Penulis: Muhammad Ziaurrahman*
KULIAHALISLAM.COM – Tradisi Jawa merupakan warisan dari para leluhur yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa. Masyarakat di Jawa memiliki tipikal yang masih ajeg dan inklusif dalam menjalankan warisan tradisi. Warisan tradisi tersebut terdiri dari berbagai macam ragam salah satunya adalah tradisi uluk salam.
Uluk Salam
Uluk salam merupakan istilah yang sudah familiar dan tidak asing di telinga kita. Makna uluk salam adalah uluk berarti tinggi atau mulia dan salam berarti sapaan atau kedamaian. Pada hakikatnya dalam hal ini tidak ada yang direndahkan atau merasa dirugikan karena menyapa dan mengucap salam terlebih dahulu. Malah sebaliknya, memberi sapaan atau salam kepada orang lain merupakan suatu hal yang terpuji.
Memberi salam atau sapaan, merupakan suatu tradisi yang sangat khas dan sudah menjadi kebiasaan dikalangan masyarakat Indonesia khususnya didalam budaya Jawa. Budaya Jawa penuh dengan tradisi dan kebijaksanaan yang terwariskan, salah satunya adalah dengan istilah uluk salamnya.
Uluk salam dalam budaya Jawa menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan atau terkenal dengan sebutan unggah-ungguh. Hal ini dapat kita lihat dari perbedaan tingkatan tutur yang harus sesuai dengan lawan bicara kita. Tingkatan tutur tersebut adalah ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan juga krama alus.
Dalam tradisi Jawa unggah-ungguh ini diterapkan kepada siapapun, baik kepada yang usianya lebih muda ataupun kepada yang usianya lebih tua. Terlihat dari kebiasaan orang Jawa ketika berada di jalan dan melintas dihadapan orang lain baik dikenal ataupun tidak, akan selalu beruluk salam dan menyapa orang tersebut dengan kata amit nuwun sewu, monggo mas, monggo mbak, dan sebagainya. Contoh lain adalah ketika berkunjung ke rumah orang dan ketika mengetuk pintu akan mengucap salam disertai kalimat kulo nuwun.
Uluk Salam dalam Perspektif Islam
Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketentraman dan menebar perdamaian. Beruluk salam adalah salah satu cara untuk menciptakan kedamaian dalam kehidupan. Di dalam kitab sahih Bukhari terdapat hadis yang menjelaskan bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:
أَىُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ ، وَعَلَى مَنْ لَمْ تَعْرِفْ
“Amalan Islam apa yang paling baik?” Rasulullah SAW lantas menjawab, “memberi makan (kepada orang yang membutuhkan) dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenali dan kepada orang yang tidak engkau kenali.” (H.R. Bukhari no. 5767).
Dalam hadis tersebut dijelaskan tradisi uluk salam menjadi amalan yang paling baik dalam Islam. Tradisi beruluk salam menjadi spirit positive dalam menebar perdamaian serta membuat kita menyadari makna sebuah hubungan baik, keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan harus diciptakan secara bersama-sama.
Uluk-salam dalam Islam tidak hanya sekadar sapaan yang tidak bernilai, atau sekadar basa-basi semata, akan tetapi uluk salam adalah sapaan salam yang terkandung do’a didalamnya.
Keseimbangan antara Agama dan Tradisi
Memahami Islam dapat melalui berbagai pendekatan, salah satunya melalui pendekatan budaya. Pendekatan budaya dalam studi Islam merupakan metodologi untuk memahami agama dengan menggunakan kebudayaan sebagai kacamatanya. Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang serta diwariskan dari generasi ke generasi meliputi aturan, cara, dan jalan hidup manusia.
Pendekatan budaya merupakan metodologi yang mudah diterima oleh masyarakat. Seseorang lebih mudah terbuka serta yakin dengan orang lain apabila memiliki perilaku yang sama dengan sekelompok tersebut dengan begitu kelompok tersebut dapat menerima kita. Peran dakwah Wali Sanga dalam menyebarkan Islam di Nusantara menjadikan bukti bahwa akulturasi budaya antara Islam dengan budaya Nusantara dapat diterima dengan baik serta membawa dampak yang positif.
Tradisi uluk salam Jawa ini membawa pengaruh yang positif dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa. Meskipun tradisi uluk salam Jawa ini masih bersifat umum tidak hanya orang Islam yang menerapkan sekalipun orang yang beragama lain juga menerapkan hal yang demikian, namun tradisi ini sangat kental dan sesuai dengan nilai-nilai Keislaman. Lantas apakah sebuah tradisi dan agama itu dapat menyatu? Jawabannya adalah tradisi dan agama merupakan suatu kesatuan tapi masih dapat dibedakan.
Kesatuan agama dan tradisi mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi, bisa kita lihat penerapan tradisi uluk salam dalam Jawa yang terkenal dengan unggah-ungguhnya sangat mengedepankan sifat menghormati orang lain tanpa memandang usia, menjunjung tinggi sopan santun, dan mengedepankan sikap toleransi. Secara tidak langsung uluk salam Jawa adalah salah satu penerapan tradisi dengan menerapkan nilai-nilai Keislaman.
Agama dan tradisi juga memiliki perbedaan, agama seringkali disebut sebagai hasil final, mutlak atau abadi dan tidak mengenal perubahan. Sedangkan budaya atau tradisi memiliki sifat yang temporer dan relatif sehingga dalam tradisi masih sangat bisa terjadi perubahan dalam penerapannya seiring dengan berjalannya waktu.
Simpulan
Tradisi Jawa uluk salam atau sapaan merupakan tradisi yang menerapkan nilai-nilai Keislaman dalam kehidupan sosial. Tentunya kita sebagai generasi penerus harus melestarikan budaya yang sudah ada agar sesantiasa terjaga dan terus menerus menjadi warisan tradisi dalam kehidupan sosial.
Lantas apakah kita mampu untuk menjaga tradisi tersebut? Ataukah malah sebaliknya terpengaruh dengan tradisi diluar sana yang tidak menerapkan nilai-nilai Islami? Coba kita tanyakan pada diri kita sendiri.
*) Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya