Sejarah Qurban Habil dan Qabil Berdasarkan Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 27-31
Oleh: Rabiul Rahman Purba, S.H.
Sumber gambar: Sindonews.com |
Tafsir
Al-Qur’an QS. Al-Maidah Ayat 27-31 Riwayat Ibnu Katsir
Ibnu Katsir nama lengkapnya adalah
Abu Fida Imaduddin Ismail ibn Umar ibn Katsir ibn Dhau’ ibn Katsir al-Quraisy
ad-Dimasyqi. Lahir di Masjidil, sebuah Dusun di wilayah Bushara pada tahun 700
Hijriah (1300 M). Ibnu Katsir sudah hafal Al-Qur’an usia 11 tahun.
Ibnu Katsir berguru dengan beberapa Ulama besar diantaranya Ibnu Taimiyah, Imam
Adz-Ddzahabi, Abu al-Hajjaj al-Mizzi dan menikahi putrinya. Tahun 748 Hijriah Ibnu
Katsir menggantikan gurunya yakni Imam adz-Dzhabi sebagai guru dalam bidang
Hadis pada lembaga pendidikan Turba Umm Shalih.
Tafsir Ibnu Katsir merupakan karya
fenomenalnya. Ibnu Katsir wafat pada hari Kamis 26 Sya’ban 774 H/1373 M dan
dimakamkan disisi makam gurunya Ibnu Taimiyah yang terletak di pemakaman Sufi,
kota Damaskus (Suriah). Buku Qashash al-Anbiya (Kisah Para Nabi) merupakan karya
fenomenalnya selain Tafsir Ibnu Katsir.
Kisah-kisahnya bersandar pada Al-Qur’an
dan Hadis Sahih. Popularitasnya dimulai ketika beliau terlibat dalam penelitian
yang diprakarsai oleh Gubernur Damaskus yaitu Atlunbuga an-Nashiri di akhir
tahun 741 H.
Sejarah pelaksanaan qurban yang
dilaksanakan putra Nabi Adam yaitu Habil dan Qabil dijelaskan secara rinci
oleh Ibnu Katsir dalam karya besarnya yaitu Tafsir Al-Qur’an Ibnu Katsir dan
kitab Qashash al-Anbiya (Sejarah Para Nabi). Penjelasan di bawah ini akan
menggunakan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6 dan Qashhash al Anbiya.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa As-Saddi telah mengatakan
sehubungan dengan kisah yang ia terima dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari
Ibnu Abbas; juga dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud. serta dari sejumlah sahabat
Nabi ﷺ bahwa tidak sekali-kali dilahirkan anak (laki-laki) bagi Nabi Adam
عَلَيْهِ السَلاَمُ
melainkan disertai dengan lahirnya anak perempuan.
Nabi Adam عَلَيْهِ السَلاَمُ selalu mengawinkan anak
lelakinya dengan anak perempuan yang lahir tidak seperut dengannya, dan ia
mengawinkan anak perempuannya dengan anak lelaki yang lahir tidak seperut
dengannya. Pada akhirnya dilahirkan bagi Nabi Adam dua anak laki-laki yang
dikenal dengan nama Habil dan Qabil. Setelah besar Qabil adalah ahli dalam
bercocok tanam, sedangkan Habil seorang peternak.
Qabil berusia lebih tua daripada Habil, dia
mempunyai saudara perempuan seperut yang lebih cantik daripada saudara
perempuan seperut Habil. Kemudian Habil meminta untuk mengawini saudara
perempuan Qabil, tetapi Qabil menolak lamarannya dan berkata, “Dia adalah
saudara perempuanku yang dilahirkan seperut denganku, lagi pula dia lebih
cantik daripada saudara perempuanmu, maka aku lebih berhak untuk mengawininya.”
Padahal Nabi Adam عَلَيْهِ
السَلاَمُ telah memerintahkan
kepada Qabil untuk menikahkan saudara perempuannya dengan Habil, tetapi Qabil
tetap menolak. Kemudian keduanya melakukan suatu kurban kepada Allah untuk
menentukan siapakah di antara keduanya yang berhak mengawini saudara perempuan
yang diperebutkan itu.
Saat itu Nabi Adam عَلَيْهِ
السَلاَمُ telah pergi meninggalkan
mereka berdua, dia datang ke Makkah untuk ziarah dan melihat Makkah. Allah
berfirman, “Tahukah kamu bahwa Aku mempunyai sebuah rumah di bumi
ini?” Adam menjawab, “‘Ya Allah, saya tidak tahu.” Allah
berfirman, “Sesungguhnya Aku mempunyai sebuah rumah di Mekah, maka
datangilah.”
Kemudian Adam berkata kepada langit.”Jagalah anak-anakku
sebagai amanat,” tetapi langit menolak; dan ia berkata kepada bumi hal
yang semisal, tetapi bumi pun menolak. Maka Adam berkata kepada Qabil. Qabil
menjawab, “Ya, pergilah engkau. Kelak bila engkau kembali, engkau akan
menjumpai keluargamu seperti yang engkau sukai.”
Setelah Adam عَلَيْهِ
السَلاَمُ berangkat, mereka berdua
melakukan suatu kurban. Sebelum- itu Qabil membanggakan dirinya atas Habil
dengan mengatakan, “Aku lebih berhak mengawininya daripada kamu, dia
adalah saudara perempuanku, dan aku lebih besar daripada kamu serta akulah yang
di wasiati oleh ayahku.”
Habil mengurbankan seekor domba yang gemuk,
sedangkan Qabil mengurbankan seikat gandum, tetapi ketika ia menjumpai sebutir
gandum yang besar di dalamnya, segera dirontokkannya dan dimakannya. Dan
ternyata api turun, lalu melahap kurban Habil, sedangkan kurban Qabil
dibiarkan begitu saja (tidak dimakan api).
Menyaksikan hal itu Qabil marah, lalu berkata,
“Aku benar-benar akan membunuhmu agar kamu jangan mengawini saudara
perempuanku.” Maka Habil hanya menjawab, dengan menyatakan
:”Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang
bertakwa.”
Demikianlah yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Jarir semoga Allah
meridhainya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu
Muhammad ibnus Sabbah. telah menceritakan kepada kami Hajjaj.
Dari Ibnu Juraij. telah
menceritakan kepadaku Ibnu Khasyam. Ibnu Juraij mengatakan bahwa ia datang
bersama Sa’id ibnu Jubair, lalu Ibnu Khasjam menceritakan dari Ibnu Abbas
semoga Allah meridainya, bahwa Nabi Adam
عَلَيْهِ السَلاَمُ
melarang seorang wanita kawin dengan
saudara lelaki kembarannya, dan ia memerintahkan agar wanita itu dikawini oleh
lelaki lain dari kalangan saudara-saudara lelaki lain yang tidak sekembar
dengannya.
