahui berapa kelipatannya kecuali Allah sebagai karunia dan
rahmat dari-Nya. Rasulullah saw bersabda:

Siapa yang bermaksud akan mengerjakan satu kebaikan, kemudian tidak jadi
dikerjakannya, Allah mencatat pahala pada sisi-Nya satu kebaikan yang sempurna,
kalau ia bermaksud mengerjakan satu kebaikan lalu dikerjakannya, maka Allah
mencatat (pahala) dengan sepenuh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat, bahkan
lipat ganda yang lebih banyak lagi. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu
‘Abbas). 
Dalam hadis lain Rasulullah
bersabda:
Dan barang siapa
yang bermaksud mengerjakan satu kejahatan kemudian tidak dikerjakannya, maka
ditulislah oleh Allah swt di sisi-Nya satu kebaikan yang sempurna, dan kalau ia
bermaksud mengerjakan kemudian dikerjakannya, maka Allah mencatatkan baginya
hanya satu kejahatan saja.(Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas). 
Hal ini sesuai dengan firman Allah: Dan
barang siapa membawa kejahatan, maka disungkurkanlah wajah mereka ke dalam
neraka. Kamu tidak diberi balasan, melainkan (setimpal) dengan apa yang telah
kamu kerjakan”.(an-Naml/27: 90).

Setelah Kiamat terjadi
dan manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar, menghadap Tuhannya dengan
merendahkan diri, keadaan mereka digambarkan sebagai berikut: barangsiapa
membawa kebaikan, yakni keimanan yang benar, tulus dan sempurna yang
membuahkan amal saleh, maka dia akan memperoleh balasan yang lebih baik daripadanya,
yakni balasan yang berlipat ganda dari sepuluh hingga tujuh ratus kali, bahkan
tidak terbatas, sedang mereka merasa aman dan tenteram dari kejutan yang
dahsyat pada hari penghimpunan di Padang Mahsyar itu. 
Ayat ini menjelaskan
bahwa orang yang beriman kepada Allah dan melaksanakan amal kebajikan, akan
memperoleh balasan yang lebih baik dari amalnya sendiri, dan diberi tempat
kediaman yang nyaman dan kekal dalam surga Na’im, mereka aman tenteram dari
kejutan yang dahsyat pada hari Kiamat itu.

Dan barangsiapa membawa
kejahatan, yakni mempersekutukan Allah, lalu mati dalam keadaan musyrik maka
mereka itu akan mendapat balasan yang setimpal dengan kejahatannya, yaitu
disungkurkanlah wajah mereka. Kepada mereka dikatakan, “Kamu tidak diberi
balasan, melainkan setimpal dengan apa yang telah kamu kerjakan. 
Sebaliknya barang siapa
yang menyekutukan Allah dan berbuat kejahatan, maka wajah mereka disungkurkan
ke dalam neraka seraya dikatakan kepada mereka, “Kamu tidak mendapat balasan,
melainkan setimpal dengan kemusyrikan dan kejahatan yang dahulu kamu kerjakan
di dunia, sehingga menjadi sebab datangnya kemurkaan Allah.”

Manusia dalam
mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah sangat tergantung kepada
pilihan hidupnya di dunia. Barang siapa mengerjakan kebajikan kepada
Allah, sesama manusia, dan alam, dan dia melakukan kebajikan itu
sebagai orang beriman, atas dasar keimanannya yang mantap, maka
usahanya sekecil apa pun juga dalam mewujudkan kebajikan itu tidak
akan diingkari, disia-siakan hingga terbuang percuma, tetapi akan tetap
tersimpan; dan sungguh, Kamilah yang mencatat perbuatan baik itu
untuknya. Demikian juga, perbuatan buruk sekecil apa pun tercatat dengan akurat
dan akan diperlihatkan kepada tiap-tiap manusia dengan objektif.

