KULIAHALISLAM.COM – Masyarakat Indonesia pasti sudah tidak asing dengan sosok yang satu ini khususnya dikalangan pondok pesantren. Beliau adalah ulama sepuh tanah Jawa yang dikenal sebagai waliyullah beliau juga terkenal sebagai ulama yag cerdas. Diantaranya adalah hafal 1002 nadzam alfiyah Ibnu Malik dengan sempurna.
Biografi Singkat Syekhona Kholil
Syekhona Kholil merupakan titisan dari beberapa wali songo, yaitu Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, dan terakhir Sunan Ampel. Selain itu beliau juga memiliki nasab degan keluarga Basyaiban yang diperantarai oleh Al-Imam Muhammad Aӏ-Faqih аӏ-Muqaddam bin ali ьіn muhammad shahib mirbath al-alawi аӏ-husaini.
Ayah beliau bernama K.H Abdul Lathif yang memiliki pertalian nasab dengan Sunan Gunung Jati. Ayah Abdul Lathif adalah Kiai Hamim, Kiai Hamim adalah anak dari Kiai Abdul Karim. Kiai Abdul Karim adalah anak dari Kiai Muharram bin Kiai Asror Karomah bin Kiai Abdullah bin Sayyid Sulaiman.
Sayid Sulaiman inilah yang menjadi pertalian Syekhona Kholil dengan Sunan Gunung Jati karena beliau adalah cucu dari Syarif Hidayatulla atau yang biasa dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.
Syekhona Kholil lahir pada tahun 1252 H akan tetapi untuk hari dan tanggal lahir beliau ada beragam pendapat, diantaranya mengutip dari www.islam.nu.or.id ada 5 pendapat penulis sejarah yang mengatakan hari kelahiran Syekhona Kholil, yakni :
Pertama, menurut Saifur Rachman dalam buku “Biografi dan Karomah Kiai Kholil Bangkalan, Surat Kepada Anjing Hitam”, Syekhona Muhammad Kholil dilahirkan di Bangkalan pada hari Ahad Pahing, 11 Jumadil Akhir 1235 H, bertepatan dengan 14 Maret 1820 M.
Kedua, Muhammad Syaiful Bakhri dalam buku “Syekhona Kholil Bangkalan, Ulama Legendaris dari Madura” menuliskan bahwa Syekhona Muhammad Kholil dilahirkan di Bangkalan pada hari Selasa, 11 Jumadil Tsaniyah 1235 H.
Ketiga, buku berjudul “KH Muhammad Kholil Bangkalan: Biografi Singkat 1820-1923” karya Muhammad Rifai (2010: 21) menjelaskan, Syekhona Muhammad Kholil Bangkalan lahir pada hari Selasa, tanggal 11 Jumadil Akhir 1225 H, bertepatan dengan tahun 1835 M.
Keempat, Abdul Rozaki dalam karyanya yang berjudul “Asketisme Transformatif Kiai Kholil Bangkalan” menyebut angka 1819-1925 sebagai tahun kelahiran dan wafatnya Syekhona Muhammad Kholil Bangkalan.
Kelima, KH Mahfudz Hadi, pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah, Jangkebuan, Bangkalan, dalam bukunya yang berjudul “Berjuang di Tengah Gelombang, Biografi dan Perjuangan Syekhona Muhammad Kholil bin KH Abdul Latif, Bangkalan, Madura”. Ia menyebutkan bahwa Syekhona Kholil dilahirkan di Desa Langgundih (sekarang: Desa Kramat), Ujung Piring, Bangkalan, pada pukul 10.00 WIB, hari Selasa, tanggal 11 Jumadil Akhir 1252 H (20 September 1834 M).
Syekhona Kholil memiliki kecerdasan dan tingkat kahausan yang tinggi akan ilmu. Diantara beberapa bukti kecerdasan beliau adalah telah menghafal Alqur’an, Alfiyah Ibnu Malik, dan beberapa ilmu perangkat agama Islam lainnya seperti ilmu Nahwu, Shorof, Tafsir, dan lain-lain. Di usia muda beliau sudah mampu menghafal dan menguasai 1002 Nadhom Alfiyah Ibnu Malik dengan baik.
Beliau juga pernah menimba ilmu di beberapa pondok pesantren setelah sebelumnya berguru kepada ayahnya sendiri, yakni K.H Abdul Lathif Bin Kiai Hamim. Beberapa Pondok Pesantren yang pernah ditempati Syekhona Kholil untuk menimba Ilmu adalah Pondok Pesantren Langitan yang berada di Tuban, Jawa Timur.
Kemudian berpindah ke Pondok Pesantren Cangaan, di daerah Bangil, Pasuruan. Tidak cukup sampai disana saja, beliau juga pernah menimba ilmu di Pondok Pesanten Keboncandi dimana disana beliau juga berguru kepada Kiai Nur Hasan yang berdomisili di Pondok Pesantren Sido Giri.
Salah satu cerita yang penulis ketahui tentang ke ta’dhiman Syaikhona Kholil terhadap gurunya adaah suatu ketika Syekhona Kholil berada di didepan pintu suatu majelis ilmu, dan beliau mengetahui bahwa gurunya akan meninggalkan majelis ilmu tersebut, maka beliau berdiri untuk men ta’dhimi atau menghormati gurunya yang akan meninggalkan tempat majelis ilmu tersebut.
Akan tetapi yang menjadi nilai ke ta’dhiman yang lebih dari Syekhona Kholil adalah ketika semua orang kembali duduk saat guru tersebut sudah keluar dari pintu majelis ilmu tersebut, maka lain halnya dengan Syekhona Kholil, beliau berdiri dan menunduk ketika guru tersebut melewati didepannya, dan masih dengan posisi yang sama yakni berdiri sambil memandang guru tersebut sampai benar benar hilang dari indra penglihatan beliau tak peduli selama dan sepanjang apa perjalanan guru tersebut.
Masjid Syekhona Kholil
Peninggalan Syekhona Kholil yang masih bertahan sampai sampai saat ini adalah Masjid Syekhona Kholil yang terletak di Kabupaten Bangkalan Madura. Didalam Masjid ini terdapat makam beliau yang pada saat itu wafat diumur 105 tahun.
Keindahan Masjid ini menjadi nilai ketertarikan tersendiri bagi para peziarah, dan tidak pernah sepi dari peziarah setiap harinya. Yang menjadi daya tarik keindahan masjid ini adalah bentuk kaligrafi yang bercampur elemen warna emas yang menghiasi di setiap dinding masjid ini. Inilah sedikit biografi tentang Syaikhona Kholil Bangkalan.
*) Mahasiswa Semester Satu UIN Sunan Ampel Surabaya.
Editor: Adis Setiawan