Tersebutlah bahwa setiap Nabi Adam عَلَيْهِ
السَلاَمُ mempunyai anak, dari
setiap perut lahirlah seorang bayi laki-laki dan seorang bayi perempuan. Ketika
mereka (Nabi Adam عَلَيْهِ السَلاَمُ dan para putranya) menjalankan peraturan tersebut, tiba-tiba
lahirlah seorang anak perempuan yang cantik dan lahir pula seorang anak
perempuan yang buruk wajahnya (dari lain perut). Lalu saudara lelaki dari
wanita yang buruk rupa itu berkata (kepada saudara lelaki wanita yang cantik),
“Kawinkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan menikahkanmu
dengan saudara perempuanku.”
Lelaki saudara si perempuan yang cantik
menjawab, ‘Tidak, akulah yang lebih berhak untuk mengawini saudara
perempuanku.” Maka keduanya melakukan suatu kurban, dan ternyata yang
diterima adalah kurban milik peternak, sedangkan kurban milik petani tidak
diterima, maka si petani (Qabil) membunuh si peternak (Habil). Sanad asar ini jayyid.
Telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu
Salamah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Abdullah ibnu
Usman ibnu Khasyam, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya: ketika keduanya
mempersembahkan kurban (Q.S Al-Maidah: 27).
Mereka menyuguhkan kurbannya
masing-masing, pemilik ternak menyuguhkan kurban seekor domba putih bertanduk
lagi gemuk, sedangkan pemilik lahan pertanian menyuguhkan seikat bahan makanan
pokoknya. Maka Allah menerima domba dan menyimpannya di dalam surga selama
empat puluh tahun.
Domba itulah yang kelak akan disembelih oleh Nabi Ibrahim عَلَيْهِ
السَلاَمُ Sanad asar ini jayyid (baik). Ibnu Jarir
mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami
Auf, dari Abul Mugirah dari Abdullah ibnu Amr yang telah menceritakan bahwa
sesungguhnya kedua anak lelaki Adam yang menyuguhkan kurban, lalu kurban salah
seorangnya diterima, sedangkan kurban yang lainnya tidak diterima; salah
seorangnya adalah ahli bercocok tanam, sedangkan yang lainnya adalah peternak
domba. Keduanya telah diperintahkan untuk mempersembahkan suatu kurban.
Sesungguhnya pemilik ternak
mengurbankan seekor kambing yang paling gemuk dan paling baik yang ada pada
miliknya dengan hati yang tulus ikhlas, tetapi si petani menyuguhkan hasil
panennya yang paling buruk yaitu kuz dan zuwwan serta dengan hati yang tidak
ikhlas pula. Dan ternyata Allah menerima kurban si pemilik ternak dan tidak mau
menerima kurban si petani. Kisah mengenai keduanya disebutkan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an.
Ibnu Jarir mengatakan, “Demi
Allah, sesungguhnya si terbunuh adalah orang yang lebih kuat. Tetapi karena
takut dengan dosa, ia tidak berani menjatuhkan tangannya kepada saudaranya.” Ismail ibnu Rafi’ Al-Madani mengatakan bahwa telah dikisahkan kepadaku bahwa
kedua anak Adam ketika diperintahkan untuk menyuguhkan kurban salah seorang di
antaranya adalah pemilik ternak kambing.
Dan tersebutlah bahwa salah seekor dari kambingnya melahirkan anak
kambing yang sangat ia sukai, sehingga di malam hari anak kambing itu dibawanya
tidur bersama, dan ia menggendongnya di atas pundaknya karena sangat sayangnya,
sehingga tiada baginya harta benda yang lebih disukainya daripada anak kambing
itu.
Ketika ia diperintahkan untuk menyuguhkan kurban, anak kambing itu telah
besar, maka ia mengurbankannya karena Allah. Maka Allah menerimanya, dan
kambing itu masih tetap hidup di surga sehingga dijadikan tebusan sebagai ganti
anak Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ .Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Ansari,
telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Husain yang telah mengatakan bahwa Adam AS berkata kepada Habil dan Qabil, “Sesungguhnya Tuhanku telah
menjanjikan kepadaku bahwa kelak di antara keturunanku ada orang yang
menyuguhkan kurban, maka suguhkanlah kurban oleh kamu berdua, hingga hatiku
senang bila melihat kurban kamu berdua diterima.”
Lalu keduanya menyuguhkan kurbannya masing-masing, dan tersebutlah
bahwa Habil adalah seorang peternak kambing, maka ia mengurbankan seekor
kambing yang paling gemuk dan merupakan hartanya yang paling baik. Sedangkan
Qabil adalah seorang petani, maka ia mengurbankan hasil terburuk dari panennya. Kemudian Adam عَلَيْهِ
السَلاَمُ berangkat bersama mereka berdua yang masing-masing membawa
kurbannya sendiri-sendiri.
Lalu keduanya menaiki bukit dan
meletakkan kurbannya masing-masing, setelah itu ketiganya duduk seraya melihat
ke arah kurban tersebut. Maka Allah mengirimkan api. Setelah api berada di atas
kurban mereka, maka kambing kurban itu mendekatinya, dan api segera memakan
kurban Habil serta meninggalkan kurban Qabil. Sesudah itu mereka pulang dan
Adam mengetahui bahwa Qabil adalah orang yang dimurkai, maka ia berkata
(kepadanya), “Celakalah kamu, hai Qabil. kurbanmu tidak diterima.”
Tetapi Qabil menjawab,
“Engkau mencintainya dan mendoakan kurbannya. Karena itu kurbannya
diterima, sedangkan kurbanku tidak diterima.” Lalu Qabil berkata kepada
Habil, “Aku benar-benar akan membunuhmu agar aku tenang dari mu. Ayahmu
mendoakan dan memberkati kurbanmu, karena itu kurbanmu diterima.”
Tersebutlah bahwa Qabil selalu mengancam akan membunuh Habil, hingga di suatu
sore hari Habil tertahan tidak dapat pulang karena mengurusi ternak kambingnya.
Adam عَلَيْهِ السَلاَمُ merasa khawatir, lalu ia berkata, “Hai Qabil, ke manakah
saudaramu?” Qabil menjawab, “Apakah engkau menyuruhku untuk menjadi
penggembala baginya? Aku tidak tahu.” Adam berkata marah.”Celakalah
kamu, Qabil, berangkatlah kamu dan cari saudaramu itu.”
Qabil berkata kepada dirinya sendiri. ”Malam
ini pasti aku akan membunuhnya.” Lalu ia mengambil sebuah barang yang
tajam dan mendekat ke arah Habil yang saat itu sedang merebahkan tubuhnya. Maka
Qabil berkata, “Hai Habil, kurbanmu diterima, sedangkan suguhan kurbanku
ditolak, aku benar-benar akan membunuhmu.”
Habil menjawab, “Aku
suguhkan kurban itu dari hartaku yang terbaik, sedangkan engkau mengurbankan
hartamu yang buruk. Sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik, dan
sesungguhnya Allah hanya mau menerima dari orang-orang yang bertakwa.”