Dalam ayat ini Allah
menjamin bahwa amal kebajikan yang dilakukan oleh seseorang yang beriman,
betapapun kecilnya, namun Allah akan membalasnya dengan kebaikan pula. Amal
kebajikan itu tidak akan hilang percuma, dan tidak akan diingkari karena Allah
telah menuliskannya untuk orang yang melakukannya. Jaminan Allah untuk memberikan balasan atas setiap kebajikan hamba-Nya terdapat
dalam firman-Nya: “Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan
sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya
dibalas dengan baik”.(al-Isra’/17: 19).
 
Firman-Nya lagi pada ayat
yang lain:
 Sungguh, mereka
yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami benar-benar tidak akan
menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan yang baik itu”.(al-Kahf/18:
30).

Jika kamu berbuat baik
dengan menaati perintah Allah dan Rasul-Nya serta melakukan kebijakan kepada
sesamanya, berarti kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri,karena balasan yang
kamu peroleh dari kebaikan itu. Dan jika kamu berbuat jahat, maka kerugian
kejahatan itu juga untuk dirimu sendiri, karena akibat dari kejahatan akan
menimpamu.” Selanjutnya dinyatakan kejahatan yang kedua yang diperbuat
oleh kaum Bani Israil dan azab Allah yang ditimpakan atas mereka dinyatakan
dalam firmanNya, “Dan apabila datang saat hukuman kejahatan yang kedua, yang
telah Kami tetapkan di dalam Kitab itu, Kami datangkan orang-orang lain untuk
menyiksamu sehingga menyuramkan wajah-wajahmu, akibat kesedihan dan penderitaan
yang kamu alami, dan mereka, yakni musuh-musuhmu masuk ke dalam masjid, yakni
Masjidil Aqsa, guna menyiksa dan membunuhmu sebagaimana mereka memasukinya pada
kali pertama guna menyiksa dan membunuhmu akibat kejahatan kamu yang pertama,
dan mereka memasukinya dengan tujuan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa
saja yang mereka kuasai”.

Allah menegaskan bahwa apabila
Bani Israil berbuat baik, maka hasil kebaikan itu untuk mereka sendiri. Namun
demikian, ketentuan yang terdapat dalam ayat ini tidak khusus untuk mereka
sendiri, melainkan berlaku umum untuk seluruh manusia sepanjang masa. Dengan
demikian, apabila manusia berbuat baik atau berbuat kebajikan, maka balasan
dari kebajikan itu akan di rasakannya, baik di dunia maupun di akhirat.

Kebaikan yang akan mereka terima di dunia ialah mereka akan menjadi umat yang
kuat mempertahankan diri dari maksud jahat yang direncanakan oleh para musuh
mereka. Mereka akan memperoleh kesempatan untuk melipatgandakan harta sebagai
sarana hidup, dan melanjutkan keturunan sebagai khalifah di muka bumi. Mereka
akan menjadi bangsa yang kuat, yang dapat mewujudkan budaya yang tinggi untuk
lebih menggairahkan kehidupan mereka, dan menjamin kelancaran usaha dan ibadah
mereka kepada Allah swt. Sedangkan kebahagiaan yang abadi adalah surga yang
penuh dengan kenikmatan yang disediakan dan dijanjikan kepada mereka, sebagai
bukti keridaan Allah swt atas kebajikan yang mereka lakukan.

Apabila mereka berbuat jahat dengan melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan wahyu dan fitrah kejadian mereka sendiri, seperti menentang kebenaran
dan norma-norma dalam tata kehidupan mereka sendiri, maka akibat dari perbuatan
mereka itu adalah kemurkaan Allah kepada mereka.

Dengan demikian, mereka akan menjadi bangsa yang bercerai-berai karena
diperbudak hawa nafsu, sehingga kelompok yang satu berusaha menundukkan
kelompok yang lain. Itulah sebabnya mereka tidak dapat mempertahankan
kelangsungan hidup dan diri mereka dari kehancuran dan maksud-maksud jahat
musuh. Mereka akan menjadi bangsa yang tertindas dan terjajah. Sedang keburukan
yang mereka rasakan di akhirat ialah azab api neraka sebagai siksaan yang paling
pedih.

