Ibnu Katsir nama lengkapnya adalah Abu Fida Imaduddin Ismail ibn Umar ibn Katsir ibn
Dhau’ ibn Katsir al-Quraisy ad-Dimasyqi. Lahir di Masjidil, sebuah Dusun di
wilayah Bushara pada tahun 700 H/1300 M.
Ibnu Katsir sudah hafal
Al-Qur’an sejak usia 11 tahun. Beliau berguru dengan beberapa ulama besar diantaranya
Ibnu Taimiyah, Imam Adz-Ddzahabi, Abu al-Hajjaj al-Mizzi dan menikahi
putrinya.
Tafsir
Ibnu Katsir merupakan karya fenomenalnya. Ibnu Katsir wafat pada hari Kamis 26
Sya’ban 774 H/1373 M. dan dimakamkan disisi makam gurunya Ibnu Taimiyah yang
terletak di pemakaman Sufi, kota Damaskus (Suriah). Buku Qashash al-Anbiya
(Kisah Para Nabi) merupakan karya fenomenalnya selain Tafsir Ibnu Katsir.
Kisah-kisahnya bersandar pada Al-Qur’an dan Hadis Sahih.
Sejarah Nabi Luth السَلاَمُ dalam Qashash al-Anbiya
Ibnu Katsir
Termasuk
di antara peristiwa besar yang terjadi pada masa Nabi Ibrahim
adalah
sejarah Nabi Luth dan
terjadinya bencana besar yang menimpa kaumnya. Nabi Luth adalah putra Haran ibn Tarih.
Nabi Luth adalah putra saudara
laki-laki Nabi Ibrahim yang bernama Haran. Haran, Nakhur dan
Nabi Ibrahim adalah bersaudara. Nabi Luth pergi
meninggalkan tempat tinggal pamannya Nabi Ibrahim atas perintah dan izinnya menuju sebuah
negeri yang dikenal dengan Gharzaqar, tepatnya di kota Sodom.
Kota Sodom adalah Ibukota
negeri Gharzaqar yang pada saat itu didiami oleh orang-orang paling jahat dan
kafir. Mereka menjalani hidupnya dengan merampok, melakukan kejahatan,
bergelimang kemaksiatan, dan berbagai macam kejahatan lainnya.
Bahkan mereka
melakukan perbuatan kemungkaran dalam bentuk yang baru yang belum pernah ada
sebelumnya yaitu melakukan hubungan seks sejenis (homoseksual). Kaum laki-laki
yang melakukan homoseksual tidak mau menikahi wanita. Mereka menyerahkan kaum
wanita hanya pada laki-laki yang saleh saja.
Nabi Luth senantiasa
memperingatkan kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah dan tidak ada sekutu
bagi-Nya. Nabi Luth juga melarang kaumnya
melakukan kekejian yang dilarang Allah. Akan tetapi, tidak ada seorang pun di
antara mereka yang mau menerima dan beriman atas peringatan Nabi Luth tersebut.
Kedurhakaan mereka semakin
menjadi-jadi. Mereka terlena dalam kemaksiatan dan kesesatan. Mereka mengatakan
: “Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: Usirlah Luth beserta keluarganya dari negeri kalian
karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang mendakwakan dirinya sebagai
orang-orang suci” (Q.S An-Naml ayat 56).
Pujian mereka itu tidak lain
merupakan bahan ejekan kepada Nabi Luth dan para pengikutnya dengan
tujuan pengusiran. Kata-kata mereka merupakan refleksi dari penentangan dan
pembangkangan mereka terhadap seruan Nabi Luth.
Allah menyucikan Luth dan keluarganya kecuali Istri beliau. Kaum Nabi Luth menantang
Nabi Luth untuk mendatangkan azab dan siksa yang sangat pedih bagi mereka. Mereka
menyatakan “Datangkanlah kepada kami azab Allah jika kamu termasuk orang-orang
yang benar”, (Q.S Al-Ankabut ayat 29).
Pada saat itulah Nabi Luth berdoa kepada Allah yang menguasai seluruh alam dan Rabb para Nabi agar
beliau diberikan pertolongan dari kaumnya yang telah berbuat kerusakan itu. Allah
marah dengan marahnya Nabi Luth, lalu mengabulkan doa beliau. Setelah itu, Allah mengutus para utusan-Nya
yang mulia dari kalangan Malaikat.
Nabi Luth Didatangi Malaikat yang
Berwajah Rupawan
Allah berfirman : “Dan takala datang utusan-utusan Kami (para Malaikat)
itu kepada Luth, ia merasa curiga dan merasa sempit dadanya karena kedatangan
mereka. Lalu ia berkata : Ini adalah hari yang amat sulit”, (Q.S Hud ayat 77).
Para ulama tafsir Qur’an berkata “Ketika rombongan para Malaikat yang terdiri atas
Malaikat Jibril, Mikail dan Israfil pergi meninggalkan Nabi Ibrahim mereka langsung pergi ke negeri Sodom.”