Ketika Habil mengucapkan kata-kata itu, Qabil
marah, lalu ia mengangkat benda tajam itu dan ia pukulkan kepada Habil. Habil
sempat berkata, “Celakalah kamu, hai Qabil. Ingatlah kamu kepada Allah,
mana mungkin Dia memberimu pahala dengan perbuatanmu ini!” Maka Qabil
membunuhnya dan melemparkannya di tanah yang legok, lalu menutupinya dengan
tanah.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari sebagian orang yang
ahli mengenai kitab terdahulu, bahwa Adam عَلَيْهِ
السَلاَمُ memerintahkan kepada
putranya yang bernama Qabil untuk menikah dengan saudara perempuan sekembar
dengan Habil, dan memerintahkan kepada Habil untuk mengawini saudara perempuan
yang lahir bersama Qabil.
Habil menuruti perintahnya dan rela,
lain halnya dengan Qabil, ia menolak dan tidak suka kawin dengan saudara
perempuan Habil karena ia menyenangi saudara perempuannya sendiri. Lalu ia
berkata, “Kami dilahirkan di dalam surga, sedangkan mereka dilahirkan di
bumi, maka aku lebih berhak atas saudaraku.”
Sebagian ahli ilmu mengenai kitab
terdahulu ada yang mengatakan bahwa saudara perempuan Qabil adalah wanita yang
cantik, sehingga Qabil tidak mau menyerahkannya kepada saudara lelakinya, dan
dia bermaksud untuk mengawininya sendiri. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui, mana
yang benar di antara kedua pendapat di atas. Maka ayahnya berkata kepadanya,
“Hai anakku Qabil, sesungguhnya saudara perempuan kembaranmu itu tidak
halal bagimu.”
Tetapi Qabil menolak perkataan
ayahnya itu dan tidak mau menuruti nasihatnya.
Akhirnya ayahnya berkata, “Hai anakku, suguhkanlah kurban. Begitu pula
saudara lelakimu Habil. Maka siapa di antara kamu yang diterima kurbannya,
dialah yang berhak mengawininya.”
Qabil mempunyai mata pencaharian menggarap lahan sawah (petani), sedangkan
Habil adalah seorang peternak. Maka Qabil menyuguhkan kurban berupa gandum, dan
Habil mengurbankan seekor kambing yang gemuk lagi muda.
Menurut sebagian dari mereka, Habil
mengurbankan seekor sapi betina. Maka Allah mengirimkan api yang putih, lalu
api itu memakan kurban Habil, sedangkan kurban Qabil dibiarkannya. Dengan
demikian, berarti kurban Habil diterima. Demikianlah menurut Ibnu Jarir.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan bahwa pada
saat itu tidak terdapat orang miskin yang akan diberinya sedekah (dari
kurbannya), melainkan kurban tersebut hanya semata-mata dilakukan oleh
seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Ketika kedua anak Adam sedang duduk,
keduanya mengatakan, “Marilah kita menyuguhkan kurban.” Dan
tersebutlah bila seseorang menyuguhkan kurbannya, lalu kurbannya itu diterima
oleh Allah, maka Allah mengirimkan kepadanya api, lalu api itu memakan
kurbannya; jika kurbannya tidak diterima oleh Allah, maka api itu padam. Lalu
keduanya menyuguhkan kurbannya masing-masing; salah seorang adalah penggembala,
sedangkan yang lainnya petani.
Si peternak menyuguhkan kurban berupa seekor
kambing yang paling baik dan paling gemuk di antara ternak miliknya, sedangkan
yang lain berkurban sebagian dari hasil tanamannya. Lalu datanglah api dan
turun di antara keduanya, maka api itu memakan kambing dan membiarkan hasil
panen.
Kemudian anak Adam yang kurbannya tidak diterima berkata kepada
saudaranya yang kurbannya diterima, “Apakah nanti kamu berjalan di antara
orang banyak, sedangkan mereka telah mengetahui bahwa engkau telah menyuguhkan
suatu kurban dan ternyata kurbanmu diterima, sedangkan kurbanku tidak diterima
dan dikembalikan kepadaku.
Tidak, demi Allah, manusia tidak boleh
memandang diriku, sedangkan engkau lebih baik dariku.” Kemudian Qabil
berkata, “Aku benar-benar akan membunuhmu.” Lalu saudaranya menjawab,
“Apakah dosaku? Sesungguhnya Allah hanya mau menerima dari orang-orang
yang bertakwa.” Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Asar ini
menyimpulkan bahwa penyuguhan kurban yang dilakukan oleh keduanya bukan karena
ada latar belakangnya, bukan pula karena memperebutkan seorang wanita, seperti
apa yang telah disebutkan dari riwayat sejumlah ulama yang telah disebutkan di
atas. Dan memang inilah pengertian yang tersimpulkan dari makna lahiriah
firman-Nya yang mengatakan:
{إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا
فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ
لأقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ}
Ketika keduanya mempersembahkan
kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), “Aku pasti membunuhmu!”
Berkata Habil, “Sesungguhnya Allah hanya menerima(kurban) dari orang-orang yang bertakwa “ (Al-Maidah: 27).
Konteks ayat ini menunjukkan bahwa
sesungguhnya yang membuat Qabil marah dan dengki ialah karena kurban saudaranya
diterima, sedangkan kurban dirinya sendiri tidak diterima. Kemudian menurut
pendapat yang terkenal di kalangan jumhur ulama, orang yang mengurbankan
kambing adalah Habil, sedangkan yang mengurbankan makanan adalah Qabil; dan
ternyata kurban Habil diterima, sedangkan kurban Qabil tidak.
Sehingga Ibnu Abbas dan
lain-lainnya mengatakan bahwa kambing gibasy itulah yang dijadikan sebagai
tebusan bagi diri Nabi Ismail عَلَيْهِ
السَلاَمُ. Pendapat inilah yang lebih
sesuai, dan hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Hal yang sama telah dinaskan
bukan hanya oleh seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf, dan pendapat
inilah yang termasyhur. Akan tetapi, Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Mujahid
bahwa ia pernah mengatakan, “Orang yang mempersembahkan kurban berupa
hasil tani adalah Qabil, kurbannyalah yang diterima.” Pendapat ini berbeda
dengan apa yang sudah dikenal, barangkali Ibnu Jarir kurang baik dalam
menghafal asar darinya.
Firman Allah .:
{إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ
الْمُتَّقِينَ}
Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. (Al-Maidah:27)
Yakni dari orang yang bertakwa
kepada Allah dalam mengerjakan hal tersebut.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Ala ibnu Zaid, telah menceritakan kepada
kami Ismail ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepadaku Safwan ibnu Amr ibnu
Tamim’ yakni Ibnu Malik Al-Muqri yang
telah menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abu Darda berkata,
“Sesungguhnya bila ia merasa yakin bahwa Allah telah menerima baginya
suatu salat, hal ini lebih ia sukai daripada dunia dan seisinya.Karena
sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya
Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa’
(Al-Maidah: 27).
Firman Allah .:
{لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ
يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأقْتُلَكَ إِنِّي
أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ}
“Sungguh kalau kamu
menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan
menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada
Allah Tuhan seru sekalian alam.” (Al-Maidah:
28).Hal ini dikatakan oleh saudaranya yaitu seorang lelaki saleh yang kurbannya
diterima oleh Allah— karena takwanya, di saat saudaranya mengancam akan
membunuhnya tanpa dosa sedikit pun.
{لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ
يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأقْتُلَكَ}
aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. (Al-Maidah: 28)
Yakni aku tidak akan membalas perbuatanmu yang jahat itu dengan kejahatan yang
semisal, karena akibatnya aku dan kamu menjadi sama berdosanya.
{إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ
رَبَّ الْعَالَمِينَ}
Tuhan seru sekalian alam.
tetap sabar dan mengharapkan pahala Allah.
Abdullah ibnu Amr berkata, “Demi Allah, sesungguhnya dia (si
terbunuh) adalah orang yang paling kuat di antara keduanya, tetapi ia tercegah
oleh perasaan takut berdosa, yakni dia memiliki sifat wara’.”
Karena itulah di dalam kitab Sahihain dari Nabi ﷺ disebutkan bahwa Nabi ﷺ
telah bersabda:
“إِذَا تَوَاجَهَ
الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا، فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ”.
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ؟ قَالَ:
“إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ”.
Apabila dua orang muslim saling
berhadapan dengan pedangnya masing-masing, maka si pembunuh dan si terbunuh
dimasukkan ke dalam neraka (dua-duanya).
Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah ﷺ , kalau si pembunuh kami maklumi. Tetapi mengapa si terbunuh
dimasukkan pula ke dalamnya?” Maka Nabi ﷺ menjawab: Sesungguhnya
dia pun berkemauan keras untuk membunuh temannya itu.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا لَيْثُ بْنُ
سَعْدٍ، عَنْ عَيَّاش بْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ
بُسْر بْنِ سَعِيدٍ ؛ أَنَّ سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ عِنْدَ فِتْنَةِ
عُثْمَانَ: أَشْهَدُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قَالَ:
“إِنَّهَا سَتَكُونُ فِتْنَةٌ، الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ،
وَالْقَائِمُ خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي، وَالْمَاشِي خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي”.
قَالَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ دَخَلَ عَلَيَّ بَيْتِي فَبَسَطَ يَدَهُ إليَّ
لِيَقْتُلَنِي قَالَ: “كُنْ كَابْنِ آدَمَ”.
Imam Ahmad semoga Allah
merahmatinya, mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu
Sa’id, telah menceritakan kepada kami Lais ibnu Sa’d, dari Ayyasy ibnu Abbas,
dari Bukair ibnu Abdullah, dari Bisyr ibnu Sa’id, bahwa Sa’d ibnu Waqqas pernah
menceritakan bahwa sehubungan dengan fitnah di zaman Khalifah Usman ia
menyaksikan Rasulullah ﷺ
bersabda:Sesungguhnya kelak akan ada fitnah orang yang duduk di masa itu lebih
baik daripada orang yang berdiri, dan orang yang berdiri lebih baik daripada
orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang
berlari. Sa’d ibnu Abu
Waqqas bertanya, “Bagaimanakah menurutmu jika seseorang masuk ke dalam
rumahku, lalu menggerakkan tangannya ke arah diriku untuk membunuhku?” .
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Jadilah kamu seperti anak Adam (Habil).
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Qutaibah ibnu Sa’id;
dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Sehubungan dengan bab ini terdapat
hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Khabbab ibnul Art, Abu Bakar, Ibnu
Mas’ud, Abu Waqid, Abu Musa, dan Kharsyah. Sebagian dari hadis ini diriwayatkan
dari Al-Lais ibnu Sa’d, dan di dalam sanadnya ditambahkan seorang lelaki.
Al-Hafiz ibnu Asakir mengatakan
bahwa lelaki itu adalah Husain Al-Asyja’i.
Menurut hemat kami telah diriwayatkan pula oleh Imam Abu Daud melalui jalur
Husain Al-Asyja’i. Untuk itu Abu Daud mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا
يَزِيدُ بْنُ خَالِدٍ الرَّمْلِيُّ، حَدَّثَنَا الْمُفَضَّلُ، عَنْ عَيَّاشِ بْنِ
عَبَّاسٍ عَنْ بُكَيْر، عَنْ بُسْر بْنِ سَعِيدٍ عَنْ حُسَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَشْجَعِيِّ؛ أَنَّهُ سَمِعَ سَعْدَ بْنَ
أَبِي وَقَّاصٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا
الْحَدِيثِ قَالَ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ دَخَلَ عَلَيَّ
بَيْتِي وَبَسَطَ يَدَهُ لِيَقْتُلَنِي؟ قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “كُنْ كَابْنِ آدَم” وَتَلَا يَزِيدُ:
{لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ
إِلَيْكَ لأقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ}
Telah menceritakan kepada kami Yazid
ibnu Khalid Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl, dari Ayyasy ibnu
Abbas, dari Bukair, dari Bisyr ibnu Sa’id, dari Husain ibnu Abdur Rahman
Al-Asyja’i, bahwa ia pernah mendengar Sa’d ibnu Abu Waqqas, menceritakan hadis
ini dari Nabi ﷺ. Untuk itu ia mengatakan, “Aku
bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu jika seseorang masuk ke
dalam rumahku, lalu menggerakkan tangannya untuk membunuhku”? Maka
Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: Jadilah
kamu seperti anak Adam. Lalu
membacakan firman-Nya: Sungguh
kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali
tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku
takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.(Al-Maidah:28).
Ayyub As-Sukhtiyani mengatakan bahwa
sesungguhnya orang yang mula-mula mengamalkan ayat ini dari umat ini adalah
Usman ibnu Affan, radhiallahu anhu, yaitu firman-Nya: “Sungguh kalau kamu menggerakkan
tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan
tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Tuhan
seru sekalian alam. (Al-Maidah:
28)”; Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مَرْحوم، حَدَّثَنِي أَبُو عِمْرَانَ الجَوْني،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: رَكِبَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِمَارًا وَأَرْدَفَنِي خَلْفَهُ، وَقَالَ:
“يَا أَبَا ذَرٍّ، أَرَأَيْتَ إِنْ أَصَابَ النَّاسَ جوعٌ شَدِيدٌ لَا
تَسْتَطِيعُ أَنْ تَقُومَ مِنْ فِرَاشِكَ إِلَى مَسْجِدِكَ، كَيْفَ تَصْنَعُ؟
“. قَالَ: قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: “تَعَفَّفْ”
قَالَ: “يَا أَبَا ذَرٍّ، أَرَأَيْتَ إِنْ أَصَابَ النَّاسَ موتٌ شَدِيدٌ،
وَيَكُونُ الْبَيْتُ فِيهِ بِالْعَبْدِ، يَعْنِي الْقَبْرَ، كَيْفَ تَصْنَعُ؟
” قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: “اصْبِرْ”. قَالَ:
“يَا أَبَا ذَرٍّ، أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلَ النَّاسُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا،
يَعْنِي حَتَّى تَغْرَقَ حِجَارَةُ الزَّيْتِ مِنَ الدِّمَاءِ، كَيْفَ تَصْنَعُ؟
“. قَالَ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: “اقْعُدْ فِي بَيْتِكَ
وَأَغْلِقْ عَلَيْكَ بَابَكَ”. قَالَ: فَإِنْ لَمْ أتْرَك؟ قال: “فأت من
أنت منهم، فكن فِيهِمْ قَالَ:
فَآخُذُ سِلَاحِي؟ قَالَ: “إذًا تُشَارِكُهُمْ فِيمَا هُمْ فِيهِ، وَلَكِنْ
إِنْ خَشِيتَ أَنْ يُرَوِّعَكَ شُعَاعُ السَّيْفِ، فَأَلْقِ طَرْفَ رِدَائِكَ
عَلَى وَجْهِكَ حَتَّى يَبُوءَ
بِإِثْمِهِ وَإِثْمِكَ”.