Lalu Allah mengungkapkan kembali hukuman sebagai akibat kejahatan yang
dilakukan Bani Israil untuk kedua kalinya. Pada saat itu, Allah membiarkan
mereka dalam keadaan kacau-balau ketika musuh-musuh datang untuk menaklukkan
mereka. Kekalahan kedua ini benar-benar mereka rasakan sebagai penderitaan yang
tiada tara dan mempermalukan mereka. Musuh memasuki Masjidil Aqsa secara paksa
dan sewenang-wenang untuk merampas kekayaan yang mereka simpan dan
menghancurkan syiar-syiar agama mereka, seperti yang dilakukan pada penaklukan
pertama. Dengan demikian, mereka merasakan penderitaan yang berlipat ganda.
Mereka mengalami penderitaan materil berupa kehilangan kekuasaan, harta benda,
dan wanita-wanita yang dijadikan tawanan oleh musuh. Mereka juga mengalami
penderitaan moril karena tempat-tempat suci dan lambang-lambang kesucian agama
mereka dilecehkan dan dihancurkan.

Menurut sejarah, yang menghancurkan mereka untuk kedua kalinya adalah bangsa
Romawi yang kemudian menguasai Palestina. Mereka membunuh dan menawan
orang-orang Yahudi serta menghancurkan Baitul Makdis dan kota-kota yang lain.
Kaisar Romawi pertama yang memasuki Baitul Makdis adalah Kaisar Titus pada
tahun 70 Masehi. Ia membakar Masjidil Aqsa, dan merampas barang-barang berharga
yang terdapat di dalamnya, sehingga dalam peristiwa ini kurang lebih 1 juta
orang Yahudi tewas. Selanjutnya Kaisar Hadrianus yang memerintah dari tahun 117
sampai dengan 158 Masehi, juga menguasai Baitul Makdis dan melakukan berbagai
tindakan perusakan di masjid itu.
Hadrianus mengubah kota ini menjadi Aelina Capitolian (kota Aelina). Masjidil
Aqsa diruntuhkan dan di atasnya didirikan sebuah bangunan yang dinamai Yupiter
Capitolina. Lalu kerajaan Yahudi juga dihancurkan sehingga bangsa Yahudi tidak
mempunyai kerajaan lagi. Mereka bercerai-berai ke segenap penjuru dunia.
Peristiwa ini terjadi tahun 132 Masehi.

Baca...  Refleksi Menuju Kemajuan Negara

Tafsir Ayat-ayat Kebaikan

Barang siapa mendapat
hidayah sehingga ia berbuat sesuai dengan petunjuk Allah, maka sesungguhnya dia
berbuat itu untuk keselamatan dan kebahagiaan dirinya sendiri; dan barang siapa
yang sesat tidak mendapat petunjuk Allah maka sesungguhnya ia tersesat dari
jalan yang benar dan yang demikian itu mendatangkan kerugian bagi dirinya
sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, yakni
setiap orang memikul dosanya sendiri yang harus dipertanggungjawabkan di
hadapan Allah. Perbuatan yang baik mendapat ganjaran dan perbuatan yang buruk
mendapat siksaan yang pedih. Dan Kami tidak akan berbuat aniaya dengan menyiksa
manusia sebelum Kami mengutus seorang rasul yang menunjukkan kepada mereka
jalan yang benar dan mencegah dari kesesatan.

Dalam sebuah riwayat yang
berasal dari Ibnu ‘Abbas dinyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Walid
bin Mugirah ketika ia berkata kepada penduduk Mekah, “Ingkarilah Muhammad
dan sayalah yang menanggung dosamu.”

Dalam ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa barang siapa yang berbuat sesuai
dengan hidayah Allah dan tuntunan Rasulullah, yaitu melaksanakan
perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, berarti dia telah
berbuat untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Ia akan memperoleh catatan tentang
amal perbuatan baiknya di dalam kitabnya. Ia akan merasa bahagia karena akan
mendapatkan keridaan Allah, dan menerima imbalan yang berlimpah, yaitu surga
dengan berbagai kenikmatan yang serba menyenang-kan. Akan tetapi, barang siapa
yang sesat, yaitu orang yang menyimpang dari bimbingan Al-Qur’an, akan
mengalami kerugian. Ia akan mendapatkan catatan tentang amal perbuatan buruknya
di dalam kitab itu. Ia akan merasakan penyesalan yang tidak ada gunanya dan
akan dimasukkan ke dalam neraka, sebagai balasan yang pantas baginya.

