KULIAHALISLAM.COM-Ketua umum Pengurus Besar Gerakan Pemuda PARMUSI (GP PARMUSI), Kifah Bey mengkritisi pandangan beberapa elit politik yang menyatakan bahwa untuk menjadi ketua umum partai haruslah seorang tauke atau bandar. Hal ini disampaikan pada Kamis, (21/08/2025) pada kuliahalislam.com di Jakarta. Menurutnya istilah tersebut merupakan konotasi yang negatif bagi dunia politik, khususnya dunia politik islam.
“Istilah tersebut kurang elok, apalagi disematkan kepada partai yang punya ideologi jelas seperti PPP”, sebut pria yang akrab dipanggil Gus Kifah ini.
Ia menggarisbawahi bahwa besar-kecilnya suara partai politik, bukan dikarenakan kurangnya pendanaan dan logistic, melainkan karena kurang merawat akar jaringan pemilihnya dan program-program yang berdampak pada konstituen. Ia menyebut bahwa pada pemilu 2024, PPP misalnya kuat secara logistic dan pendanaan tapi minim interaksi dan program ke konstituen. Padahal konstituen PPP di pemilu-pemilu sebelumnya merupakan kalangan yang jelas yaitu Para Kiyai, Santri, Ustadz, Dai dan Aktivis.Pada akhirnya PPP tidak mempunyai wakil di parlemen untuk memperjuangkan suara konstituennya.
Oleh sebab itu, dirinya berharap bahwa partai ideologis Islam seperti PPP harus bisa membangun kembali segmenting perjuangan yang jelas.
“Iya (harus) kembali akar, misalnya kalau PPP ya harus ke kalangan para Kiyai, Santri, Ustadz, Dai dan Aktivis”, tambahnya.
Di akhir, dirinya menegaskan bahwa sebagai unsur pemilik saham pendiri di PPP, GP PARMUSI mendo’akan yang terbaik siapa yang menahkodai partai kelak. Meskipun GP Parmusi sebagai sayap PARMUSI tidak terikat secara organisasi, namun akar fakta sejarah tetap tertulis bahwa PPP hadir karena saham fusi 4 Partai ketika itu yaitu: PARMUSI, NU, PERTI dan Sarikat Islam. Dalam perjalanannya, semua partai tersebut berubah menjadi organisasi masyarakat (ormas), hingga saat ini.
“Kami hanya bisa mendo’akan agar partai ideologis Islam seperti PPP, bisa mewarnai Kembali produk kebijakan nasional yang pro keummatan dimasa mendatang”, pungkasnya.