Dalam undangan yang telah disebar, acara Seminar bertajuk “Buku, Desa, dan Masa Depan: Menyemai Harapan Lewat Literasi” akan dilakukan pada 31 Juli, tepat di pukul sembilan pagi. Di saat perwakilan sekolah yang ada di Girijati telah menyelesaikan barisannya di pintu masuk balai kelurahan, mereka harus menunggu untuk menyimak kegiatan itu.
Delapan belas menit berlalu, Penantian itu pupus, setelah Sukma Ayu, mahasiswi UIN Sunan Kalijaga, membuka acara. Jajaran tamu undangan yang sedari tadi menunggu di kantor Kepala Kelurahan masuk dan duduk di bangku paling depan dekat banner seminar. Semuanya laki-laki. Mahasiswa KKN yang terbagi empat kelompok (Dusun Jorong, Parangrejo, Dringo, dan Watugajah) mengenakan almamater hijau tua menempati kursi paling belakang, tepat setelah tempat duduk para siswa.
Ketua pelaksana dari gabungan kelompok mahasiswa KKN di Girijati, Moh. Faizin, memberikan sambutan pertama kali. “Perpustakaan ini tidak hanya berhenti di program KKN, tapi kami berharap akan terus berlanjut, sehingga bisa membantu mengembangkan pendidikan di desa ini,” ucapnya tanpa keraguan. Kemudian dilanjutkan oleh perwakilan dari Kapanewon Purwosari, Didik Tamtama, dan yang terakhir Karsono selaku Kepala Kelurahan Girijati.
Tak bisa dielak, kedua petinggi tersebut menyambut dengan gembira atas kegiatan ini. Mereka tak dapat membendung rasa terima kasih. Di saat Karsono hendak mengakhiri sambutannya, Ia menyadari kalau Kelurahan masih belum bisa menyediakan tempat yang tepat untuk perpustakaan. “Semoga setelah renovasi, perpustakaan bisa dipindah ke tempat yang lebih layak,” terangnya.

Sambutan-sambutan. (foto: dokumentasi KKN UIN Sunan Kalijaga Girijati)
Pukul sembilan empat puluh baru memasuki acara inti, yakni Seminar yang di isi oleh Indra Suryanto, St., ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat DIY dan di moderatori oleh Khairul Anam, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Layar Proyektor di pojok kanan depan menampilkan materi seminar.
Narsum tak langsung menjelaskan materinya. Ia berkeliling menemui audiens. Jantung yang sedang bersantai tiba-tiba tegang; Hp di genggaman pun menampilkan kecanggihannya. Dari Sd sampai mahasiswa pun kena pertanyaan, “apa itu literasi.” Semua jawaban diterima baik oleh Narsum. Hanya ada satu yang mengejutkan, yakni sebuah jawaban dari seorang anak yang masih mengenakan seragam sekolah, “Literasi itu… opo yo.” Narsum tersenyum mendengar jawaban itu, “Kok tanya balik,” sahutnya.
Setelah puas dengan pelbagai jawaban, Narsum kembali ke depan. Ia menatap slide yang ditampilkan cahaya proyektor. “Ada perbedaan antara membaca buku dan melihat video di sosial media,” terangnya. Ia menganalogikan menonton video di sosial media itu seperti memegang gajah dengan mata tertutup. Seorang akan gagap menjelaskan apa yang diraba, karena sentuhan hanya sebatas telapak tangan–tidak menyeluruh. Berbeda dengan membaca buku yang menyediakan informasi yang komplit.
“Buku tidak hanya sekadar bacaan, tetapi jembatan yang menuju pengetahuan dan kreativitas.” Terangnya, “Dengan buku, masyarakat desa dapat meraih masa depan yang gemilang melalui jalur wawasan dan keterampilan. Sebuah pondasi berkelanjutan dan berdaya saing.”
Narsum juga menjelaskan kalau banyak sekali perpustakaan desa yang hanya menjadi pajangan. Penyebabnya karena orang-orang menganggap membaca itu tidak memberikan dampak praktis. “Lek wes moco terus lapo” Narsum memperagakan pendapat orang-orang terkait membaca.
Tentunya itu menjadi problem yang tak bisa dielak oleh perpustakaan desa. Narsum mempunyai strategi untuk masalah itu, yakni dengan mengadakan program yang begitu dengan masyarakat: sejarah, tradisi, dan nilai-nilai lokal. “Biasae awet kalau dicantolke akar budaya.”
Di tengah pemaparan materi, seorang anak berbisik pada mahasiswa yang duduk di belakangnya, “kapan mari e, mas? Aku wes sayah.” Sepertinya banyak audiens yang mulai kelelahan dan kebosanan. Beberapa audiens pun melampiaskan kejenuhannya dengan berpamitan ke toilet; mereka berangkat tidak sendirian, tetapi gerombolan.
Mungkin, Narsum mengetahui itu, sehingga ia mempercepat materinya dan masuk ke sesi tanya jawab yang begitu singkat–moderator hanya mempersilahkan empat pertanyaan. Semua dijawab cepat, kecuali pertanyaan Ibu Widarti terkait pengelolaan perpustakaan.
“Selalu ada tantangan di setiap daerah,” terang Narsum. Ia mulai kembali ke masa lalu, ke perpustakaan yang ia ampuh. Singkatnya, memberikan tata kelola perpustakaan berbasis keluarga yang melibatkan orang tua dan anak-anak. Tidak hanya itu, perpustakaan juga menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang dapat membius seseorang untuk membaca; mempraktikkan sesuatu yang didapatkan dari buku, membuat pupuk misalnya.
Audiens sumringah ketika Sukma Ayu sebagai MC (Master of Ceremony) kembali menjadi pengendali acara. Seminar telah usai, pintu rumah tak lama lagi digapai. Namun, siapa sangka ternyata masih ada sesi yang mengejutkan. Sesi terakhir, sebuah refleksi yang dinahkodai oleh Dr. H. Muhsin Kalida, S.Ag, M.A., M.Pd., Dosen UIN Sunan Kalijaga.
Untuk memecah kebosanan, Muhsin membuat sebuah yel-yel, “Membaca, menulis, perintah agama hukumnya wajib… Yes.” Tanpa bantuan mikrofon, suaranya paling keras dari semuanya. Ia menyerukan untuk mengulangi sebanyak tiga kali, sampai audiens benar-benar bersemangat kembali.
Refleksi dimulai dengan Surat Al Alaq ayat satu sampai lima. Ayat pertama menyerukan untuk membaca; ini menjadi pondasi kuat bagi pemeluk Islam kalau membaca itu perintah dari Yang Maha Esa. “Semua harus dibaca,” tegas Dosen Pembimbing Lapangan KKN kelompok Watugajah dan Dringo. “Membaca jangan menunggu mood. Jika Mood ditunggu, yang datang malah Mudayana,” tambah sebuah tips dengan nada bercanda.

Launching Perpustakaan. (foto: dokumentasi KKN UIN Sunan Kalijaga Girijati)
Pita biru di depan perpustakaan telah terputus, pertanda acara usai, dan tantangan baru mulai disemai. Harapan yang dituang, menjadi PR bersama seluruh jajaran masyarakat kelurahan Girijati dan keempat kelompok KKN–yang bentar lagi akan kembali ke pangkuan UIN Sunan Kalijaga. Akankah perpustakaan desa ini akan menghidupi hidup di kalangan masyarakat atau hanya sebatas pajangan saja? Semua akan terlihat, waktu yang bakal menjawab.