Selanjutnya, Allah swt menegaskan bahwa pada hari itu orang yang berdosa tidak
dapat memikul dosa orang lain. Tiap-tiap orang bertanggung jawab terhadap
perbuatan buruknya sendiri, sehingga tidak mungkin sese-orang dibebani dosa
selain dosanya sendiri. Mereka akan menerima balasan amal sesuai dengan berat
ringan kejahatan yang mereka lakukan. 
Apabila ada orang yang disiksa karena menyesatkan orang lain, sehingga dijatuhi
hukuman sesuai dengan dosa orang yang disesatkan, bukan berarti orang yang
menyesatkan itu menanggung dosa orang yang disesatkan. Akan tetapi, orang yang
menyesatkan itu dianggap berdosa karena menyesatkan orang lain. Oleh sebab itu,
ia dihukum sesuai dengan dosanya sendiri, dan ditambah dengan dosa menyesatkan
orang.

Allah swt berfirman: (Ucapan mereka) menyebabkan mereka pada hari Kiamat memikul dosa-dosanya
sendiri secara sempurna, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang
tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). (an-Nahl/16: 25).
 
Dan firman Allah: Dan mereka benar-benar akan memikul dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa
yang lain bersama dosa mereka. (al-‘Ankabut/29: 13)

Di akhir ayat ini, disebutkan bahwa Allah tidak akan mengazab seseorang atau
suatu kaum sebelum mengutus seorang rasul. Maksudnya Allah tidak akan
membebankan hukuman kepada orang-orang yang melakukan suatu perbuatan kecuali
setelah mengutus seorang rasul untuk membacakan dan menerangkan ketentuan
hukumannya. Dengan demikian, ayat ini dipandang sebagai asas legalitas dalam
pidana Islam. Artinya, semua perbuatan yang diancam dengan hukuman haruslah
terlebih dahulu diundangkan melalui sarana perundang-perundangan yang dapat
menjamin bahwa peraturan ini dapat diketahui oleh seluruh rakyat. Hal itu juga
berarti bahwa sosialisasi perundang-undangan merupakan hal yang penting.

Ayat ini juga mengandung maksud bahwa Allah tidak akan membinasa-kan umat
karena dosanya, sebelum mengutus seorang utusan yang memberi peringatan dan
menyampaikan syariat Allah kepada mereka, dan memberi ancaman jika mereka
membangkang dan tetap dalam pembangkangannya.

Allah swt berfirman: Setiap kali ada sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalamnya,
penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, “Apakah belum pernah
ada orang yang datang memberi peringatan kepadamu (di dunia)?”
Mereka
menjawab, “Benar, sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang kepada
kami, tetapi kami mendustakan(nya)
dan kami katakan, “Allah tidak
menurunkan sesuatu apa pun, kamu sebenarnya dalam kesesatan yang besar.”(al-Mulk/67: 8-9).
Dan firman-Nya: Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang
mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka
rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong
pun.(Fathir/35: 37)

Barang siapa mendapat
hidayah sehingga ia berbuat sesuai dengan petunjuk Allah, maka sesungguhnya dia
berbuat itu untuk keselamatan dan kebahagiaan dirinya sendiri; dan barang siapa
yang sesat tidak mendapat petunjuk Allah maka sesungguhnya ia tersesat dari
jalan yang benar dan yang demikian itu mendatangkan kerugian bagi dirinya
sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, yakni
setiap orang memikul dosanya sendiri yang harus dipertanggungjawabkan di
hadapan Allah. Perbuatan yang baik mendapat ganjaran dan perbuatan yang buruk
mendapat siksaan yang pedih. Dan Kami tidak akan berbuat aniaya dengan menyiksa
manusia sebelum Kami mengutus seorang rasul yang menunjukkan kepada mereka
jalan yang benar dan mencegah dari kesesatan.

