(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam) |
Dimanapun dan kapanpun, kejahatan dan kebaikan selalu berjalan beriringan. Di abad modern ini, kita akan menemukan tindakan-tindakan kejam dan sewenang-wenang yang melanggar hak asasi manusia, yang dilakukan oleh penguasa, atau musuh Islam. Tindakan kezaliman tumbuh bagai jamur di musim hujan, berkembang pesat tak terkendali, menggerogoti pihak-pihak lemah yang semakin lemah dan tertindas.
Terkadang perbuatan kejam terjadi dan terjadi di hadapan kita, tanpa kita mampu mencegahnya, karena lemahnya kekuatan yang kita miliki. Mungkin hanya perasaan iba dan ibalah yang bisa kita sumbangkan, baik kepada penindas maupun yang tertindas. Coba anda renungkan betapa besar dan beratnya siksaan yang akan diterima oleh para penindas, jauh melebihi penyiksaan dan penganiayaan terhadap korban yang tidak berdaya, sebagaimana telah tertulis dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Pada hari kiamat, mereka akan mendapat pahala atas segala perbuatannya. Orang-orang yang tertindas akan menemui berbagai kesulitan dan kesengsaraan, dimana tidak ada tempat untuk meminta pertolongan dan mengadu segala penderitaan, kecuali kepada-Nya. Betapa pedih dan beratnya hidup dalam kelemahan dan ketidakberdayaan, dan keadaan seperti inilah yang bisa menjatuhkan Anda.
Kekejaman manusia yang berarti menganiaya orang lain sehingga berimplikasi pada hak asasi manusia yang harus dihormati.
Kekejaman Dalam Al-Qur’an
Kekejaman dalam Al-Qur’an yang berimplikasi pada hak asasi manusia adalah:
a. Menindas hak milik orang lain, yang mengandung arti telah terjadi pelanggaran terhadap hak milik sehingga timbul rasa tidak aman, konflik dan permusuhan, serta hilangnya rasa persaudaraan.
b. Menyalahgunakan harta benda anak yatim, berimplikasi pada pelanggaran terhadap hak pribadi, hak milik, dan hak pengembangan diri sehingga tidak terpenuhi kesejahteraan dan kesehatannya, putus sekolah, tidak dapat mengembangkan potensinya.
c. Menghalangi umat beriman dari jalan-Nya, mengandung makna pelanggaran terhadap hak kebebasan beragama dan beribadah sehingga tidak terwujudnya toleransi beragama dan kerukunan umat beragama yang berdampak pada perdamaian dunia.
Dalam Al-Qur‟an terdapat banyak ayat-ayat yang berbicara mengenai kezaliman Fir‟aun. Sekarang ini, jika masih ada manusia yang meniru sifat-sifat zalim Fir‟aun, tentunya bukan hal yang mustahil bagi Allah untuk menurunkan azab-Nya. Hal demikian tidak boleh terulang kembali, sebab Allah telah menyebutkan kisah Fir‟aun untuk dijadikan pelajaran bagi manusia sesudahnya agar tak melampaui batas dalam berbuat.
Bahwa Fir‟aun adalah lambang kekufuran dan kediktatoran, dia telah berbuat zalim dengan melakukan dua bentuk kekufuran yakni penafiannya terhadap Allah dan mengaku dirinya Tuhan. Fir‟aun merasa enggan menerima dakwah tauhid yang merupakan risalah Allah. Dia juga telah melakukan kedustaan, kedurhakaan, dan pertentangannya terhadap dakwah Nabi Musa, serta menyeru kaumnya untuk mengkufuri dan menolak dakwah yang disertai dengan bukti-bukti tersebut.