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Marwah, telah menceritakan kepadaku Abu Imran Al-Juni,
dari Abdullah ibnus Samit, dari Abu Zar yang telah menceritakan bahwa Nabi ﷺ mengendarai keledai dan memboncengku di belakangnya, lalu beliau
Nabi ﷺ bersabda: Hai
Abu Zar, bagaimanakah pendapaimu
jika manusia tertimpa kelaparan yang sangat hingga kamu tidak mampu bangkit
dari tempat tidurmu untuk ke masjidmu, maka apakah yang akan kamu
lakukan?” Abu Zar menjawab,
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah ﷺ menjawab, “Peliharalah
kehormatanmu (jangan
meminta-minta).”
Rasulullah ﷺbersabda, “Hai Abu Zar, bagaimanakah
pendapatmu jika manusia tertimpa kematian yang sangat, sehingga rumahnya
adalah kuburan, maka apakah yang akan kamu lakukan?” Abu Zar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya
lebih mengetahui.” Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Sabarlah.” Lalu ditanya, “Hai Abu Zar, bagaimanakah
menurutmu, kalau manusia satu sama lainnya saling membunuh, sehingga terjadi
banjir darah, maka apakah yang akan kamu lakukan?” Abu Zar menjawab.”Allah dan Rasul-Nya
lebih mengetahui.” Rasulullah ﷺ bersabda.”Duduklah di dalam rumahmu dan kuncilah rapat-rapat pintu
rumahmu.” Abu Zar bertanya, “Bagaimanakah jika aku tidak mau tinggal di
rumah?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Maka
datanglah kepada orang-orang yang kamu adalah sebagian dari mereka, kemudian
bergabunglah dengan mereka.”Abu Zar bertanya “Berarti aku mengangkat
senjataku?” Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Kalau
demikian, berarti kamu ikut bersama dengan mereka dalam apa yang sedang mereka
kerjakan. Tetapi jika kamu merasa takut akan kilatan pedang, maka tutupilah
wajahmu dengan ujung kain selendangmu, agar dia (si pembunuh)membawa dosanya sendiri
dan dosamu.”
Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim
dan Ahlus Sunan, kecuali Imam Nasa’i melalui berbagai jalur dari Abu Imran
Al-Juni, dari Abdullah ibnus Samit dengan lafaz yang sama.
Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui jalur Hammad ibnu
Zaid, dari Abu Imran, dari Al-Musya’as ibnu Tarif, dari Abdullah ibnus Samit
dari Abu Zar dengan lafaz yang semisal.
Imam Abu Daud mengatakan bahwa Al-Musya’as tiada yang menyebutkannya dalam
hadis ini selain Hammad ibnu Zaid.
قَالَ ابْنُ
مَرْدُويَه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ دُحَيْم، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ
بْنُ حَازِمٍ، حَدَّثَنَا قَبِيصَة بْنُ عُقْبَة، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ
مَنْصُورٍ، عَنْ رِبْعِيّ قَالَ: كُنَّا فِي جِنَازَةِ حُذَيفة، فَسَمِعْتُ
رَجُلًا يَقُولُ: سَمِعْتُ هَذَا يَقُولُ فِي نَاسٍ: مِمَّا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “لَئِنِ اقْتَتَلْتُمْ
لَأَنْظُرَنَّ إِلَى أَقْصَى بَيْتٍ فِي دَارِي، فلألجنَّه، فَلَئِنْ دَخَلَ عَليّ
فُلَانٌ لَأَقُولُنَّ: هَا بُؤْ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ، فَأَكُونُ كَخَيْرِ
ابْنَيْ آدَمَ.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Duhaim, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Qubaisah ibnu
Uqbah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mansur, dari Rib’i yang
telah menceritakan, “Ketika kami sedang melayat jenazah Huzaifah, aku
mendengar seorang lelaki berkata bahwa ia pernah mendengar jenazah ini
mengatakan di antara orang banyak apa yang pernah ia dengar dari Rasulullah ﷺ yaitu: Sungguh jika
kalian saling membunuh, aku benar-benar akan mencari suatu tempat yang paling
sulit dicapai di dalam rumahku, dan sungguh aku benar-benar akan bersembunyi
di tempat itu. Kalau ada si Fulan yang masuk kepadaku, maka aku akan katakan
kepadanya, ‘Hai, inilah dosaku dan dosamu, dan aku akan menjadi seperti salah
seorang yang paling baik di antara dua orang anak Adam!’
Firman-Nya:
{إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ
بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ
الظَّالِمِينَ}
Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan
menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang
yang zalim. (Al-Maidah: 29)
Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak,
Qatadah, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya:Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri. (Al-Maidah: 29); Makna yang dimaksud
ialah “memikul dosa membunuhku dan dosamu yang lainnya yang kamu lakukan
sebelumnya”.Demikianlah menurut Tafsir
Ibnu Jarir.
Sedangkan menurut yang lainnya,
makna yang dimaksud ialah “sesungguhnya aku bermaksud agar kamu kelak
kembali dengan membawa semua dosaku, lalu dosa-dosa itu kamu pikul bebannya dan
juga dosamu dalam membunuhku”. Ini
menurut suatu pendapat yang kujumpai bersumberkan dari Mujahid, tetapi aku
merasa khawatir bila ini suatu kekeliruan, mengingat hal yang benar dari
riwayatnya berpendapat berbeda. Yakni berbeda dengan apa yang telah
diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri. dari Mansur, dari Mujahid.
Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali
dengan(membawa) dosa (membunuh). (Al-Maidah: 29); Yaitu
karena kamu telah membunuhku. Dan lafaz “ismuka” yakni “dosa-dosamu sendiri
yang telah kamu lakukan sebelum itu”. Hal yang sama telah diriwayatkan
oleh Isa ibnu Abu Nujai’, dari Mujahid.
Syibl telah meriwayatkan dari Ibnu
Abu Nujaih, dari Mujahid, sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya aku ingin agar kamu
kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) dan dosamu.sendiri. (Al-Maidah: 29); Makna yang dimaksud
ialah bahwa sesungguhnya aku bermaksud agar kamu memikul semua dosa-dosaku dan
dosa membunuhku, maka kamu kembali kelak dengan membawa dan memikul kedua dosa
itu secara bersamaan.