Dalam sebuah riwayat yang
berasal dari Ibnu ‘Abbas dinyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Walid
bin Mugirah ketika ia berkata kepada penduduk Mekah, “Ingkarilah Muhammad
dan sayalah yang menanggung dosamu.”

Dalam ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa barang siapa yang berbuat sesuai
dengan hidayah Allah dan tuntunan Rasulullah, yaitu melaksanakan
perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, berarti dia telah
berbuat untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Ia akan memperoleh catatan tentang
amal perbuatan baiknya di dalam kitabnya. Ia akan merasa bahagia karena akan
mendapatkan keridaan Allah, dan menerima imbalan yang berlimpah, yaitu surga
dengan berbagai kenikmatan yang serba menyenang-kan. Akan tetapi, barang siapa
yang sesat, yaitu orang yang menyimpang dari bimbingan Al-Qur’an, akan
mengalami kerugian. Ia akan mendapatkan catatan tentang amal perbuatan buruknya
di dalam kitab itu. Ia akan merasakan penyesalan yang tidak ada gunanya dan
akan dimasukkan ke dalam neraka, sebagai balasan yang pantas baginya.

Selanjutnya, Allah swt menegaskan bahwa pada hari itu orang yang berdosa tidak
dapat memikul dosa orang lain. Tiap-tiap orang bertanggung jawab terhadap
perbuatan buruknya sendiri, sehingga tidak mungkin sese-orang dibebani dosa
selain dosanya sendiri. Mereka akan menerima balasan amal sesuai dengan berat
ringan kejahatan yang mereka lakukan.

Apabila ada orang yang disiksa karena menyesatkan orang lain, sehingga dijatuhi
hukuman sesuai dengan dosa orang yang disesatkan, bukan berarti orang yang
menyesatkan itu menanggung dosa orang yang disesatkan. Akan tetapi, orang yang
menyesatkan itu dianggap berdosa karena menyesatkan orang lain. Oleh sebab itu,
ia dihukum sesuai dengan dosanya sendiri, dan ditambah dengan dosa menyesatkan
orang.

Allah swt berfirman: (Ucapan mereka) menyebabkan mereka pada hari Kiamat memikul dosa-dosanya
sendiri secara sempurna, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang
tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan).(an-Nahl/16: 25).
Dan firman Allah: Dan mereka benar-benar akan memikul dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa
yang lain bersama dosa mereka. (al-‘Ankabut/29: 13).

Di akhir ayat ini, disebutkan bahwa Allah tidak akan mengazab seseorang atau
suatu kaum sebelum mengutus seorang rasul. Maksudnya Allah tidak akan
membebankan hukuman kepada orang-orang yang melakukan suatu perbuatan kecuali
setelah mengutus seorang rasul untuk membacakan dan menerangkan ketentuan
hukumannya. Dengan demikian, ayat ini dipandang sebagai asas legalitas dalam
pidana Islam. Artinya, semua perbuatan yang diancam dengan hukuman haruslah
terlebih dahulu diundangkan melalui sarana perundang-perundangan yang dapat
menjamin bahwa peraturan ini dapat diketahui oleh seluruh rakyat. Hal itu juga
berarti bahwa sosialisasi perundang-undangan merupakan hal yang penting. 
Ayat ini juga mengandung maksud bahwa Allah tidak akan membinasa-kan umat
karena dosanya, sebelum mengutus seorang utusan yang memberi peringatan dan
menyampaikan syariat Allah kepada mereka, dan memberi ancaman jika mereka
membangkang dan tetap dalam pembangkangannya.

