Anda tahu! Selama hidupnya di kota Makkah dari kecil hingga menjadi Rasul, Nabi Muhammad Saw. sangatlah mengenal kehidupan sosial, politik, dan psikologis orang-orang di sana, terutama para pembesar-pembesar Quraisy, yang merupakan paman-paman Nabi Muhammad Saw. sendiri.
Ketika Nabi Muhammad Saw. diminta untuk menyebarkan Islam, akhirnay Nabi merencanakan misi Islam dari Makkah hingga Madinah dengan mempertimbangkan peluang, kesulitan, dan bahaya yang akan dihadapi ketika menyerukan Islam pada orang Quraisy.
Sebagai salah satu tugas utama dari Nabi Muhammad Saw. adalah bahwa penyiaran Islam di Makkah berbeda dari penyiaran Islam di Madinah. Dikatakan berbeda karena kondisi alam dan kultur yang berbeda di kedua kota itu.
As-Sabiqun al-Awwalun
Syahdan. Setelah menerima wahyu dalam surah Al-Muddatsir ayat 1-5, Nabi Muhammad Saw. mulai menjalankan keimananya, yaitu beribadah, dan melakukan seruan misi Islam. Namun demikian, seruan pertama Nabi ditujukan kepada mereka yang dianggap telah siap untuk menerima kebenaran, mereka yang dikenal baik dan mencintai kebaikan, dan mereka yang mengetahui kebaikan dan kejujuran Nabi.
Nabi Muhammad Saw. mengajak Khadijah binti Khuwailid, istri tercintanya, secara rahasia. Ali bin Abi Thalib berusia sepuluh tahun mengikuti Zaid bin Haritsah, pembantu Nabi Muhammad Saw., dan kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat karib Nabi. Mereka ini masuk Islam pada hari pertama seruan Islam, sehingga dikenal sebagai As-Sabiqun al-Awwalun dalam tarikh Islam.
Abu Bakar Ibn Abi Kuhafah menunjukkan semangat yang besar untuk menyambut misi Islam, sehingga dia menggunakan seluruh kekuatan yang dia miliki untuk mendorong beberapa tokoh Quraisy untuk memeluk Islam, seperti Utsman bin Affan, Az-Zubair bin Al-Awwam, Abdrahman bin Auf, Sa’d bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah At-Taimi.
Tak berhenti di sini, selanjutnya, Nabi Muhammad Saw. dan kaum Muslimin dari kelompok pertama ini menyampaikan ajaran Islam secara pribadi dan rahasia kepada sahabat dan keluarga mereka. Antara lain, Ubaidah, Abu Salamah, dan Arqom bin Abi al-Arqom—juga dikenal sebagai As-Sabiqun al-Awwalun—masuk ke dalam usaha ini.
Pada tahap awal, pembebasan kejahiliahan dari masyarakat Quraisy, Nabi Muhammad Saw. melakukan perubahan secara diam-diam selama tiga tahun. Langkah ini dilakukan Nabi Muhammad Saw. untuk membentuk pasukan misi Islam yang akan bekerja dengannya untuk mengubah keyakinan jahiliyah menjadi keyakinan tauhidullah. Dengan sukses, Nabi Muhammad Saw. membentuk sebuah komunitas kecil yang saling memperkuat untuk membangunnya.
Rupanya, hati mereka telah terikat dengan karunia Ilahi sehingga mereka tidak lagi berselisih tentang satu hal dan bekerja sama untuk tujuan yang sama. Mereka melakukan penyiaran Islam dengan iman yang teguh dan tidak mengharapkan apa-apa. Semua tindakan mereka berfokus pada ridha Allah Swt.
Ketika berdakwa secara terang-terangan
Setelah beberapa lama meminta bantuan secara pribadi, Nabi diberi perintah untuk melakukannya secara terbuka. Setelah itu, ajaran Islam diajarkan secara umum, dan Nabi mulai secara terang-terangan mendorong semua orang di masyarakat untuk masuk Islam.
Setelah misi dilakukan secara terang-terangan, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi perjuangan Rasul. Tantangan yang dilancarkan kaum Quraisy semakin keras seiring dengan jumlah orang yang mengingkut Nabi.
Misi Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi selama tiga tahun pertama sejak diutusnya Nabi Muhammad Saw. Kemudian penyebarannya dilakukan secara lisan, seperti memberi nasehat dan peringatan. Dalam al-Qur’an surat Al-Hijr ayat 94 dinyatakan:
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَاَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِيْنَ
Artinya: Maka, sampaikanlah (Nabi Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. (QS. Al-Hijr [15]: 94).
Semenjak turunnya ayat ini, Nabi mulai berbicara secara publik tentang misinya. Tentu saja ini adalah langkah pertama menuju memasukkan gagasan agama ke dalam kehidupan sosial dan politik.
Kelompok pengikut pertama adalah migran, miskin, kalangan yang lemah, dan anak-anak dari klan kuat Ali bin Abi Thalib. Mereka adalah kelompok yang paling kecewa dengan pergeseran moral dan sosial di Mekkah, dan mereka membuktikan pesan Nabi Muhammad Saw. sebagai alternatif yang penting.