Menurut hemat kami, telah terjadi suatu kesalahpahaman di kalangan orang banyak
mengenai pendapat ini, dan mereka mengetengahkan sehubungan dengannya sebuah
hadis yang tidak ada asalnya, yaitu:
مَا تَرَكَ الْقَاتِلُ عَلَى
الْمَقْتُولِ مِنْ ذَنْبٍ
Tiada suatu dosa pun yang
ditinggalkan oleh si pembunuh atas si terbunuh.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar telah meriwatyatkan sebuah hadis yang serupa
dengan hadis di atas. tetapi tidak sama.
حَدَّثَنَا
عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا عَامِرُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْأَصْبَهَانِيُّ،
حدثنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا عتبة بن سعيد، عن هشام بْنِ عُرْوَة، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “قَتْلُ الصَّبْر لَا يَمُرُّ
بِذَنْبٍ إِلَّا مَحَاهُ”.
Disebutkan bahwa telah menceritakan
kepada kami Amr ibnu Ali. telah menceritakan kepada kami Amir ibnu Ibrahim
Al-Asbahani. telah menceritakan kepada kami Ya’qub ibnu Abdullah, telah
menceritakan kepada kami Atabah ibnu Sa’id, dari Hisyam ibnu Urwah, dari
ayahnya. dari Sayyidah Aisyah semoga
Allah meridainya, yang telah menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Terbunuh dengan
sabar, tiada melalui suatu dosa pun melainkan pasti dihapuskan karenanya.
Bila dibandingkan dengan hadis ini,
maka hadis di atas tidak sahih; tetapi seandainya memang sahih, maka makna yang
dimaksud ialah bahwa Allah menghapuskan dosa-dosa dari diri si terbunuh sebagai
imbalan dari merasakan sakitnya mati.
Adapun jika diartikan bahwa
dosa-dosanya dipikulkan kepada si pembunuh, maka pengertian ini tidak benar.
Akan tetapi, pada sebagian orang kebanyakan pengertian ini sesuai, karena
sesungguhnya si terbunuh kelak menuntut si pembunuh di hari peradilan Allah
kelak. Maka diambilkan baginya sebagian dari kebaikan si pembunuh sesuai dengan
perbuatan zalimnya. Apabila kebaikan si pembunuh telah habis, sedangkan dia
masih belum dapat melunasinya, maka diambilkan sebagian dari dosa si terbunuh,
lalu dibebankan kepada si pembunuh; dan barangkali si terbunuh tidak lagi
mempunyai dosa karena semuanya telah dipikulkan kepada si pembunuhnya. Ada
sebuah hadis sahih yang menyatakan hal ini bersumberkan dari Rasulullah ﷺ.
Dalam masalah seluruh mazalim (perbuatan-perbuatan aniaya),
sedangkan perbuatan membunuh jiwa merupakan perbuatan zalim yang paling besar
dan paling berat, wallahu a’lam.
Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang benar mengenai masalah ini ialah yang
mengatakan bahwa takwil ayat adalah seperti berikut, “Sesungguhnya aku
ingin agar kamu kembali dengan membawa dosamu karena kamu telah
membunuhku.” Pengertian inilah yang dimaksud oleh firman-Nya: Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali
dengan(membawa) dosa (membunuh). (Al-Maidah: 29).
Adapun mengenai makna firman-Nya: dan dosamu. (Al-Maidah: 29); maka dosa tersebut
adalah dosanya sendiri, seperti berbuat maksiat kepada Allah dalam amal
perbuatan yang lain. Sesungguhnya kami katakan tafsir ini adalah tafsir yang
benar, tiada lain karena ulama ahli takwil telah sepakat mengenainya, dan bahwa
Allah telah memberitahukan kepada kita bahwa “setiap orang yang beramal,
maka balasan amalnya adalah untuknya sendiri atau membinasakan dirinya (jika
amalnya jahat)”.
Apabila memang demikian ketetapan Allah pada
makhluk-Nya, berarti tidak dapat dikatakan bahwa dosa-dosa si terbunuh diambil,
lalu dibebankan kepada si pembunuh. Dan sesungguhnya si pembunuh hanya dihukum
karena dosanya sendiri, yaitu perbuatan pembunuhan yang diharamkan dan
dosa-dosa lainnya yang dikerjakannya sendiri, bukan dosa terbunuh yang
dipikulkan atas dirinya. Demikianlah menurut keterangan Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir mengemukakan
suatu hipotesis sehubungan dengan masalah ini, yang kesimpulannya menyatakan
“mengapa Habil menginginkan agar saudaranya—yaitu Qabil— memikul dosa
membunuh dirinya dan juga dosa dirinya sendiri, padahal perbuatan membunuh
jelas haram”. Lalu Ibnu Jarir mengemukakan jawabannya, yang intinya mengatakan
bahwa kedudukan Habil menjelaskan perihal dirinya dengan maksud agar Qabil
jangan sampai melangsungkan niatnya; jika terjadi pembunuhan, maka bukan dia
yang menjadi penyebabnya, melainkansemata-mata atas kehendak Qabil sendiri.
Menurut hemat kami ucapan ini mengandung nasihat bagi Qabil seandainya ia mau
menerimanya, dan sebagai peringatan untuknya seandainya dia menyadarinya.
Karena itulah Allah berfirman: Sesungguhnya aku ingin agar kamu
kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri. (Al-Maidah: 29); Yaitu kamu menanggung
dosaku dan dosamu sendiri.
{فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ
النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ}
Maka kamu akun menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah
pembalasan bagi orang-orang yang zalim. (Al-Maidah:
29) Ibnu Abbas mengatakan bahwa Habil menakut-nakuti Qabil dengan siksaan
neraka tetapi ia tidak takut dan tidak menghiraukannya.
Firman Allah :
{فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ
أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh
saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara
orang-orang yang merugi. (Al-Maidah:
30)
Yakni maka hawa nafsu Qabil merayu dan memacu dirinya untuk
membunuh saudaranya, lalu ia membunuhnya, sesudah saudaranya memberikan nasihat
dan peringatan di atas.
Dalam pembahasan yang lalu yaitu dalam riwayat yang bersumberkan dari Abu
Ja’far Al-Baqir alias Muhammad ibnu Ali ibnul Husain— disebutkan bahwa Qabil
membunuh Habil dengan sebuah barang tajam yang digenggamnya.
As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu
Abbas dan dari Murrah ibnu Abdullah, juga dari sejumlah sahabat Nabi ﷺ bahwa setelah hawa nafsu Qabil mendorongnya untuk membunuh
saudaranya, maka ia mencari-cari saudaranya untuk ia bunuh, lalu ia berangkat
mencarinya di daerah puncak pegunungan.
