KULIAHALISLAM.COM – Setelah Amr bin Ash memerintah Mesir, beberapa orang
Mesir menemuinya bertepatan dengan datangnya Bulan Ba’unah menurut
kalender Koptik Mesir. Mereka berkata bahwa :
“Ada suatu kebiasaan dan adat
yang berlaku untuk Sungai Nil yang harus kami laksanakan. Bila malam kedua
belas bulan ini kami pergi mencari gadis perawan di tempat orangtuanya, kami
minta kerelaan orangtuanya dan kami ambil anak gadis itu, kami beri dia hiasan
terbaik dan kami hanyutkan dia ke dalam Sungai Nil.”
Amr bin Ash berkata pada mereka: “Dalam Islam yang
demikian tidak mungkin, Islam membasmi apa yang sebelumnya.”
Melihat yang demikian, Amar bin Ash menulis surat kepada Amirul Mukminin Umar bin
Khattab. Dalam jawabnya Umar bin Khattab mengatakan : “Sikap anda benar.
Islam nenghapus yang sebelumnya. Bersama ini saya kirimkan kepada anda sebuah
berkas untuk dilemparkan ke dalam Sungai Nil, bila surat ini sudah anda terima.”
Setelah surat diterima Amr bin Ash dan isi berkas itu
dibacanya, ternyata isinya: “Dari hamba Allah, Umar Amirul mukminin kepada
Sungai Nil Mesir. Amma Ba’du. Kalau selama ini engkau mengalir dari pihakmu
sendiri maka janganlah mengalir. Tetapi jika Allah yang Maha Tunggal dan Maha
Perkasa Yang membuatmu mengalir maka kami berdoa kepada Allah Yang Maha Tunggal
Maha Perkasa agar membuatmu mengalir.”
Isi surat dan berkas itu oleh Amr bin Ash diberitahukan
kepada mereka. Berkas itu kemudian dilemparkan ke dalam Sungai Nil sehari
sebelum hari Raya Salib. Penduduk Mesir sudah bersiap-siap akan keluar dan
meninggalkan negerinya, sebab tak ada apapun yang membuat mereka akan tinggal
menentap selain Sungai Nil.
Pada hari Raya
Salib itu Allah mengalirkannya enam belas depa dalam satu malam dan penduduk
Mesir selamat dari tahun yang sial itu. Demikianlah cerita “Pengantin Sungai
Nil” itu seperti yang dikutip sejarawan Muslim. Teks ini kita salin dari kitab
an-Nujum az-Zahirah oleh Ibn Tagri Bardi (1411-1479 M).
Sejarawan Barat dan Kristen banyak yang menyatakan
tradisi pengantin Sungai Nil itu bukan berasal dari Kristen. Bulter berkata bahwa
tradisi itu berasal dari Dinasti Fir’aun Mesir. Tetapi ilmu pengetahuan telah
membuktikan belum pernah terjadi masa Fir’aun untuk mendorong datangnya air
pasang, Fir’aun melemparkan anak perawan ke dalam Sungai Nil.
Andaikata benar bahwa Fir’aun melakukan itu maka itu
merupakan pukulan terhadap ilmu dan kebijaksanan mereka. Prof. Salim Hasan menurut penelitian bahwa apa
yang dikatakan tentang berkas yang dikirimkan Umar bin Khattab kemudian
dilemparkan ke dalam Sungai Nil agar air pasang, kalaupun itu benar, tak lebih
bahwa Khalifah hanya sekedar mau menyesuaikan adat kebiasaan.
Para pendeta
Mesir dan sebagian Rajanya pada permulaan pergantian musim panas mengadakan pesta kurban dengan menyajikan lembu, angsa, dan kurban-kurban lain berupa roti dan sebagainya untuk Dewa. Kemudian ke dalam sungai itu dilemparkan pula berkas tertutup dari kertas papyrus berisi perintah tertulis kepada Sungai Nil agar mengalirkan air pasang
yang sedang.
Pesta ini diadakan bersamaan pada hari datangnya air
Sungai Nil musim panas yang mengalir dari Aswan ke daerah-daerah sebagai tanda
datangnya banjir Nil yang besar.
Berkas itu dibiarkan dilemparkan ke dalam Sungai Nil
supaya air pasang datang dan kesuburan dinikmati seluruh negeri. Setelah Arab
masuk di Mesir, para sejarawan menghubungkan dokumen Islam yang pertama itu
kepada Umar bin Khattab yang memerintakan Sungai Nil supaya mengalir seperti
yang dulu diperintahkan pemimpin Roma pada masa Kristen dan seperti yang diperintahkan
oleh pendeta-pendeta dan beberapa Raja Fir’aun.
Mengenai cerita “Pengantin Sungai Nil” ini hanya takhayul saja berdasarkan dongeng yang disebarkan sejarawan Yunani Plutarch. Ringkasnya bahwa Raja Mesir bernama Aegypus memohonkan ilham agar diberi petunjuk untuk menghindari bencana yang akan menimpa negeri itu. Petunjuk yang diterimanya menyebutkan bahwa ia harus membuat kurban dengan melemparkan anak gadisnya ke Sungai Nil.
Mitos pengantin sungai Nil itu bukan berasal dari Islam namun Umar melakukan seperti yang dijelaskan tadi untuk menghargai adat yang berlaku disitu dan mengganti tradisi melempar gadis perawan ke Sungai Nil dengan melempar surat kedalam Sungai Nil.