Penulis: Afifulmi
Dalam kitab Fathul bari disebut bahwa pro-kontra dalam permasalahan ini diprakarsai dari kerancuan dalam beranalogi “jika seorang itu tidak tahu bagaimana takdirnya, maka jika ia berdoa, dan kebetulan klop dengan takdirnya maka sama aja bohong (tahsisul hasil), dan jika tidak sesuai dengan takdirnya maka dia dianggap pemberontak (protes) akan ketetapan Allah. Sementara dalam surat Al Ghafir ayat 60 secara tegas Allah SWT telah berfirman “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk ke neraka Jahanam dalam keadaan hina.”
Golongan Pro Doa
Maka berdasarkan ayat ini para ulama yang pro-do’a berspekulasi bahwa berdoa adalah opsi terbaik ketimbang tidak berdoa dengan dalih “memilih berserah diri” pada takdir Allah SWT.
Golongan ini juga berspekulasi bahwa doa sendiri merupakan sebuah ibadah, sehingga melakukan ibadah-dalam hal ini doa- tentu lebih utama ketimbang diam (tidak berdoa) pun, doa adalah hak keTuhanan yang selayaknya dipenuhi, terlepas dari dikabulkan atau tidak itu semua hanya bonus, dan bagi seorang hamba tidak selayaknya menuntut untuk dikabulkan.
Mayoritas ulama yang pro-do’a juga menepis kelompok yang kontra- doa dengan mengatakan bahwa “berdoa adalah bentuk ibadah teragung” dengan berpijak pada hadis (الدعاء مخ العبادة) “Doa adalah esensi sebuah ibadah,” pun dalam banyak hal nabi Muhammad SAW telah mendorong para sahabatnya agar senantiasa berdoa seperti dalam hadits Abu Hurairah ليس شئ اكرم على الله من الدعاء “Tidak ada hal yang lebih mulia daripada sebuah do’a”, sekaligus hadis yang diriwayatkan dari Imam Ahmad dan imam Bukhari dalam bab “Al-Adab Al-Murtad” من لم يسئل الله يغضب عليه “Barangsiapa yang tidak berkenan meminta kepada Allah, maka Allah akan murka kepadanya.”
Dalam doa sendiri sesungguhnya terdapat sebuah pelajaran penting yaitu menampakan karakteristik penghambaan yang begitu lemah dan bergantung pada dzat yang maha memiliki. Sehingga dalam suatu kesempatan Imam Abu Hazim Al-A’raj berkata “Sungguh terhalanginya diriku dari tidak berdoa lebih berat, daripada terhalangnya doa-ku dari ijabah (terkabul).”
Dalam menjawab persoalan yang diajukan oleh kelompok kontra-doa “barangsiapa yang disibukkan dengan mengingat kepadaku, sehingga tak sempat untuk meminta, maka saya akan memberinya hal yang lebih baik dari apa yang orang-orang (pendoa) minta” yang seolah- olah mengatakan bahwa tidak berdoa adalah yang paling utama dimana justru bersebrangan dengan ayat yang mengecam perilaku mereka yang tidak mau berdoa.
Imam Qasthalani dengan tegas mengatakan “ketika pikiran dipenuhi (tenggelam) oleh dorongan untuk memuji (dzikir) kepada Allah, maka dzikir (memuji) jauh lebih baik daripada berdoa, karena Allah jauh lebih utama dari apapun yang dia minta dalam doanya, termasuk surga sekalipun.”
“Sedangkan seorang yang tidak begitu, maka bagi dirinya yang lebih utama adalah berdoa karena doa adalah bagian dari jalan alternatif untuk menyadari atau ikrar atas super power tuhan dan kelemahan selai-Nya.”
Golongan Kontra Doa
Sedangkan sebagian ulama lain berspekulasi bahwa yang terbaik justru diam sekaligus tunduk dan pasrah dibawah kontrol takdir yang telah digariskan oleh Allah sejak dahulu, karena mereka beralasan bahwa ayat yang dijadikan rujukan para ulama yang pro-do’a kurang tepat, dengan bukti dalam akhir ayat tersebut Allah SWT menyebutkan “ان الذين يستكبرون عن عبادتي” yangbmenunjukkan bahwa kata do’a tersebut diartikan sebagai ibadah bukan meminta/memohon atau sejenisnya, sekaligus mereka merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir dari nabi Muhammad SAW berkata ” الدعاء هو العبادة “lantas beliau (Rasulullah) membaca ayat al-Ghafir tersebut.
Imam Al-Wasathi mengatakan “pilihan atas segala yang terjadi pada dalam kehidupan anda lebih baik daripada menampiknya”, karena sungguh Rasulullah SAW sendiri dalam salah satu hadis qudsi nya bersabda “Allah SWT berfirman “barangsiapa yang tenggelam dalam menggingatku, sehingga tidak sempat untuk meminta, maka akan aku beri hal yang lebih baik dari apa yang aku berikan kepada para peminta.”
Salah satu ulama yang mendukung pendapat ini adalah Syaikh Mustafa Afandi At-Turkiy.
Golongan Non-blok (netral)
Sebagian kelompok lain mengatakan “wajib bagi seorang hamba untuk senantiasa berdoa, sekaligus berjiwa pasrah dan menerima.
Imam Abu Qasim berkomentar “sesungguhnya (kondisi) di setiap waktu itu berbeda-beda, maka pada satu kondisi tertentu berdoa adalah pilihan terbaik ketimbang hanya pasrah dan diam, pun dalam kondisi lain terkadang diam justru yang terbaik, atas nama ber-etika kepada tuhan, sehingga sudah selayaknya bagi setiap hamba untuk mengetahui kondisi-kondisi ini, karena dengan ini, seseorang hamba akan tahu, kapan dia harus berdoa? Kapan dia harus diam dan menerima? Jika suatu saat hatinya menuntutnya untuk berdoa, maka berdoa adalah prioritas, pun sebaliknya.”
Beliau juga menambahkan “seyogianya bagi seorang hamba untuk tidak lupa bahwa Allah senantiasa mengetahui kondisi seorang hamba pada saat berdoa kepada-Nya, yang berarti dia pun harus tetap mempertahankan kondisi tersebut, maka jika sewaktu berdoa dia merasa ditambah kelapangannya, berarti waktu ini pas buat berdoa, jika sewaktu berdoa dalam hatinya justru merasakan sebuah kejanggalan atau seperti ada sebuah penolakan, berarti pada waktu ini yang terbaik adalah tidak berdoa, atau mungkin tidak merasakan akan apapun sewaktu berdoa, maka antara berdoa ataupun tidak adalah sama saja.”
إن العبد يدعو الله وهو يحبه فيقول الله عز وجل : يا جبريل اقض لعبدي هذا حاجته وأخِّرها فإني أحب أن اسمع صوته ، وإن العبد ليدعو الله وهو يبغضه فيقول الله عز وجل : يا جبريل اقض لعبدي هذا حاجته وعجلها فإني أكره أن اسمع صوته
Imam Al Qusyairi setelah menguraikan pendapat mengenai hal ini, yaitu lebih baik mana antara berdo’a, atau diam sekaligus berserah diri pada takdir? Beliau menyatakan “pendapat yang mengatakan bahwa berdo’a adalah lebih baik, selayaknya lebih diunggulkan karena banyak banyak dalil pendukungnya, juga karena esensi dari sebuah do’a itu sendiri yaitu memperlihatkan kepatuhan (rendah hati), dan butuh kepada Allah SWT.