Fir‟aun mengatakan bahwa Musa hanyalah seorang ahli sihir yang pandai dan pendusta. Perbuatannya ini disebabkan oleh kekafiran, keingkaran dan kezaliman yang didorong oleh kesombongan sehingga dia menolak untuk menerima kebenaran yang diperlihatkan. Dia mengolok-olok kebenaran tersebut dan menghalangi siapapun untuk menerimanya, Fir‟aun mengatakan bahwa bukti tersebut hanyalah sihir dan pengelabuan mata. Nilai-nilai akhlak yang terkandung diantaranya adalah larangan membangkang perintah Allah, mendustakan utusan Allah, mengajak kepada keburukan, berbohong, sombong, mengancam, menuduh serta larangan berbuat aniaya.
Arti Kata Zalim
Kata zalim memiliki makna dasar menempatkan sesuatu bukan pada tempat semestinya, baik menyangkut ukuran, waktu, dan tempat. Kata zalim berelasi dengan beberapa kata yang lain, seperti: kufr (menutupi/menyelubungi), kadzib (dusta atau bohong), syirik (mempersekutukan), baghyu (melampaui batas), dan mu’tadi (melanggar hak).
Selanjutnya, terdapat kata-kata yang memiliki kemiripan makna dengan kata zalim, di antaranya: sayyi’ah, munkar, isrâf, hadhmu, dan janafa. Selain itu, terdapat kata yang kontradiksi atau berlawanan dengan kata zalim, yakni kata al-‘Adl karena memiliki makna keadilan atau dengan kata adil yang bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Dalam pra Qur’anik menunjukkan makna penempatan sesuatu bukan pada tempatnya atau menegakkan suatu perkara bukan pada posisinya. xvi Kemudian setelah diturunkannya Al-Qur’ân, kata tersebut bermakna suatu perbuatan yang tercela dan tidak prosedural yang menyimpang dari syari’at agama.
Selanjutnya, pada periode pasca Qur’anik kata zalim tidak mengalami pergeseran makna yang signifikan, karena makna-makna tersebut tetap mempertahankan makna-makna yang ada pada periode Qur’anik. Dan yang terakhir ialah weltanschauung kata zalim bermakna berbuat aniaya terhadap orang lain sehingga berimplikasi dan kontradiktif terhadap hak-hak asasi manusia yang harus dihormati.
Ayat-ayat Bahas Kezaliman
Ayat tentang kezaliman berjumlah 283 ayat yang disebutkan dalam 96 huruf dan terdapat 7 bentuk kata dari istilah z} ulm yaitu: fi’il ma> d} i (z} alama, z} alamat, z} alamtu, z} alamtum , z} alamaka , z} alamna>, z} alamahum, z} alamu>, z} alamu> na, z} alima, z} alamu>, az} lama), fi’il lumpur} a> ri'(Taz } lim, taz } limu>, tazlimu> na, yaz} limu, liyaz} limahum, yaz} limu> na, tuz} lamu, tuz} lamu> na, yuz} lamu> na), isim mas} dar (z} ulmun, z} ulman, z} ulmihi, z} ulmihim, z} alu> mun, z} alu> man, z} uluma> t), isim fa>’il (z} a> lim, z} a> limitan , z} a > limu> n, z} a> limi>, z} a> limi> n muz} liman, muz} lemon), isim tafd} i> l (az} lamu, az} lama), isim maf ‘u> l (maz} lu> man), s} ifat (z} alla> min),
Ada 18 ayat dengan istilah baghyun disebutkan dalam 14 huruf dan ada 2 bentuk kata baghyun, yaitu: kata benda mas} dar (baghyun, baghyan, baghyukum, baghyihim, ba>ghin), kata kerja ma>d}y (bagha>, baghat , baghaw).
Arti kekejaman manusia dalam Al-Qur’an adalah;
a. Kegelapan yang meliputi 4 hal yaitu kegelapan mata hati, kegelapan malam, ketiga kegelapan (dalam perut, rahim, dan selaput ketuban), kegelapan di darat dan di laut,
b. Hilang atau berkurang,
c. Melampaui batas dan keluar dari kelaziman,
d. Meletakkan sesuatu pada tempatnya,
e. Penganiayaan
Al-Qur‟an banyak menampilkan kisah-kisah umat terdahulu, salah satu kisah yang menarik di dalam Al-Qur‟an adalah kisah pemimpin zhalim. Seperti kisah raja Namrud, Fir‟aun, Penguasa Asẖâbul Kahfi, Penguasa Asẖâbul Ukhdûd, dan Abrahah. Dari kisah ini banyak sekali yang dapat kita kaji. Apalagi kisah tersebut masih sangat relevan dengan kehidupan saat ini. Maka dari itu penulis tergerak untuk melakukan penelitian dalam masalah ini.