Kemudian pada suatu hari ia datang kepada saudaranya yang saat itu
sedang menggembalakan ternak kambingnya Ketika Qabil datang, Habil sedang
tidur, lalu ia mengangkat sebongkah batu besar, kemudian ia pukulkan ke atas
kepala Habil sehingga Habil mati seketika itu juga dan jenazahnya dibiarkan di
padang (tanah lapang). Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Diriwayatkan dari sebagian Ahli Kitab bahwa Qabil membunuh Habil
dengan mencekik dan menggigitnya, sama halnya dengan hewan pemangsa yang
membunuh mangsanya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ketika Qabil hendak membunuh Habil, maka Qabil
membungkukkan lehernya (dengan maksud akan menggigitnya), maka iblis mengambil
seekor binatang, lalu meletakkan kepala binatang itu di atas batu, lalu iblis
mengambil sebuah batu dan memukulkannya ke kepala binatang itu hingga mati,
sedangkan Qabil melihatnya.
Lalu ia mempraktekkan hal yang
semisal terhadap saudaranya.Ibnu Abu Hatim meriwayatkan bahwa Abdullah ibnu
Wahb telah meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya
yang telah menceritakan bahwa Qabil memegang kepala Habil dengan maksud ingin
membunuhnya, lalu ia hanya menekan kepalanya tanpa mengerti bagaimana cara
membunuhnya. Kemudian datanglah iblis dan bertanya kepadanya, “Apakah kamu
hendak membunuhnya?” Qabil menjawab, “Ya.” Iblis berkata,
“Ambillah batu ini dan timpakanlah ke atas kepalanya.” Maka Qabil
mengambil batu itu dan menimpakannya ke kepala Habil hingga kepala Habil pecah
dan meninggal dunia.
Kemudian iblis segera datang menemui
Hawa dan berkata, “Hai Hawa, sesungguhnya Qabil telah membunuh
Habil.” Maka Hawa berkata kepadanya, “Celakalah kamu, apakah yang
dimaksud dengan terbunuh itu?” Iblis menjawab, “Tidak makan, tidak
minum, dan tidak bergerak.” Hawa menjawab, “Kalau demikian, itu
artinya mati.” Iblis berkata, “Memang itulah mati.” Maka Hawa
menjerit, hingga Adam masuk menemuinya ia masih dalam keadaan menangis
menjerit. Lalu Adam mengulangi lagi pertanyaannya, dan Hawa masih tidak
menjawab. Maka Adam berkata, “Mulai sekarang kamu dan semua anak
perempuanmu menjerit, dan aku serta semua anak lelakiku berlepas diri dari
perbuatan itu.” Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu
Hatim.
Firman Allah :
{فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi. (Al-Maidah; 30)
Yakni merugi di dunia dan akhirat, dan memang tiada satu kerugian pun yang
lebih besar daripada kerugian seperti ini.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ ووَكِيع قَالَا حَدَّثَنَا
الْأَعْمَشُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرّة، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: “لَا تُقتَل نَفْسٌ ظُلْمًا، إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ
الْأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا، لِأَنَّهُ كَانَ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ
الْقَتْلَ”.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah
dan Waki’, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-A’masy,
dari Abdullah, ibnu Murrah, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas’ud yang telah
menceritakan bahwa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Tiada seorang pun yang terbunuh secara
aniaya, melainkan atas anak Adam yang pertama tanggungan sebagian dari
darahnya, karena dialah orang yang mula-mula mengadakanpembunuhan.
Hadis ini telah diketengahkan oleh
Jamaah —selain Imam Abu Daud— melalui berbagai jalur dari Al-A’masy dengan
lafaz yang sama. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku
Hajjaj, bahwa Ibnu Juraij telah mengatakan bahwa Mujahid pernah mengatakan,
“Salah satu dari kaki si pembunuh itu digantungkan berikut dengan betis
dan pahanya sejak hari itu, sedangkan wajahnya dipanggang di matahari dan ikut
berputar dengannya ke mana pun matahari bergulir. Pada musim panas terdapat api
yang membakarnya dan pada musim dingin terdapat salju yang menyengatnya”.
Hajjaj mengatakan bahwa Abdullah
ibnu Amr pernah mengatakan, “Sesungguhnya kami benar-benar menjumpai anak
Adam si pembunuh ini berbagi azab dengan ahli neraka dengan pembagian yang
benar. Azab yang dialaminya adalah separo dari azab mereka semua.”
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan
kepada kami Salamah, dari Ibnu Ishaq, dari Hakim ibnu Hakim, bahwa ia pernah
menceritakan sebuah riwayat dari Abdullah ibnu Amr yang telah berkata,
“Sesungguhnya manusia yang paling celaka ialah anak Adam yang membunuh
saudaranya (yakni Qabil), tiada setetes darah pun yang dialirkan di bumi ini
sejak dia membunuh saudaranya sampai hari kiamat, melainkan ia kebagian dari
siksaannya.
Demikian itu karena dialah orang
yang mula-mula melakukan pembunuhan.”
Ibrahim An-Nakha’i mengatakan bahwa tiada seorang pun yang terbunuh secara
aniaya, melainkan anak Adam yang pertama dan iblis ikut bertanggung jawab
terhadapnya. Hal ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir.
Firman Allah .:
{فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ
فِي الأرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْأَةَ أَخِيهِ قَالَ يَا وَيْلَتَى
أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْأَةَ أَخِي
فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ}
Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi
untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia harus menguburkan
jenazah saudaranya. Berkata Qabil, “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak
mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat
saudaraku ini?” Karena itu, jadilah dia seorang di antara orang-orang yang
menyesal. (Al-Maidah:31).
As-Saddi telah meriwayatkan dalam
sanad yang terdahulu sampai kepada para sahabat, bahwa ketika anak itu (Habil)
meninggal dunia, maka pembunuhnya meninggalkannya di tanah lapang, tanpa mengetahui
bagaimana cara menguburnya. Maka Allah menyuruh dua ekor burung gagak yang
bersaudara, lalu keduanya saling baku hantam hingga salah satunya mati,
kemudian burung gagak yang menang menggali sebuah galian, lalu tubuh saudaranya
itu dimasukkan ke dalam galian itu dan diurug dengan tanah. Ketika anak Adam si
pembunuh itu melihatnya, ia berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{قَالَ يَا وَيْلَتَى
أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْأَةَ أَخِي}
Aduhai, celakalah aku, mengapa aku
tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat
saudaraku ini? (Al-Maidah: 31). Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa seekor burung gagak datang kepada seekor
burung gagak lainnya yang telah mati, lalu ia mengurug tubuhnya dengan tanah
hingga tertimbun. Maka berkatalah orang yang telah membunuh saudaranya itu: Aduhai, celaka aku, mengapa aku tidak
mampu berbuat seperti burung gagakjini, lalu aku dapat menguburkan mayat
saudaraku ini? (Al-Maidah: 31).
Ad-Dhahhak telah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas, bahwa Qabil menggendong tubuh saudaranya yang ia masukkan ke dalam
sebuah karung di atas pundaknya selama satu tahun, hingga Allah menyuruh dua
ekor burung gagak. Qabil melihat kedua ekor burung gagak itu menggali-gali di
tanah, maka berkatalah Qabil:
mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini? (Al-Maidah: 31). Lalu ia
menguburkan mayat saudaranya.
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Qabil menggendong
mayat saudaranya di atas pundaknya selama seratus tahun, tanpa mengerti apa
yang harus ia lakukan terhadapnya; bila lelah, ia meletakkannya di tanah,
hingga ia melihat seekor burung gagak mengubur seekor burung gagak lainnya yang
telah mati.
