Syekh Sayid
Sabiq lahir di Istanha, Distrik al-Bagur, Provinsi al-Manufiah, Mesir tahun
1915 M. Ia merupakan Ulama Kontemporer yang memiliki reputasi internasional di
bidang dakwah dan fiqih Islam terutama melalui karya monumentalnya “Fiqush as-
Sunnah”. Nama lengkapnya Sayid Sabiq Muhammad at-Tihami.
Ia lahir
dari pasangan keluarga terhormat. Muhammad adalah nama kakeknya dan at-Tihami adalah
gelar keluarganya yang menunjukan daerah asal leluhurnya yaitu Tihama, sebuah
daratan rendah di sebelah Barat Semenanjung Arabia. Ia merupakan keturunan Utsman
bin Affan. Keluarganya menganut Madzhab Syafi’i.
Sayid Sabiq
menerima pendidikan pertama di Kuttab, tempat belajar pertama untuk
menulis, membaca dan menghafal Al-Qur’an. Pada usia 11 tahun, ia telah hafal
Qur’an dengan baik. Setelah itu, ia memasuki Universitas Al-Azhar, Mesir. Ia
memperoleh Asy-Syahadah al-Alimiyyah, Ijazah tertinggi di Universitas
Al-Azhar yang nilainya dianggap setingkat dengan ijazah Doktor.
Meskipun, ia
berasal dari keluarga Madzab Syafi’i, ia tidak mengambil bidang studi Madzab
Syafi’i di Al-Azhar melainkan Madzhab Hanafi. Para Mahasiswa Mesir ketika itu
cenderung memilih Madzhab Hanafi karena beasiswanya lebih besar dan kesempatan
menjadi pegawai besar pula. Ini merupakan pengaruh yang ditinggalkan Dinasti Turki
Usmani penganut Madzhab Hanafi yang hingga tahun 1914 masih menguasai Mesir.
Walapun Sayid
Sabiq mengambil bidang studi Madzab Hanafi, ia mempelajari semua Madzab.
Gurunya antara
lain Syekh Mahmud Syaltut dan Syekh Tahir ad-Dinari, keduanya dikenal sebagai
Ulama besar Al-Azhar. Ia juga belajar kepada Syekh Mahmud Khattab pendiri Al-Jam’iyyah
asy-Syar’iyyah lil al-‘Amin fi al-kitab wa as-sunnah (Perhimpunan Syariat bagi
Pengamal Al-Qur’an dan Sunnah Nabi), sebuah perhimpunan yang bertujuan mengajak
umat Islam untuk mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah tanpa terikat Madzab tertentu.
Sejak muda,
Sayid Sabiq dipercaya untuk mengemban berbagai tugas dan jabatan baik dalam
dalam bidang adminstrasi maupun bidang akademis. Ia pernah menjadi guru pada Departeman
Pendidikan dan Pengajaran Mesir. Pada tahun 1955-1957, ia menjadi Direktur
Lembaga Santunan para dermawan Mesir di Mekkah yang berfungsi menyalurkan
santunan para dermawan Mesir kepada para Imam dan guru Masjidil Haram, Pengadaan
Kiswah Ka’bah dan bantuan kepada fakir-miskin.
Pada Kementerian
Waqaf Mesir, ia pernah menduduki jabatan Wakil Ketua Dewan Administrasi Masjid,
Direktur Admindtrasi Kebudayaan, Direktur Jendral Administrasi Pelatihan dan Wakil
Pimpinan Kementerian. Di Universitas Al-Azhar, ia pernah menjadi Dosen.
Sejak tahun
1974, ia mendapat tugas di Jami’ah Umm Al-Qurra, Mekkah. Pada mulanya ia
menjadi anggota dewan Dosen. Kemudian, ia diangkat menjadi Ketua Jurusan Peradilan
Fakultas Syariah (1397-1400 H) dan Direktur Pascasarjana Fakultas Syariat (1400-1408
H). Sesudah itu, ia kembali menjadi anggota Dewan Dosen Fakultas Usuluddin dengan mengajar di tingkat Pascarjana.
