Mengenal Apa Itu Ijtihad
KULIAHALISLAM.COM – Ijtihad memiliki sejarah yang panjang dalam Islam. Bahkan, sejak Islam ada, ijtihad telah menjadi aktivitas penting untuk memberikan kepastian dan pedoman bagi masyarakat awal Islam. Bahkan sampai sekarang dan sampai akhir zaman, ijtihad tetap menempati posisi penting dalam masyarakat Islam.
Kata ijtihâd terambil dari kata dasar jâhada. Kata ini secara bahasa bisa diartikan dengan: “kerja keras”, “giat”, “tekun”, dan “sungguh-sungguh”. Sedangkan secara istilah, ijtihad memiliki pengertian: pencurahan tenaga pikiran untuk mengambil hukum yang bukan qath`i dari suatu dalil.
Ijtihad menurut ulama ushul ialah usaha seorang yang ahli fikih yang menggunakan seluruh kemampuannya untuk menggali hukum yang bersifat ‘amaliah (praktis) dari dalil-dalil yang terperinci.
Ijtihad secara harfiah berarti usaha keras dan gigih. Sedangkan secara teknis berarti penggunaan penalaran hukum secara independen untuk memberikan jawaban atas suatu masalah ketika Alquran dan Hadis “diam” tak memberi jawaban.
Konsep ijma’ (konsensus) muncul sebagai hasil upaya percobaan ijtihad. Artinya, ijtihad telah menuntun para perintis hukum kepada kesimpulan bahwa konsensus masyarakat atau para ulama atas suatu masalah, harus dijadikan salah satu sumber syari’ah. Sunnah mendukung ijtihad sebagai sumber syari’ah.
Rasulullah SAW adalah seorang mujtahid (ahli ijtihad) dengan sebutan “Mujtahid Pertama”. Ijtihad beliau terbatas di dalam masalah-masalah yang belum ditetapkan hukumnya oleh wahyu (Alquran). Apabila hasil ijtihad Rasulullah SAW itu benar, maka turun wahyu membenarkannya. Dan jika ijtihad Rasulullah SAW salah, turun wahyu untuk meluruskan kesalahan itu.
Pada akhir abad dua puluh sampai saat ini, perkembangan hukum Islam memasuki babak baru, yaitu telah tumbuh kesadaran dari kalangan ahli atau ulama fikih untuk membebaskan diri dari ke-taqlid-an.
Kesadaran ini pertama kali muncul di kalangan ulama fikih yang berijtihad di Mesir. Hal ini dikarenakan banyak persoalan-persoalan yang timbul di abad modern yang tidak dapat ditemui jawabannya dari fikih yang sudah ada.
Mulailah para mujtahid yang adalah ulama fikih melakukan ijtihad tanpa harus merujuk kepada fikih yang sudah ada dan langsung kepada sumber hukum Islam, yaitu Alquran dan Hadis serta amal para salaf saleh.
Mereka berpendapat bahwa mazhab-mazhab yang dipegang oleh jumhur ulama semuanya juga kembali kepada prinsip pokok agama Allah yang benar dan bersumber dari sumber-sumber sebagaimana yang telah disebutkan
Sebab objektivitas Islam secara lahiriah diyakini mampu menjawab problem disetiap zaman khususnya problem sosial ekonomi, termasuk pada bulan ramadan mendatang.
Sehingga dinilai menjadi pondasi awal dalam merumuskan jawaban yang relevan dengan konteks atau zaman. Proses rasionalisasi ini biasa dengan melalui berbagai seperti metode qiyas, istihsan, maslahah murshalah dalam ilmu fikih. Dalam ilmu logika dikenal dengan berbagai metode penalaran deduktif, induktif dan rasional ilmiah lainnya.
Tantangan Ijtihad Dewasa Ini
Dalam buku Fazlur Rahman yang berjudul ”Membuka Pintu Ijtihad” menjelaskan bahwasanya, generasi-generasi awal muslim tidak memandang ajaran-ajaran yang di sampaikan oleh nabi Muhammad, sebagai pengetahuan yang bersifat statis tetapi merupakan pengetahuan yang kreatif dan adaptif dalam menjawab masalah-masalah yang ada dengan Alquran dan sunnah yang menjadi landasan ajaran-ajaran tersebut yang harus direalisasika secara progresif.
Islam merupakan ajaran yang dapat menyesuaikan langkah dan ajarannya sangat elastis sesuai dengan visinya Rahmatan Lil `Alamin. Dalam menyelesaikan kebutuhan dan kebuntuan untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap sesuatu yang belum ada nashnya, maka ijtihad salah satunya solusi hidup kemasyarakatan.
Diperlukan ijtihad yang refresentatif yang dapat menangani kasus-kasus yang terdapat di tengah-tengah masyarakat, sehingga kebutuhan dan kebuntuan masyarakat itu dapat terselesaikan.
Namun diera Ini perkembangan pemikiran dalam dunia Islam terkesan tidak progresif bahkan bisa dikatakan mengalami stagnansi, oleh karena itu perlu adanya perubahan agar ijtihad yang dilakukan dapat menjawab permasalahan saat ini agar ijtihad yang dilakukan dapat direalisasikan sesuai dengan tujuan awal, secara progresif dan dapat direalisasikan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan disetiap zaman, dengan tetap berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai landasan hukumnya.
Penulis: Muhammad Ardiansyah
Editor: Adis Setiawan