Setelah menyaksikan pemandangan itu, ia
berkata: Aduhai, celaka aku,
mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat
menguburkan mayat saudaraku ini? Karena itu jadilah dia seorang di antara
orang-orang yang menyesal. (Al-Maidah:
31)
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan ibnu
Jarir.
Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa tatkala Qabil membunuh Habil, maka Qabil
menyesali perbuatannya itu, lalu ia memeluk tubuh saudaranya yang telah mati
itu hingga berbau, sedangkan burung-burung dan hewan-hewan pemangsa menunggu-nunggu
di sekitarnya kapan ia membuang jenazah saudaranya, sebab mereka akan
memakannya.
Demikianlah menurut apa yang
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari sebagian ahli ilmu mengenai kitab
terdahulu, bahwa setelah Qabil membunuhnya, maka ia tertegun kebingungan tanpa
mengetahui apa yang akan dilakukan terhadap mayat saudaranya dan bagaimanakah
cara menguburnya.
Demikian itu karena hal tersebut,
menurut dugaan mereka, merupakan peristiwa pembunuhan yang pertama kalinya di
kalangan Bani Adam dan juga permulaan orang yang mati, sebagaimana dinyatakan
dalam firman-Nya: Kemudian Allah
menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan
kepadanya(Qabil) bagaimana dia
menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil, “Aduhai, celaka aku. mengapa
aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan
mayat saudaraku ini?” Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang
yang menyesal. (Al-Maidah: 31).
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, ahli
kitab Taurat menduga bahwa ketika Qabil telah membunuh saudaranya Habil, Allah
berfirman kepadanya,”Hai Qabil, di manakah saudaramu Habil?” Qabil
menjawab, ”Saya tidak mengetahui, saya bukan orang yang ditugaskan untuk
menjaganya.” Allah berfirman, “Sesungguhnya darah saudaramu
memanggil-manggil-Ku dari bumi sekarang. Kamu orang yang terlaknat di muka bumi
yang telah membukakan mulutnya, lalu menelan darah saudaramu yang diakibatkan
dari ulah tanganmu. Maka jika kamu bekerja di lahanmu, bumi tidak mau lagi
memberikan tanamannya kepadamu, sehingga kamu menjadi ketakutan dan tersesat
mengembara di bumi.”
Firman Allah .:
{فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ}
Karena itu, jadilah dia seorang di
antara orang-orang yang menyesal. (Al-Maidah:
31)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Allah meliputinya (Qabil) dengan penyesalan
dan kerugian.Demikianlah menurut pendapat mufassirin sehubungan dengan kisah
ini, mereka semua sepakat bahwa para pelakunya adalah kedua anak Adam, seperti
yang tersiratkan dari makna lahiriah Al-Qur’an.
Hal ini jelas
dan gamblang. Tetapi Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Waki’, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Yusuf, dari Amr, dari Al-Hasan
—yaitu Al-Basri— yang telah mengatakan bahwa kedua orang lelaki yang disebutkan
di dalam Al-Qur’an melalui firman-Nya: Ceritakanlah
kepada mereka kisah kedua anak Adam menurut yang sebenarnya. (Al-Maidah: 27); adalah dua orang
lelaki dari kalangan Bani Israil. bukan kedua putra Adam yang sesungguhnya,
mengingat persembahan kurban hanya dilakukan oleh kalangan Bani Israiil.
Dan Nabi Adam عَلَيْهِ السَلاَمُ adalah manusia yang mula-mula meninggal dunia.
Riwayat ini aneh sekali, dan dalam sanadnya masih perlu ada yang
dipertimbangkan, karena sesungguhnya Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari
Ma’mar, dari Al-Hasan, bahwa Rasulullah Sallallahu Alahi Wasallam. pernah
bersabda: Sesungguhnya kedua putra Adam عَلَيْهِ
السَلاَمُ telah memberikan suatu
contoh bagi umat ini, maka ambillah oleh kalian yang terbaik dari
keduanya.Ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Asim Al-Ahwal, dari Al-Hasan
yang mengatakan bahwa Rasulullah Sallallahu Alahi Wasallam telah bersabda: Sesungguhnya Allah telah membuat suatu
perumpamaan untuk kalian melalui kedua putra Adam عَلَيْهِ
السَلاَمُ, maka ambillah oleh
kalian contoh yang baik dari mereka dan buanglah oleh kalian contoh yang buruk
dari mereka.
Hal yang sama telah diriwayatkan secara mursal oleh Bukair Ibnu Abdullah Al Muzanni
yangsemuanya itu diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir. Salim ibnu Abul Ja’d mengatakan bahwa setelah anak Adam membunuh
saudaranya, Nabi Adam tinggal selama seratus tahun dalam keadaan sedih, tidak
tertawa sama sekali. Kemudian didatangi dan dikatakan kepadanya, “Semoga
Allah menghidupkanmu dan membuatmu bahagia.”
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan
kepada kami Salamah, dari Gayyas ibnu Ibrahim, dari Abu Ishaq Al-Hamdani yang
telah mengatakan bahwa Ali ibnu Abu Talib pernah berkata, Setelah anak
Adam membunuh saudaranya, maka Nabi Adam عَلَيْهِ
السَلاَمُmenangisinya, dan mengatakan: ‘Negeri-negeri dan semua penduduknya
telah berubah, kini warna bumi menjadi kelabu lagi buruk, semua yang berwarna
kini telah layu dan berubah rasanya serta jarang wajah cantik yang berseri.
Kemudian Nabi Adam dijawab: ‘Hai ayah Habil, kini keduanya telah
terbunuh, dan kehidupan kini menjadi sembelihan kematian, maut datang dengan
kejahatannya, padahal dahulunya maut masih dalam keadaan takut, tetapi kini ia
datang kepada kehidupan dengan suara lantangnya*
Menurut lahiriahnya Qabil
disegerakan azabnya, seperti yang telah disebutkan oleh Mujahid dan Ibnu
Jubair: kakinya digantung ke atas sejak hari ia melakukan pembunuhan, dan Allah
menjadikan wajahnya menghadap ke arah matahari serta ikut berputar bersamanya
sebagai siksaan dan pembalasan untuknya. Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa
Nabi Sallallahu Alahi Wasallam pernah bersabda:
“مَا مِنْ ذَنْبٍ
أَجْدَرَ أَنْ يُعَجَّل اللَّهُ عُقُوبَتَهُ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخر
لِصَاحِبِهِ فِي الْآخِرَةِ، مِنَ البَغْي وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ”
Tidak ada suatu dosa pun yang lebih
layak disegerakan siksaan-nya oleh Allah di dunia berikut siksaan di akhirat
yang telah disediakan oleh Allah buat pelakunya selain dari bagi (pembunuhan) dan memutuskan tali silaturahmi. Sedangkan kedua perbuatan tersebut
telah terhimpunkan di dalam perbuatan Qabil. Maka kami hanya dapat mengatakan
bahwa sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kami semua
kembali.
************