Kuliahalislam. Sekaten merupakan upacara untuk memperingati hari lahir (Maulid) Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang biasa dilaksanakan di lingkungan Keraton Yokyakarta. Kata Sekaten berasal dari kata Syahadatain ( dua kalimat syahadat) yang kemudian menjadi Syahadataen.
Untuk memudahkan ucapan Syahadatain berubah menjadi Sahaten dan akhirnya menjadi Sekaten. Sekaten dilakukan selama satu minggu menjelang hari lahirnya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (tanggal 05-11 Rabiul Awal) dan kemudian diakhiri dengan acara Garebeg Maulid (Garebeg Maulud) pada tanggal 12 Rabiul awal.
Dalam Sekaten ada tiga macam acara yang berlangsung yaitu pasar malam, upacara Sekaten dan Garebeg Maulid. Pasar malam biasanya dimulai sekitar satu atau dua minggu sebelum upacara Sekaten dan berakhir satu minggu setelah acara Garabeg Maulid selesai, berlangsung di alun-alun utara Keraton Yogyakarta.
Keberadaan pasar malam dalam upacara Sekaten berawal dari banyaknya orang melihat upacara itu. Disana banyak orang berjualan antara lain minuman, makanan, pakaian dan cenderamata, tidak ada minuman dan makanan atau barang khusus yang dijual di upacara Sekaten. Hiburan malam yang ditampilkan di arena pasar malam itu diantaranya adalah ketoprak dan pertunjukan musik.
Upacara Sekaten dimulai dengan keluarnya gamelan Sekati yang terdiri dari dua perangkat gamelan yang disebut Kiai Guntur Madu dan Kiai Nogowilogo pada tanggal 5 Rabiul awal. Gamelan Sekati dibuat atas gagasan Sunan Kalijaga ( salah seorang wali songo) khusus untuk acara dakwah Islam.
Gamelen ini terdiri dari saron, demung, bonang, gong, bende dan instrumen-instrumen lain untuk memberikan aksentuasi dan memainkan iramanya. Ciri khas permainan gamelan Sekati ialah irama yang sangat lambat pada permulaan gending.
Setiap pukulan dari empat buah saron ( terdiri dari sebuah demung, dua buah ricik dan sebuah peking) mempunyai jarak antara yang demikian panjang. Dengan demikian jarak itu dapat diisi oleh permainan Bonang tunggal yang diakhiri bunyi saron dan kemudian oleh bedug dan gong.
Para penabuh gamelan lebih dahulu menyucikan diri, berpuasa selama sehari dan kemudian melakukan upacara selamaten. Dalam perosesi Sekate, gamelan Sekati dikawal oleh dua korps prajurit yaitu Mantrijero dan Ketanggung. Gamelan ini diarak dengan khidmat ke kompleks Masjid Agung untuk ditempatkan di dua gedung yaitu Bangsal Pagongan Selatan dan Bangsan Pagongan Utara.
Ketika di arak, ribuan orang berkumpul di halaman keben, suatu tempat dekat Masjid Agung yang biasa digunakan untuk para ibu. Mereka berlomba dan berusaha untuk menyaksikan gamelan dari dekat dan memperoleh uang logam yang dihamburkan oleh para pangeran Keraton ketika melakukan upacara Udik-Udik ( penghamburan uang logam sebagai sedekah).
Setelah berada di Bangsal Pangongan, gamelan Sekati dimainkan siang malam selama satu minggu kecuali kamis petang hingga Jumat siang, dimulai sesudah salat isya sampai tengah malam dan kemudian dilanjutkan setelah salat subuh hingga petang hari. Permulaan setiap lagu didahului oleh gending Wirongrong.
Pada tanggal 11 Rabiul Awal gamelan dibunyikan dari petang hari hingga sholat Isya, karena malam itu merupakan malam terakhir gamelan Sekati berada di kompleks Masjid. Di halaman keben, banyak wanita menjual dua jenis makanan terutama nasi gurih lengkap dengan lauk pauknya.
Nasih gurih yang laris dalam acara
Sekaten tersebut menggantikan makanan Arab yang dibuat dari beras dan dimasak dengan minyak Samin. Menurut kepercayaan sebagian masyarakat, nasi gurih adalah makanan kegemaran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Karena kecintaan mereka terhadap Nabi, mereka gemar pula makan nasi gurih. Mereka juga menjual ramuan untuk menginang dan telur merah.
Grebek Maulid merupakan puncak acara peringatan Maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang dilakukan pada tanggal 11 Rabiul Awal sesudah salat Isya. Pada malam gerebek Maulid, Sri Sultan menghadiri pelayan Maulid di samping Masjid Agung yang diikuti oleh semua pangeran dan bupati dengan semua perosesi tradisional keraton.
Rombongan masuk melalui pintu gerbang Masjid Agung berbelok ke kiri menuju Bangsal Pangongan Selatan dan mengadakan upacara Udik-Udik. Setelah itu rombongan menuju Bangsal Pangongan Utara dan melakukan Udik-Udik kembali.
Prosesi berakhir ketika rombongan memasuki Masjid Agung. Di dalam masjid Kyai penghulu dengan seluruh stafnya telah menanti. Setelah itu diadakan upacara Udik-Udik kembali oleh Sri Sultan atau Kyai penghulu. Kemudian rombongan keluar dari masjid dan duduk di serambi masjid yang menghadap ke Timur.
Pelayan Maulid kemudian dimulai dengan pembacaan riwayat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam oleh Kyai penghulu beserta seluruh stafnya dan dilanjutkan dengan ceramah agama. Setelah itu Sri Sultan kembali ke Keraton dengan diikuti rombongan dan gamelan Sekati.
Sekaten memiliki tiga dimensi yaitu religius, historis dan tradisi. Ketika dimensi diadaptasi secara dinamis dengan budaya masyarakat Yogyakarta. Sekarang Acara sekaten bertujuan untuk menampilkan budaya Yogyakarta yang sudah ada sejak dulu.
Sekaten diperkirakan sudah ada sejak akhir pemerintahan Kertabumi Brawijaya V, raja Majapahit ( memerintah tahun 1468-1478) dan ayah Raden Fatah. Sejak Raden Fatah menjadi penguasa Kesultanan Demak (1500-1518), penyebaran agama Islam dilakukan melalui Kesenian wayang dan Gamelan atas gagasan Sunan Kalijaga.
Ketika gamelan dibunyikan orang-orang datang mengerubunginya. Oleh karena itu, di halaman masjid diletakkan dua perangkat gamelan yang diberi nama gamelan Kiai Sekar Delima. Penduduk datang berduyun-duyun ke masjid ketika gamelan tersebut dibunyikan.
Ketika gamelan dihentikan maka dilanjutkan dengan ceramah agama. Para penonton yang mau masuk Islam dipersilahkan masuk masjid untuk mengikrarkan dua kalimat syahadat. Dakwah seperti itu dilakukan setiap waktu karena Sunan Kalijaga menerapkan konsep akulturasi dalam melicinkan dakwahnya. Lambat laun tentu saja dan akhirnya diputuskan bahwa tradisi itu dilakukan setiap sekali setahun.