KULIAHALISLAM.COM – Tabiin adalah orang Islam yang pernah berjumpa dengan
Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan meninggal dalam keadaan
beriman. Secara kebahasaan, Tabiin merupakan bentuk jamak dari Tabi’ (Yang
Mengikuti). Menurut Al-Khatib al-Bagdadi (Sejarawan Islam dai Baghdad yang
hidup pada abad ke-4 Hijriah), seorang Muslim dapat dikatakan sebagai Tabiin
jika pernah bersahabat dengan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, jadi
bukan sekedar berjumpa dengan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Para Ulama Hadis membagi generasi Tabiin ini dalam
beberapa tingkatan (Tabaqat) berdasarkan senioritas para Tabiin itu sendiri dan
berdasarkan kualitas Sahabat Nabi yang pernah dijumpainya. Ibnu Sa’ad
mengelompokan Tabiin dalam empat tabaqat sedangkan Al-Hakim mengelompokannya ke
dalam 15 Tabaqat. Pengelompokan Tabaqat Tabiin sangat relatif dan lebih sulit
serta berbeda daripada pengelompokan Tabqat sahabat yang didasarkan atas keikutsertannya
pada peristiwa-peristiwa penting yang dialami Rasulullah Muhammad Shallallahu
alaihi wasallam.
Untuk Tabaqat pertama, para ulama sepakat memberi
batasan bahwa mereka adalah tabiin yang pernah berjumpa dan bersahabat dengan
sepuluh Nabi yang dijanjikan masuk surga
(Abu Bakar Ash-Siddiq, Umar bin Khattab, Ali bin Abu Thalib, Usman bin Affan,
Sa’ad bin Abi Waqqas, Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nufail, Talhah bin Ubaidillah,
Zubair bin Awwam, Abdur Rahman bin Auf dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah).
Mereka yang dipandang sebagai Tabiin Tabaqat pertama
diantaranya Abu Usman an-Nahdi, Qais bin Abbad, Abu Husain bin Munzir, Abu
Wa’il dan Abu Raja’ at-Taridi. Tabiin yang pertama meninggal adalah Abu Zaid
Ma’mar bin Zaid (Wafat 30 H). Tabaqat Tabiin yang paling akhir menurut
pandangan Al-Hakim ialah tabiin yang sempat berjumpa dengan Abu Tufail Amir bin
Wa’ilah di Mekah yang berjumpa dengan Abu Umamah di Syam (Suriah) yang berjumpa
dengan Ubaidallah bin Abi Aufa di Kufah (Irak) yang berjumpa dengan Anas bin
Malik di Basradan yang berjumpa dengan Abdullah bin az-Zabidi di Mesir.
Tabiin yang paling akhir wafatnya ialah Khalaf bin Khalifah (Wafat 181 H),
karena ia sempat berjumpa dengan masa pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid
(170-194 H) dari Bani Abbas. Di antara tabiin yang mempunyai peran besar dalam
pengembangan ilmu agama Islam adalah Sa’id bin Sirrin, Ibnu Syihab az-Zuhri,
Sa’id bin Zubair al-Asadi al-Kufi dan Nu’man bin Sabit.
Sa’id bin Musayyab lahir pada tahun 15 H (tahun kedua
masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab) dan wafat pada tahun 94 H. Ayah
dan kakeknya adalah sahabat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. Ia
terkenal karena kewarakan, kezuhudan dan keluasan ilmu pengetahuannya di bidang
hadis dan fiqih. Nafi’ Maula bin Amr (Wafat 117 H) padamulanya adalah hamba
Ibnu Umar yang mengabdi kemajikannya selama tiga tahun sebelum dimerdekakaan.
Imam Malik berkata : “Jika aku menerima hadis dari
Nafi dan Ibnu Umar, aku tidak perlu mendengarkannya lagi dari orang lain”.
Dengan demikian Imam Malik yakin betul dengan setiap hadis yang diriwayatkan
Nafi. Ia juga dikenal sebagai periwayat hadis dan ulama fikih Madinah.
Muhammad bin Sirin adalah seorang Maula (hamba yang kemudian dimerdekakan) oleh Anas bin Malik. Dia lahir 2 tahun sebelum berakhirnya pemerintahan Utsman bin Affan dan wafat pada tahun 110 Hijriyah. Dia termasuk ulama ahli fiqih di Madinah di samping periwayat hadits yang dipercaya.
Ibnu Syihab az-Zuhri adalah seorang ulama Fiqih pada masanya di samping periwayat hadits yang dipercaya. Dia pernah tinggal di Ailah, suatu perkampungan antara Hedzjaz dan Syam. Ia pernah tinggal juga di perkampungan di Sya’bada, suatu kampung dipinggir Syam. Di kampung inilah ia wafat pada tahun 123 H. Imam Bukhari memandang hadis yang paling sahih adalah hadis yang diriwayatkan melalui Ibnu Syihab.
Sa’id bin Zubair al-Asadi al-Kufi adalah seorang ulama fikih dan periwayat hadis yang berkedudukan di Irak. Sufyan as-Sauri berkata : ” Ambilah tafsir al-Qur’an dari empat orang yaitu Sa’id bin Zubair, Mujahid, Ikrimah dan ad-Dahhak“. Sa’id bin Zubair wafat di Kufah (Irak) pada peristiwa penyerangan al-Hajjaj bin Yusuf pada tahun 95 H.
Nu’man bin Sabit (wafat. 150 H) yang terkenal dengan nama Abu Hanifah (Imam Hanafi). Ia adalah Ulama fikih terkemuka. Imam Abu Hanifah dipandang sebagai Tabiin karena ia pernah bertemu sahabat Anas bin Malik, Sahl bin Sa’d as-Sa’idi, Abdullah bin Abi Aufa, dan Abu Tufail Amir bin Wa’ilah. Imam Abu Hanifah meriwayatkan hadits dari sahabat-sahabat nabi tersebut. Masa-masa akhir kehidupannya dijalani di dalam penjara karena ia menolak permintaan Abu Jafar al Mansur yang merupakan khalifah kedua pada Dinasti Abbasiyah untuk memutus suatu perkawi yang bertentangan dengan keyakinannya.
Sumber : Ensiklopedia Islam