Allah swt berfirman: Setiap kali ada sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalamnya,
penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, “Apakah belum pernah
ada orang yang datang memberi peringatan kepadamu (di dunia)?”
Mereka
menjawab, “Benar, sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang kepada
kami, tetapi kami mendustakan(nya) dan kami katakan, “Allah tidak
menurunkan sesuatu apa pun, kamu sebenarnya dalam kesesatan yang besar.”
(al-Mulk/67: 8-9).
Dan firman-Nya: Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang
mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka
rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong
pun.(Fathir/35: 37).

Baca...  Peranan Guru Untuk Meraih Negara Maju

Barang siapa mengerjakan
kebajikan sekecil apa pun, baik dia laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan
beriman dan dilandasi keikhlasan, maka pasti akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik di dunia dan akan Kami beri dia balasan di akhirat atas
kebajikannya dengan pahala yang lebih baik dan berlipat ganda dari apa yang
telah mereka kerjakan. 
Kemudian Allah swt dalam
ayat ini berjanji bahwa Allah swt benar-benar akan memberikan kehidupan yang
bahagia dan sejahtera di dunia kepada hamba-Nya, baik laki-laki maupun
perempuan, yang mengerjakan amal saleh yaitu segala amal yang sesuai petunjuk
Al-Qur’an dan sunnah Rasul, sedang hati mereka penuh dengan keimanan.

Rasulullah bersabda: Dari ‘Abdullah bin ‘Umar bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sungguh beruntung
orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup dan menerima dengan senang
hati atas pemberian Allah.(Riwayat Ahmad).
Kehidupan bahagia dan sejahtera di dunia ini adalah suatu kehidupan di mana
jiwa manusia memperoleh ketenangan dan kedamaian karena merasakan kelezatan
iman dan kenikmatan keyakinan. Jiwanya penuh dengan kerinduan akan janji Allah,
tetapi rela dan ikhlas menerima takdir. Jiwanya bebas dari perbudakan
benda-benda duniawi, dan hanya tertuju kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta
mendapatkan limpahan cahaya dari-Nya.
Jiwanya selalu merasa puas terhadap segala yang diperuntukkan baginya, karena
ia mengetahui bahwa rezeki yang diterimanya itu adalah hasil dari ketentuan
Allah swt. Adapun di akhirat dia akan memperoleh balasan pahala yang besar dan
paling baik dari Allah karena kebijaksanaan dan amal saleh yang telah
diperbuatnya serta iman yang bersih yang mengisi jiwanya.

Kesimpulan

Bagi orang-orang yang
berbuat baik, ada pahala yang terbaik, yaitu surga, dan tambahannya, yakni
kenikmatan melihat Allah (Lihat: Surah al-Qiyamah/75: 22-23). Dan wajah mereka
tidak ditutupi debu hitam akibat kesedihan dan tidak pula dalam kehinaan,
tetapi muka mereka berseri-seri ekspresi kegembiraan. Mereka itulah penghuni
surga, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. 
Dalam ayat ini, Allah
menerangkan bahwa bagi orang-orang yang dapat memahami petunjuk dan mengambil
manfaat dari petunjuk itu serta mengamalkannya, Allah akan memberikan pahala
sesuai dengan amal perbuatan mereka. Bahkan untuk menggalakkan mereka agar
lebih giat mengamalkannya, Allah menjanjikan pahala sepuluh kali lipat atau
lebih banyak dari pada itu. Firman Allah: 
(Dengan demikian) Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
jahat sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan Dia akan memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).(an-Najm/53: 31).


Orang yang melakukan amal yang baik akan mendapat imbalan pahala melebihi
pahala yang seharusnya diterima. Mereka itu akan menerima pahala yang berlipat
ganda.
Mereka akan mendapat tambahan pahala lagi yang tidak ternilai harganya, yaitu
mereka akan mengetahui dengan sebenarnya bahwa Allah Yang Mahamulia.
Pengetahuan ini adalah pengetahuan yang paling tinggi, karena mereka mengetahui
dengan sebenarnya Pencipta alam semesta ini, dan membenarkan terjadinya hari
akhir. Mereka hidup bahagia, dari wajah mereka tampak cahaya yang berseri-seri,
sedikitpun tidak terlihat kemurungan dan kemuraman, lantaran mereka itu tidak
merasa kecewa atas keyakinannya yang kuat, dan tidak merasa bersusah hati.