Dalam hal metode yang digunakan Nabi dalam misinya secara terang-terangan, pertama kali Nabi mengundang Bani Abdul Muttalib dan menjelaskan bahwa dia telah diutus oleh Allah Swt. Abu Lahab menjadi marah dan berkata, “Celakalah engkau! Apa untuk inikah kami engkau panggil?” Hal ini akhirnya menyebabkan turunnya surat Al-Lahab.
Kedua, undangan diberikan kepada seluruh komunitas Quraisy di bukit Shafa. Nabi ingin melihat bagaimana kepribadian Nabi dilihat oleh masyarakat Quraisy. Mereka setuju bahwa Nabi adalah orang yang tidak pernah berdusta. Nabi kemudian mengumumkan kenabiannya.
Ketiga, Nabi mempromosikan ke-Esa-an Tuhan dan mengajarkan manusia untuk bersatu dan sama. Keempat, di rumah Arqam bin Abil Arqam, Nabi mengadakan pertemuan khusus dengan orang-orang yang percaya kepadanya untuk melakukan aktivitas pembacaan, pengajaran, dan pensucian. Ini adalah sekolah Islam yang pertama. Dan kelima, sejumlah kecil pengikut Nabi meninggalkan Makkah untuk mengungsi ke Ethiopia, sebuah negeri di seberang Laut Merah.
Rupa-rupanya, mereka menolak dakwah Nabi bukan tanpa sebab, melainkan karena pertama, karena kaum kafir Quraisy tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka percaya bahwa tunduk pada seruan Nabi Muhammad Saw. berarti tunduk pada pemerintahan Bani Abdul Muttalib.
Kedua, Nabi Muhammad Saw. menyerukan persamaan hak bagi bangsawan dan hamba. Bangsawan Quraisy tidak setuju dengan persamaan hak ini. Karena itu, mereka tidak setuju.
Ketiga, ajaran tentang kebangkitan kembali dan hukuman akhirat tidak dapat diterima oleh orang Quraisy. Keempat, tradisi Arab adalah taklid (ikut-ikutan) kepada nenek moyang. Kelima, pemahat dan penjual patung percaya bahwa Islam menghalangi rezeki.
Mengembangkan ketauhidan (Ketuhanan)
Ajakan Islam di Makkah lebih menekankan aspek eskatologis atau ketauhidan. Hal ini dimulai dengan perhatian Nabi Muhammad saw. terhadap keberagamaan orang Arab, terutama penduduk Makkah yang masih musyrik pada saat itu.
Oleh karena itu, masyarakat Makkah akan kembali ke keyakinan keesaan Tuhan (ketauhidan), dan patung-patung yang ada di seluruh kota akan dihapus sebagai bentuk penyembahan yang dilakukan oleh orang-orang Makkah. Mereka melihat berhala sebagai representasi dari keberadaan Tuhan dan sebagai alat untuk berkomunikasi dengan-Nya.
Itu sebabnya, suku Quraisy sangat menentang upaya Nabi Muhammad saw. untuk menyebarkan agama Islam. Mereka pikir menyembah berhala ini adalah tanda kesetiaan terhadap leluhur mereka. Penghormatan terhadap nenek moyang meraka untuk mencegah mereka menghianati penyembahan yang sudah ada secara turun temurun.
Selain itu, bagi mereka, berhenti menyembah berhala dan mengikuti ajakan Nabi Muhammad saw. bisa mengakibatkan aktivitas ekonomi atau mencari nafkah akan terhenti. Mereka yang membuat patung dan berhala percaya bahwa menyembah Tuhan (Allah) seperti yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. dan pengikutnya akan menghilangkan sumber pendapatan sebagian besar orang di Makkah.
Tauhid rububiyah, atau pengesaan Tuhan, dibahas dalam ayat-ayat al-Qur’an yang turun pada perode Makkah. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 3:
اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الْاَمْرَۗ مَا مِنْ شَفِيْعٍ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ اِذْنِهٖۗ ذٰلِكُمُ اللّٰهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوْهُۗ اَفَلَا تَذَكَّرُوْنَ
Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia berkuasa atas ʻArasy (seraya) mengatur segala urusan. Tidak ada seorang pun pemberi syafaat, kecuali setelah (mendapat) izin-Nya. Itulah Allah, Tuhanmu. Maka, sembahlah Dia! Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Yunus [10]: 3).
Tak hanya itu, Nabi Muhammad saw. mengajarkan para sahabatnya untuk membersihkan segala bentuk penyekutuan terhadap Allah swt. Namun, para sahabat menolak dengan tegas setiap hal yang berkaitan dengan tauhid rububiyah, terutama yang berkaitan dengan keyakinan bahwa Allah hanya dapat melakukan apa yang sesuai dengan pengaturan kehidupan ini.
Sesungguhnya, ketika Nabi Muhammad Saw. mengajarkan akidah kepada para sahabatnya dan mendidiknya, Nabi sedang berusaha untuk menumbuhkan keyakinan hati yang akan tercermin dalam tingkah laku dan tindakan praktis.
Kenapa demikian? Karena akidah bukan hanya sekedar ide dan pengetahuan yang dapat dipahami dan dipahami oleh akal manusia. Karena itu, akidah harus ditanamkan dalam jiwa hingga menjadi keyakinan hati yang mampu mempengaruhi seluruh perasaan dan pikiran. Wallahu a’lam bisshawab.