“Malaikat tersebut menjelma dalam
wujud para pemuda yang sangat tampan sebagai bukti ujian dari Allah bagi kaum
Nabi Luth sekaligus bukti nyata atas kekejian perbuatan mereka”.
Para Malaikat itu bertamu ke rumah Nabi Luth pada saat matahari terbenam. Nabi Luth merasa
sangat khawatir jika para tamu itu tidak diterima bertamu dirumahnya, mereka
akan diterima untuk bertamu di rumah kaumnya.
Nabi Luth merasa
curiga dan merasa sempit dadanya karena kedatangan para tamu itu. Nabi Luth berkata :
“Ini adalah hari yang sangat menyulitkan.”
Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah dan Muhammad ibn Ishaq berkata : “Hal itu
benar-benar merupakan ujian yang berat bagi Nabi Luth karena harus melindungi para tamu-tamunya.”
Para tamu itu kemudian datang ke rumah Nabi Luth dan tidak
seorang pun warga tahu kedatangan mereka kecuali anggota keluarga Nabi Luth sendiri. Istri Nabi Luth segera keluar rumah dan memberitahu kaumnya dan berkata “Sesungguhnya, di rumah suamiku ada beberapa laki-laki yang seumur hidupku aku
belum pernah melihat seorang pun yang lebih tampan dari mereka.”
Mendengar itu, kaum Nabi luth segera ke rumahnya. Nabi Luth berkata :
“Wahai kaumku, inilah putri-putriku. Mereka lebih suci bagi kalian, (Q.S Hud
ayat 78). Kaum Nabi Luth menjawab : “Sesungguhnya, engkau pasti tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan
terhadap putri-putrimu dan sesungguhnya engkau mengetahui apa yang sebenarnya
kami kehendaki”, (Q.S Hud ayat 79).
Nabi Luth berkata : “Seandainya aku mempunyai kekuatan untuk menolak kalian atau aku berlindung
kepada keluarga yang kuat tentu aku lakukan,” (Q.S Hud ayat 79).
Muhammad ibn Amru ibn Alqamah telah menceritakan dari Abu Salamah, dari
Abu Hurairah رضي الله عنه , sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda : “Semoga rahmat Allah
senantiasa dilimpahkan kepada Luth. Beliau ingin berlindung kepada perlindungan yang Maha Kuat yaitu Allah.
Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi pun sesudah Luth kecuali berasal dari kaumnya yang tinggi nasabnya”, (H.R Ahmad dalam
kitab Musnad-nya).
Allah berfirman : “Dan sesungguhnya ia (Luth) telah memperingatkan
mereka akan azab-azab Kami, maka mereka mendustakan ancaman-ancaman itu. Dan
sesungguhnya mereka telah membujuknya agar menyerahkan tamunya kepada mereka,
lalu Kami buatakan mata mereka. Maka rasakanlah azab-Ku dan ancaman-Ku.
Sesungguhnya pada hari esok harinya meraka ditimpa azab yang kekal,” (Q.S
Al-Qamar ayat 36-38).
Para tamu itu berkata : “Wahai Luth, seungguhnya kami adalah
utusan-utusan (Malaikat) Allah. Sekali-kali mereka tidak akan dapat
menggangumu,” (Q.S Hud ayat 81).
Para Ahli Tafsir Al-Qur’an menjelaskan bahwa
Malaikat Jibril keluar rumah menemui kaum Nabi Luth dan segera memukul wajah mereka
dengan kepakan sayapnya hingga ada yang mengatakan bahwa mata mereka menjadi
buta permanen.
Kelompok mata dan biji mata mereka akan menjadi sirna bahkan
bekas mata mereka sama sekali tidak terlihat. Akhirnya mereka pulang dengan
meraba-raba dinding dan berkata : “Lihat saja, kami akan membuat perhitungan
dengan Luth esok hari !”
Nabi Luth السَلاَمُ Beserta Keluargnya
Pergi Meninggalkan Negerinya
Sebelum azab itu terjadi, para Malaikat menyampaikan dua perintah kepada
Nabi Luth yaitu memerintahkan
beliau dan keluarganya agar pergi meninggalkan negeri kaumnya pada akhir malam.
Adapun perintah yang satunya lagi : “Dan janganlah ada seorang pun di antara
kalian yang tertinggal dan menoleh ke belakang kecuali isterimu,” (Q.S Hud ayat
81). Maksudnya, ketika mendengar turunnya azab yang menimpa kaumnya, Nabi Luth dan keluarganya jangan sampai
tertinggal dan menoleh kebelakang.
As-Suhaili berkata : “Nama istri Nabi Luth السَلاَمُ adalah
Walihah dan nama istri Nabi Nuh السَلاَمُ adalah Walighah”. Ketika Nabi Luth pergi bersama kedua putrinya tidak seorang pun
dari kaumnya yang mengikutinya. Setelah Nabi Luth السَلاَمُ keluar dari negeri mereka, tidak lama waktu
Subuh tiba dan saat itulah tiba waktunya bagi ketetapan Allah yaitu azab yang
pedih bagi kaum Nabi Luth السَلاَمُ.
