Al-Qur’an tidak hanya sekadar kitab suci bagi umat Islam, tetapi juga sebuah mukjizat abadi yang terus mengundang decak kagum dari berbagai kalangan, baik dari aspek kebahasaan, ilmiah, historis, maupun spiritual. Konsep I’jaz al-Qur’an merujuk pada ketidakmampuan manusia, baik secara individu maupun kolektif, untuk menandingi atau meniru keunikan dan kesempurnaan Al-Qur’an.
Berikut adalah ulasan mendalam mengenai pengertian, aspek, pandangan ulama, serta perkembangan kajian I’jaz al-Qur’an dari masa ke masa.
Apa Itu I’jaz al-Qur’an?
Secara etimologis, kata I’jaz berasal dari kata a’jaza – yu’jizu – i’jazan, yang berarti “melemahkan” atau “membuat tidak mampu”. Dalam konteks Al-Qur’an, I’jaz merujuk pada ilmu yang membahas keistimewaan-keistimewaan Al-Qur’an sehingga manusia tidak mampu menandinginya.
Secara terminologis, para ulama mendefinisikan I’jaz sebagai berikut:
* Ali Ash-Shabuni: Menetapkan kelemahan manusia untuk menandingi hal yang serupa dengan Al-Qur’an.
* Az-Zarqani: Sesuatu yang melemahkan atau menundukkan manusia, menunjukkan keberadaan hal di luar kebiasaan dan logika manusia biasa.
* Manna’ Al-Qaththan: Bukti kebenaran Nabi Muhammad dalam menyampaikan risalahnya.
Aspek-Aspek I’jaz Al-Qur’an
1. Kebahasaan
Gaya bahasa Al-Qur’an sangat unik, indah, penuh makna, dan mustahil untuk ditiru dari segi retorika, struktur, dan kedalaman maknanya.
2. Ilmu Pengetahuan
Al-Qur’an mengandung isyarat-isyarat ilmiah yang sesuai dengan penemuan sains modern, seperti embriologi, astronomi, dan fenomena alam.
3. Historis
Kisah-kisah sejarah dalam Al-Qur’an terbukti akurat melalui temuan arkeologi dan penelitian sejarah yang mendalam.
4. Berita Gaib
Al-Qur’an memuat nubuwwah (ramalan) dan informasi tentang masa lalu serta masa depan yang hanya dapat diketahui melalui wahyu.
5. Isyarat Ilmiah
Banyak ayat Al-Qur’an yang selaras dengan fakta ilmiah, seperti siklus air, perkembangan janin, dan struktur langit.
6. Al-I’jaz at-Tasyri’i
Berkaitan dengan hukum dan peraturan syariat yang relevan sepanjang zaman, adil, dan sesuai dengan fitrah manusia.
Pandangan Ulama tentang I’jaz Al-Qur’an
Ulama Klasik:
* Abdul Qahir al-Jurjani: Menekankan keunggulan struktur kalimat (an-nazm) sebagai inti kemukjizatan.
* Ibrahim an-Nazzam: Mengemukakan teori ash-sharfah, yaitu pengalihan kemampuan manusia untuk meniru Al-Qur’an oleh Allah.
* Al-Baqillani: Menyebut tiga bukti mukjizat: bahasa, berita gaib, dan keberadaan wahyu dari seorang ummi.
* Ar-Rummani: Menyebut tujuh aspek I’jaz, termasuk balaghah dan ash-sharfah.
Ulama Kontemporer:
* Sayyid Qutb: Menonjolkan I’jaz linguistik dengan keindahan bahasa dan retorika yang tak tertandingi (Taswir Fanni).
* Maurice Bucaille & Harun Yahya: Fokus pada I’jaz ilmiah, menunjukkan kesesuaian ayat dengan temuan sains modern.
* Dr. Ziauddin Sardar & Dr. M. Amin Abdullah: Menyoroti aspek historis, epistemologi, dan moral dalam I’jaz Al-Qur’an.
Perkembangan Kajian I’jaz Al-Qur’an
* Abad ke-3 Hijriyah: Awal kajian sistematis oleh tokoh seperti Al-Jahiz, Al-Baqillani, Al-Jurjani, dan Az-Zamakhsyari.
* Masa Keemasan Islam (Abad 8-13 M): Kajian I’jaz berkembang pesat seiring kemajuan filsafat dan ilmu pengetahuan.
* Abad Modern: Kebangkitan kembali kajian I’jaz oleh tokoh seperti Muhammad Abduh, Sayyid Qutb, dan Aisyah Bintu Syati’.
* Era Kontemporer: Kajian multidisipliner dan interdisipliner semakin memperkaya pemahaman tentang kemukjizatan Al-Qur’an.
Kesimpulan
I’jaz al-Qur’an bukan hanya sekadar konsep teologis, melainkan juga tantangan intelektual dan spiritual yang terus relevan hingga hari ini. Dari keindahan bahasanya yang memesona hingga kedalaman ilmiah dan historisnya yang terbukti, Al-Qur’an tetap menjadi mukjizat yang hidup, menginspirasi, dan membimbing umat manusia menuju kebenaran sejati.
Dengan mempelajari I’jaz al-Qur’an, kita tidak hanya memahami keagungan kitab suci ini, tetapi juga semakin yakin akan kebenaran risalah Islam yang abadi dan universal.