Allah menegaskan bahwa mereka inilah orang-orang yang berhak menjadi penghuni
surga. Mereka akan bertempat tinggal di dalamnya selama-lamanya. Di situlah
mereka mengalami kebahagiaan yang abadi, karena tidak akan merasa bosan dan
jemu akan kenikmatan yang mereka rasakan, dan tidak pula mereka takut akan
berkurangnya kenikmatan atau dikeluarkan dari sana.

Sebagai tanda penyesalan mereka, wajah-wajah mereka terlihat hitam kelam
laksana gelapnya malam, tidak nampak sedikit pun percikan kilat, kemilau
bintang, atau seberkas sinar bulan. Mereka benar-benar menyesali perbuatan yang
dilakukan di dunia. Harapan mereka hampa, karena berpegang kepada keyakinan
yang salah dan mengingkari petunjuk Allah. 
Firman Allah: (Yaitu) pada hari (ketika) seseorang sama sekali tidak berdaya (menolong) orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.(al-Infithar/82: 19).

Allah menegaskan bahwa mereka itu akan menjadi penghuni neraka yang kekal
selama-lamanya dan tidak ada kemungkinan lagi bagi mereka untuk dapat
melepaskan diri karena tempat itulah yang layak bagi mereka. 
Allah berfirman: Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari
itu muram, mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang sangat
dahsyat. (al-Qiyamah/75: 24-25)
. Dan firman Allah:
Dan
pada hari itu ada (pula) wajah-wajah yang tertutup debu (suram), tertutup oleh
kegelapan (ditimpa kehinaan dan kesusahan). Mereka itulah orang-orang kafir
yang durhaka.”(Abasa/80: 40-42).

Adapun orang-orang yang berbuat kejahatan akan mendapat balasan kejahatan yang setimpal dengan yang telah mereka kerjakan dan mereka diselubungi kehinaan akibat dari kejahatan tersebut. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun yang menyelamatkan mereka dari azab Allah, seakan-akan wajah mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita, yakni suram dan muram ekspresi dari penyesalan dan kesedihan yang mendalam. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Dalam ayat ini, Allah memberikan penjelasan bahwa orang-orang yang menyebarkan kejahatan, mengerjakan keonaran di muka bumi serta membangkang dan mengingkari ayat-ayat Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, mereka itu akan mendapat pembalasan yang seimbang, yaitu mereka akan menerima hukuman dari Allah yang setimpal dengan amal perbuatan mereka Wajah mereka tampak kusut karena mereka menderita akibat dari perbuatan syirik yang merasuk ke tulang sumsum mereka, kejahatan yang telah meracuni diri mereka serta penganiayaan mereka terhadap diri mereka sendiri. Pada saat itu mereka tidak dapat membela dirinya, karena memang tidak dapat melindungi diri mereka atau mencegah bencana yang akan ditimpakan kepada mereka. Demikianlah azab yang mereka rasakan dengan penuh penyesalan, akibat menyembah berhala yang mereka anggap sebagai perantara, yang dapat menyampaikan doa-doa mereka kepada Allah. Itulah hari pembalasan dimana tidak ada seorang pun yang menolong mereka kecuali amal baik mereka.

2366 posts

About author
Merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Esai

Menggali Ajaran Alqur'an Tentang Bullying: Larangan dan Hikmah Dibaliknya

1 Mins read
Bullying, suatu perbuatan tercela yang dapat menjatuhkan martabat dan psikis seseorang – yang berupa tindakan fisik, verbal, atau psikologis – perilaku tersebut…
Esai

Dinamika Perkembangan Islamic Studies

2 Mins read
Dinamika perkembangan Islamic studies. Pada tulisan singkat ini, penulis hendak menelisik tentang sejarah Islamic studies, menguraikan sejarah awal perkembangan studi Islam yang…
Esai

Persepsi Warga Dalam Pemilukada 2024

4 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia 2024 (Pemilukada) digelar secara serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights