BeritaEsaiPolitik

Menakar Peluang Politik Santri, Antara Harapan dan Tantangan

2 Mins read

KULIAHALISLAM.COM- Beberapa hari yang lalu, perhatian publik tersita oleh deklarasi Kiyai Bey Fanani, cucu pendiri Pondok Modern Gontor, yang menyatakan diri maju sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam muktamar mendatang. Dengan membawa visi “Kembali ke Khittah 1973”, beliau tidak sekadar menawarkan perubahan kepemimpinan, tetapi juga berusaha mengembalikan wajah partai yang dibesarkannya ke akar perjuangan tradisional berbasis komunitas kiyai dan santri. Ini dianggap sebagai langkah strategis untuk mengukuhkan peran PPP sebagai representasi kepentingan umat Islam di panggung nasional.

 

Namun, langkah Kiyai Bey juga menyiratkan tantangan besar. Seiring waktu, partai berbasis Islam seperti PPP menghadapi keraguan tentang relevansi dan kemampuan mereka dalam beradaptasi dengan dinamika sosial-politik modern. Apakah partai-partai Islam di Indonesia masih mampu memantik kebangkitan politik yang efektif, atau justru makin tersisih?

 

Dalam beberapa kesempatan misalnya, berbagai akademisi menawarkan pandangan yang kritis sekaligus reflektif. Dr. Fachry Ali, akademisi dari UIN Syarif Hidayatullah, berpendapat bahwa banyak partai Islam yang gagal memahami dan merespons perubahan sosial-politik masyarakat modern. Ia menunjuk pada fenomena PKS yang berubah dari partai Islam militan menjadi partai yang lebih moderat dan dalam beberapa kasus, kehilangan identitas keislamannya. Begitu pula dengan PKB dan PAN yang secara perlahan melepas citra berbasis massa Islam mereka dan merangkul lebih banyak elemen sekuler dalam strategi politiknya.

 

Sementara itu, dalam Pemilu 2024, hanya Partai Ummat dan PBB yang secara konsisten mempertahankan basis Islam murni, namun keduanya gagal melewati ambang batas parlemen. Realita ini menjadi sinyal kuat bahwa elektabilitas partai Islam murni menghadapi kendala signifikan.

 

Tidak jauh beda, Dr. Burhanuddin Muhtadi, menegaskan bahwa kedekatan partai politik dengan aspirasi konstituen menjadi kunci utama. Ia mencatat bahwa masyarakat makin mengedepankan sistem dan kebijakan institusi ketimbang figur tokoh tunggal, sehingga partai yang mampu merawat hubungan erat dengan basisnya berpeluang mengoptimalisasi suara.

Baca...  Mereguk Seni Hidup Ala Kiyai Bey Fananie

 

Sebaliknya, realitas di lapangan memperlihatkan gambaran yang cukup kontras. Survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2022 menunjukkan bahwa 71,4% rakyat Indonesia masih menempatkan agama sebagai faktor penting dalam kehidupan politik mereka. Data ini membuktikan bahwa nilai-nilai religius masih melekat kuat, terutama dalam konteks perkotaan di mana religiusitas sebenarnya semakin meningkat. Misalnya, kajian Bandung Kota Agamis Tahun 2022 menegaskan tingginya tingkat kedalaman nilai agama dalam kehidupan sosial masyarakat perkotaan yang dinamis tersebut.

 

Fenomena ini memberi peluang sekaligus tantangan bagi partai Islam untuk merevitalisasi basis dukungan mereka dengan cara yang relevan dan kontekstual. Yang tidak kalah signifikan adalah kemunculan kelompok sempalan yang berafiliasi dengan jaringan HTI. Meski menolak sistem partai politik formal, kelompok ini aktif mengampanyekan penegakan syariat Islam dan romantisme peradaban politik Islam, sekaligus memiliki pengaruh besar melalui media sosial.

 

Tokoh seperti Ustadz Felix Siauw dan Fatih Karim misalnya, memiliki kurang lebih terakumulasi 3,5 jutaan pengikut di berbagai platform digital, yang tak kalah pentingnya dalam membentuk opini dan gerakan politik Islam. Kanal YouTube dan Instagram mereka menjadi medium vital dalam mobilisasi massa dan penanaman nilai, yang jika dianalisis berdampak pada peta politik nasional secara signifikan. Dengan basis pengikut digital mereka dapat menjadi kekuatan tidak berwujud tetapi sangat strategis. Sebagai kalkulasi gambaran misalnya, jumlah ini kurang lebih sama dengan suara yang dikumpulkan oleh partai bernuansa sekuler progresif seperti PSI.

 

Melihat pengalaman di Turki, di mana gerakan Islam politik pernah ditekan dan dilarang, namun akhirnya tumbuh dan bertransformasi menjadi kekuatan politik yang kritikal, memberi inspirasi penting. Semangat dan akar budaya politik Islam tidak mudah mati, melainkan menyesuaikan diri dan mengakar dalam sendi kehidupan masyarakat secara luas.

Baca...  Surya Dharma Ali: Wajah Muslim Moderat dalam Kepemimpinan Modern

 

Indonesia, dengan kekayaan budaya santri dan tradisi Islamnya, memiliki potensi besar untuk menyaksikan kebangkitan politik Islam yang lebih inklusif dan bermartabat, asalkan partai-partai mampu menyelaraskan visi mereka dengan harapan umat dan realitas sosial politik yang ada.

 

Kebangkitan politik santri dan partai Islam di Indonesia bukanlah perkara mudah. Mereka harus mampu menjawab tantangan zaman dengan tetap menjaga prinsip dan identitas keislamannya, sambil memproduksi solusi nyata bagi umat dan bangsa. Hanya dengan demikian, peradaban masyarakat madani yang diridhai Allah SWT dapat benar-benar terwujud.

 

Wallahu alam bishawab

33 posts

About author
Penggemar Buku, Teh, Kopi, Coklat dan senja. Bekerja paruh lepas menjadi Redaktur Kuliahalislam.com .Lekat dengan dunia aktivisme, Saat ini diamanahkan sebagai Bendahara Umum PCM Cilandak,Jakarta Selatan periode 2022-2027 dan Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Pengurus Besar Gerakan Pemuda Persaudaraan Muslim Indonesia (PARMUSI) periode 2024-2027.
Articles
Related posts
EsaiTokoh

Ustadz Farid Okbah, Mandiri Menapaki Jalan Sunyi

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM- Ustadz Farid Okbah, sekilas kita memahami dirinya mempunyai ciri khas jenggot sunnah dan tatapan tajam yang menggambarkan kedalam visinya dalam hidup…
EsaiFilsafatKeislaman

Muslim dan Politik, Antara Hitam dan Putih?

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM-Dahulu, ketika SMA, saya pernah menemukan kawan yang berpandangan bahwa politik itu kotor. Politik menurutnya adalah tempat para munafik bersatu hanya untuk…
Berita

Mengenal Bambang: Muadzin Tetap Masjid Nurul Huda

1 Mins read
2 Tahun lamanya Bambang diberhentikan dari PT Sritek terletak di Kelurahan Jetis, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Pasalnya saat itu permasalahan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights