KULIAHALISLAM.COM – Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan pemahaman tentang akidah yang berpedoman pada Sunnah Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Ahlussunnah wal Jama’ah berasal dari tiga kata, yaitu pertama, Ahlun yang berarti keluarga, golongan atau pengikut, dan komunitas.
Kedua, Sunnah yang berarti segala sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun pengakuan Rasulullah. Ketiga, Al Jama’ah yang berarti mereka yang mengikuti dengan konsisten semua jejak langkah-langkah yang berasal dari Rasulullah.
Dalam kajian akidah atau ilmu kalam istilah Ahlussunnah wal Jama’ah dinisbatkan pada paham yang diusung oleh Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi, yang menentang paham Khawarij dan Jabariyah (yang cenderung tekstual) dan paham Qadariyah dan Mu’tazilah (yang cenderung liberal). Dalam kajian fikih, istilah Ahlussunnah wal Jama’ah disisbatkan pada paham Sunni yaitu merujuk pada fikih 4 (empat) madzhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.
Ciri pertama yang membedakan Ahlussunnah wal Jama’ah dengan golongan lainnya adalah menyangkut sistem ilmu dan pengambilan sumber-sumber pengambilan yang haq, baik dalam hal akidah, konsepsi, ibadah, manakah, perilaku, maupun akhlak.
Oleh karena itu, sumber-sumber pengambilan ilmu dan kebenaran yang menyangkut seluruh cabang pengetahuan syari’at, menurut Ahlussunnah wal Jama’ah adalah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Berikut sistem penerimaan ilmu menurut Ahlussunnah wal Jama’ah, diantaranya:
1. Semua ilmu yang selaras dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul mereka sepakati sebagai ketetapan yang benar, sedangkan yang bertentangan dengan keduanya mereka tolak
Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan ahli Al-Qur’an dan Sunnah, karena mereka lebih mengutamakan Kalamullah daripada perkataan manusia dari golongan manapun, senantiasa mendahulukan petunjuk Rasulullah, serta mengikuti atsar-atsar-nya lahir dan batin.
Mereka tidak menetapkan suatu perkataan serta tidak menjadikannya sebagai prinsip keagamaan dan pernyataan pembicaraan mereka, jika tidak sah berasal dari Rasulullah. Akan tetapi, mereka menjadikan segala sesuatu yang telah ditetapkan Rasul sebagai prinsip yang mereka yakini dan sekaligus mereka jadikan sandaran.
2. Ahlussunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang ma’shum kecuali Rasulullah
Para Imam, menurut pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah, tidaklah terpelihara dari dosa, sehingga ucapan-ucapan mereka boleh diambil dan ditinggalkan. Hanyalah Rasulullah yang ucapan-ucapannya mengikat. Oleh karena itu, semestinya para Imam mereka menyesuaikan perkataan mereka dengan Sunnah Rasulullah.
3. Mereka berpendapat bahwa ijma’ Salaf ash-Shaleh merupakan hujjah syar’iyah yang sepatutnya diikuti oleh generasi sesudah mereka
Ahlussunnah wal Jama’ah meyakini bahwa generasi yang paling mengetahui kebenaran syari’at Allah setelah Rasulullah adalah para sahabat dan Salaf Ash Shaleh. Oleh karena itu, perkara-perkara yang telah menjadi ijma’ di kalangan mereka terpelihara dari kesalahan.
Ijma’ mereka merupakan hujjah syar’iyah yang harus diikuti oleh generasi sesudah mereka. Maka setiap orang yang berpegang teguh kepada ijma’ mereka berarti telah memegang kuat jamaah mereka.
4. Mereka tidak menetapkan suatu pernyataan dan tidak pula menerima hasil ijtihad kecuali setelah mengupasnya berdasarkan Kitabullah, Sunnah, serta ijma’
Ahlussunnah wal Jama’ah senantiasa mengikuti Sunnah yang dibawa Rasulullah dan jamaah beliau. Jamaah disini berarti para sahabat dan orang-orang yang menempuh jalan mereka dengan tetap. Mereka tidak menerima ijtihad atau pendapat siapapun sebelum menyelaraskannya dengan Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’.
5. Mereka pantang menentang Al-Qur’an dan as-Sunnah dengan akal, rayu, ataupun qiyas
Ahlussunnah wal Jama’ah hanya mau berpegang dan mengikuti ilmu serta jalan yang ditempuh Salaf Ash Shaleh dan orang-orang yang mengambil ilmu dari mereka, mengikuti jalan mereka, serta mengikatkan diri dengan sumber-sumber hukum mereka. Hal ini dimungkinkan karena para sahabat mempelajari tafsir Al-Qur’an dan Hadits langsung dari Rasulullah dan mereka teruskan kepada para tabi’in.
Mereka tidak mendahulukan akal, pendapat, perasaan, dan lainnya dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Jika penafsiran Al-Qur’an dan Hadits telah diketahui langsung dari Rasulullah, maka tidak perlu lagi menjadikan ahli bahasa atau lainnya sebagai sumber pengambilan dalil hujjah.
Karena kedua sumber itulah yang telah disepakati oleh para sahabat dan tabi’in, dan tak seorang pun dari mereka menerima pendapat, perasaan, pemikiran, wisuda, dan naluri yang bertentangan dengan Al-Qur’an .
6. Ahlussunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa wal-Jama’ah merupakan penentu keselamatan (seseorang) di dunia dan akhirat
Berdasarkan hujjah tersebut, Ahlussunnah wal Jama’ah selalu berpegang teguh kepada jama’ah Rasulullah dan berpaling dari tempat-tempat yang di dalamnya terdapat perpecahan dan perselisihan dengan tetap mengikuti kalimat-kalimat Al-Qur’an dan Sunnah serta ijma’.
Mereka juga menjauhi tempat-tempat yang mengandung syubhat yang dapat memecah belah persatuan dan keutuhan umat, karena menurut mereka, al-Jama’ah merupakan penentu keselamatan seseorang di dunia dan akhirat.
7. Ahlussunnah wal Jama’ah mewajibkan orang yang tidak mampu untuk mengetahui ilmu sebagaimana kewajiban terhadap orang yang memiliki kemampuan
Memang tidak diragukan lagi bahwa setiap orang wajib untuk mengimani ajaran yang dibawa Rasulullah. Tetapi, kemampuan, pengetahuan, dan kebutuhan mereka berbeda-beda, sehingga tidak diwajibkan bagi orang yang tidak mampu untuk menyimak sebagian ilmu atau memahaminya secara mendalam.
Oleh karena itu, jika terjadi perselisihan di kalangan umat yang menyangkut masalah yang rumit, sementara mereka sulit mendapatkan lainnya, maka tidaklah wajib bagi orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memecahkan persoalan tersebut. Bagi mereka yang tidak mampu hendaklah mengikuti dugaan yang lebih kuat jika memang tidak mendapatkan keyakinan, apalagi jika kepercayaan itu sesuai dengan kebenaran.
Referensi:
Al Mishri, Muhammad Abdul Hadi. Manhaj dan Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah Menurut Pemahaman Ulama Salaf. Jakarta: Gema Insani Press, 1994.
Nama: Sindi Wulan Aprilia (Mahasiswa Akidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya)
Editor: Adis Setiawan