Dengan demikian, dapat mengetahui bahwa penafsiran Wahbah az-Zuẖailȋ (w. 1436 H) dan Hamka (w. 1401 H) memiliki perbedaan, di antaranya Wahbah mengatakan raja Namrud disebut pemimpin zhalim karena ia sombong, arogan, membiarkan rakyatnya mati kelaparan jika bersebrangan dengannya. Hamka mengatakan Namrud contoh wali thâghût. Jika ada pemimpin yang bercirikan Namrud maka dinamai pemimpin thâghût. Pada kisah Fir‟aun Wahbah mengatakan kezhaliman terbesar Fir‟aun adalah membunuh bayi laki-laki dan membunuh orang-orang yang tidak bertuhankan dia. Menurut Hamka Fir‟aun contoh pemerintah yang aniaya.
Penguasa Asẖâbul kahfi, mengancam para pemuda itu jika tidak mau menyembah patung mereka. Hamka mengatakan dalam kisah ini, zhalim ialah segala perbuatan yang tidak ada dasarnya yang sihat atau dari ilham dan wahyu Illahi. Zhalim juga menempuh jalan yang gelap (zhulm). Penguasa Asẖâbul ukhdûd membakar kaum mukminin yang bertuhankan Allah. Ia pemimpin yang bengis dan keras hati menurut Wahbah. Hamka menguraikan banyak gambaran kezhaliman pada kisah ini.
Sedangkan pada kisah Abrahah, Wahbah mengatakan kezhaliman yang dilakukan Abrahah adalah kezhaliman atas hak hamba (kepada manusia lain). sehingga balasannya langsung terlihat di dunia. Hamka mengatakan Abrahah memiliki sifat riya‟dan ingin dipuji dihadapan penguasa di atasnya. Ia seorang pemimpin yang membangkitkan perpecahan antar golongan.
Ayat-ayat pemimpin zhalim, ternyata masih sangat relevan di masa sekarang. Karena kita dapat melihat ciri-ciri pemimpin zhalim yang digambarkan dalam kedua penafsiran tersebut memiliki kesamaan dengan pemimpin zhalim sekarang, di antaranya Presiden Donald Trump, dan Narendra Modi.
Terdapat tujuh ayat yang terbagi dalam tujuh surah yang berbeda, dimana ketujuh ayat tersebut khusus membahas tentang penindas Tuhan. Adapun ayat-ayat yang khusus membahas tentang thaghut ada delapan ayat yang terbagi dalam lima surat yang berbeda. Zalim dalam Al-Qur’an adalah dosa yang berupa penganiayaan, baik lahir maupun batin, yang jika pembahasan sudah sampai pada topik penindas terhadap Tuhan, maka maknanya bukan lagi menganiaya, melainkan mencemari keesaan hakikat Tuhan dengan beribadah. sesuatu selain Dia.
Sedangkan taghut dalam Al-Qur’an adalah segala sesuatu yang disembah, dipuja, disembah selain Tuhan atau segala sesuatu yang menjadikan manusia melampaui batas kemampuannya sebagai hamba yang harus beribadah kepada Tuhan saja. Kaitan makna zalim dalam Tuhan dengan thaghut adalah barang siapa yang mendekatkan diri pada sesuatu yang dapat melampaui batas (thaghut) berarti ia melakukan suatu perbuatan yang bukan merupakan perbuatan yang seharusnya dilakukan (representasi zalim dalam bahasa) . Perbedaan konseptual antara zalim dan thaghut terletak pada kedudukannya, dimana zalim merupakan salah satu bentuk dosa, sedangkan thaghut merupakan obyek dosa.