Penulis: Hayatun Ni’mah*
Pindah agama dalam istilah irtidah atu riddah, secara etimologi berarti berbalik kembali. Adalah fenomena yang telah ada sejak zaman kuno dan saat inipun masih terjadi.
Kata riddah juga mempunyai arti leksikal yaitu kembali dari suatu kondisi kepada kondisi yang lain. Di samping itu, kata ini juga mempunyai arti kembali kepada kekafiran sesudah beragama Islam.
Tetapi semua orang memiliki hak untuk mengubah agama mereka sesuai dengan keyakinan dan pemahaman pribadi mereka. Namun, dalam banyak kasus, pindah agama melibatkan banyak kesulitan dan akibat.
Banyak negara, terdapat peraturan hukum yang mengatur pindah agama. Beberapa negara memiliki undang-undang yang memungkinkan pindah agama dengan mudah, sementara negara lain mungkin memiliki batasan atau bahkan melarangnya.
Pergeseran agama juga memengaruhi identitas individu. Agama seringkali merupakan bagian penting dari identitas seseorang dan pindah agama bisa mengakibatkan perubahan signifikan dalam cara individu melihat diri mereka sendiri dan bagaimana orang lain melihat mereka.
Status orang yang pindah agama juga melibatkan isu-isu hak asasi manusia dan kebebasan beragama. Tetapi Pindah agama adalah keputusan pribadi yang kompleks dengan konsekuensi yang melibatkan hukum, sosial, dan personal.
Berikut akan diuraikan pada hadis-hadis yang menjelaskan tentang hukuman bagi pelaku murtad dari beberapa kitab hadis, sebagai berikut:
وعن ابن عباس رضي الله عنها قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (من بدل دينه فاقتلوه) رواه البخاري
“Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa berganti agama, bunuhlah ia”. (H.R. Bukhari).
حدثنا ابو النعمان محمد بن الفضل حدثنا حماد بن زيد عن عيوب عن عكرمة قالاتي علي رضي الله عنه بزنادقة فأحرقهم فبلغ ذلك ابن عباس فقال لو كنت انا لم احرقهم انهي رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تعذبو ا بعذاب الله ولقتلتهم لقول رسول الله صلى الله عليه وسلم
من بدل دينه فاقتلوه
“Kami mendapatkan hadis ini dari Abu Nu`man bin Fadhal, dari Hammad bin Zaid dari Ayub dari Ikrimah, ia berkata: Didatangkan orang-oran zindik (murtad) kepada Ali bin Abi Thalib. Ali lalu menghukum mereka dengan membakar mereka. Hal itu didengar oleh Ibnu Abbas, lalu ia berkata: Kalau saya tidak akan membakar mereka karena Rasulullah melarang hal itu, tetapi saya akan membunuh mereka karena Rasulullah bersabda bahwa barang siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia”. (Shahih Bukhari, Bab Hukm al-Murtad wa al-Murtadah wa istatabatahum, Juz-21, Hadis No. 6411)
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengatakan ada dua akibat kemurtadan dalam surat Al Baqarah ayat : 217, pertama, amalnya di dunia sia-sia. Kedua, Ia kekal di neraka.
Akibat ini disyaratkan bagi orang murtad yang berlanjut hingga kematian. Akan tetapi berbeda apabila dia insyaf dari kemurtadannya maka amalannya tidak terhapus dan taubatnya diterima Allah.
Ulama mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa dua akibat yang disinggung ayat di atas berkaitan dengan dua syarat. Masing-masing akibat terjadi dengan masing-masing syarat.
Keterhapusan amal adalah akibat kemurtadan dan kekekalan di neraka adalah akibat mati dalam keadaan murtad. Siapapun yang murtad kemudian insaf, maka amalnya batal. Itulah dampak buruk yang menanti orang yang durhaka terhadap Allah.
Mayoritas ulama setuju bahwa orang yang murtad dihukum dengan hukuman mati berdasarkan penjelasan hadis Nabi tentang bagaimana hukuman bagi mereka yang murtad.
Ada juga ulama yang tidak setuju dengan pendapat bahwa mereka yang murtad tidak dihukum dengan hukuman mati, tetapi mereka dihukum dengan hukuman hukuman mati.
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa jika seseorang murtad, mereka tidak akan dikenakan hukuman duniawi apa pun. Mereka akan dihukum oleh Allah.
Pendapat ini berdasarkan firman Allah dalam Alqur’an, yang dengan jelas menyatakan bahwa mereka yang meninggalkan agama Islam atau murtad akan dihukum dengan azab yang sangat pedih dan ditempatkan di Neraka Jahannam.
*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA).
Editor: Adis Setiawan