Sejak muda Sayid Sabiq aktif berdakwah melalui ceramah di Masjid, radio dan tulisan di media massa. Ceramahnya kemudian dihimpun oleh putranya yaitu Muhammad Sayid Sabiq dan telah dibukukan dalam bentuk kumpulan Fatwa. Ia aktif di dalam Al-Jam’iyyah asy-Syar’iah li al-‘Amilin fi al-Kitab wa as Sunnah sejak kuliah dan sering mendapatkan tugas menyampaikan Khotbah.
Ia dipercaya oleh Syekh Hasan al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin untuk mengajarkan fikih kepada anggotanya. Bahkan karena persoalan politik dalam berdakwah, pada tahun 1949-1952, ia dipenjara bersama sejumlah Ulama Mesir pada masa pemerintahan Raja Faruq (1920-1965). Di desa Istanha, Sayid Sabiq mendirikan lembaga pendidikan yang megah. Pada tingkat internasional, Sayid Sabiq turut serta dalam berbagai Konfrensi dan diundang untuk memberikan ceramah di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika.
Karya tulisnya ialah Fiqus as-Sunnah (Fikih Berdasarkan Sunnah Nabi), al-‘Aqa’id al-Islamiyyah (Akidah Islam), Da’wah Islam, Islamuna (Keislaman Kita), Anasir al-Quwwah fi al-Islam (Unsur-Unsur Dinamika dalam Islam), Baqah az-Zahar (Karangan Bunga), Al-Yahud fi al-Qur’an (Yahudi dalam al-Qur’an), Masadir at-Tasyri al-Islami (Sumber-Sumber Syariat Islam), dan banyak lainnya.
Yang paling populer karyanya adalah Fiqh As-Sunnah. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Inggris, Prancis, Urdu, Turki, Libanon, Arab Saudi, Melayu. Buku Fiqh As-Sunnah mempunyai pengaruh yang luas di Dunia Islam. Syekh Nasiruddin al-Bani memandangnya sebagai buku terbaik dari segi sistematika penulisan dan bahasa. Meskipun ia keritik sejumlah Hadisnya, ia tetap menganjurkan orang untuk mengambil manfaat dari buku itu.
Prof. Dr. Yusuf Al-Qaradhwi juga mengakui keutamaan buku ini. Menurutnya buku Fiqih As-Sunnah karya Sayid Sabiq memberikan pengaruh besar baginya. Di Indonesia, buku ini termasuk silabus UIN dan perguruan tinggi Islam swasta lainnya. Buku ini juga menjadi salah satu rujukan Komisi Fatwa MUI, Kompilasi Hukum Islam dan para penceramah.
Syekh Sayid Sabiq menolak paham bahwa pintu Ijtihad tertutup. Menurutnya, ijtihad selamanya perlu dilakukan untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Taklid hanya penghalang bagi kemajuan akal. Dalam menetapkan hukum Sayyid Sabiq senantiasa merujuk langsung kepada Alquran dan sunnah nabi tanpa terikat kepada mazhab tertentu.
Namun demikian, Ia bersikap terbuka terhadap pendapat lain sehingga tak jarang ia mengemukakan pendapat ulama dengan dalilnya tanpa melakukan Tarjih. Lebih dari itu, menurutnya setiap orang boleh memilih pendapat dan pemahaman yang lebih mudah dan ringan bagi dirinya.
Pada tahun 1409 H/1989, Sayid Sabiq mendapat penghargaan Nut al-Imtiyaz min at-Tabaqah al-Ula (Surat Penghargaan Tertinggi Para Ulama) dari Mesir. Kemudian bersama sejumlah Ulama termasuk Prof. Yusuf al-Qardhawi, ia dianugrahi Hadiah King Faisal Award oleh Yayasan Raja Faisal di Ibukota Riyadh, Arab Saudi.