Allah berfirman : “Maka takala datang keputusan Kami, Kami menjungkir
balikan negeri kaum Luth dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari
tanah yang terbakar yang diberi tanda oleh Tuhamu. Dan siksaan itu tiadalah
jauh dari orang-orang yang zalim,” (Q.S Hud ayat 82 dan 83).
Para ahli Tafsir Al-Qur’an
menyatakan bahwa Malaikat Jibril السَلاَمُ menghancurkan
negeri itu dengan sayapnya. Negeri itu terdiri atas tujuh kota yang dihuni
400.00 jiwa tidak termasuk hewan yang mereka miliki. Penduduk negeri kaum Nabi
Luth semuanya diangkat tinggi-tinggi hingga para Malaikat dan dijungkir
balikan.
Allah berfirman :“Allah menjadikan istri Nabi Nuh dan Nabi Luth sebagai
perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua
orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami.”
Gambar Istri Nabi Luth yang diyakini membatu
kepada suaminya maka suami itu tidaklah
dapat membantu mereka sedikit pun dari siksa Allah. Dan dikatakan kepada
keduanya : “Masuklah kalian berdua ke Neraka bersama orang-orang yang masuk
Neraka,” (Q.S At-Tahrim ayat 10).
Istri Nabi Luth السَلاَمُ dan Nabi Nuh السَلاَمُ mengkhianati suami mereka dalam urusan agama, keduanya tidak mau
mengikuti suaminya dalam menjalankan agama.
Selanjutnya Ibnu Abbas رضي الله عنه dan para Ulama berkata bahwa pengkhianatan istri Nabi tersebut bukan
karena perilaku zina tetapi karena tidak menaati suaminya dalam menjalankan
perintah agama.
Allah mengubah negeri kaum Nabi Luth السَلاَمُ menjadi
Danau berbau menyengat yang tidak dapat dimanfatkan air dan tanahnya.
Ibnu Katsir berkata bahwa hal ini dijadikan sebagai pelajaran dan contoh
bagi kaum lainnya dan juga sebagai tanda kekuasaan Allah dalam memberikan
siksaan terhadap orang-orang yang menentang perintah Allah dan mendustakan
Rasul-Nya. Ada seorang penyair berkata :
“Meskipun kalian bukan
kaum Luth Tetapi jika perilaku
kalian menyerupai mereka Maka kalian tidaklah
jauh berbeda Atau sama saja dengan
kaum Luth”
Hukuman Bagi Pelaku
Homoseksual dalam Islam
Sebagian besar Ulama berpendapat bahwa orang yang melakukan Homoseksual
harus dihukum Rajam baik pelakunya adalah laki-laki yang sudah menikah (muhsan)
maupun ghair muhsan (belum menikah).
Hal ini pendapat yang disepakati oleh Imam
Syafi’i, Imam Ahmad ibn Hanbal, semoga Allah senantiasa merahmati mereka dan Ulama lainnya.
Para Ulama menggunakan
dalil berdasarkan Hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibn Hanbal dari Amr ibn Amr dari Ikrimah رضي الله عنه dari Ibn Abbas رضي الله عنه bahwa Rasulullah ﷺ bersabda : “Siapa yang di antara kalian mendapati orang yang melakukan
perbuatan Luth (melakukan Homoseksual) maka bunuhlah kedua pelakunya itu,” (H.R
Ibnu Majah, at-Tirmidzi dan Abu Daud).
Adapun Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa orang yang melakukan Liwath
(Homoseksual) harus dihukum dengan cara dijatuhkan dari tempat yang tinggi lalu
dihujani dengan batu sebagaimana hukuman yang pernah ditimpakan kepada kaum
Luth السَلاَمُ .
Penemuan Kota Sodom Masa
Kini
Umat
muslim tentu pernah mendengar kisah kehancuran umat Nabi Luth AS di Kota Sodom.
Masyarakat Kota Sodom dikenal dengan perzinahan dan penyimpangan seksualnya.
Karena itu pula Tuhan mendatangkan azab berupa kehancuran melalui sebuah gempa
bumi maha dahsyat.
Kisah ini bahkan tertuang jelas dalam Al Quran surat Huud
ayat 82. “Maka tatkala
datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami
balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan
bertubi-tubi.“
Dalam ayat tersebut
dijelaskan, Allah ‘menjungkirbalikkan’ Kota Sodom hingga luluh lantah tak
tersisa.Meski telah lenyap berabad-abad yang lalu, jejak Kota Sodom ternyata
masih dapat ditelusuri. Penelitian arkeologis mendapati, Kota Sodom terletak di
tepi Laut Mati (dahulunya merupakan Danau Luth). Kota ini memanjang di antara
perbatasan Israel-Yordania.
Temuan arkeolog ini diperkuat oleh penelitian seorang
geolog asal Inggris bernama Graham Harris. Graham dan timnya menemukan bahwa
Sodom dibangun di pesisir Laut Mati dan penduduknya berdagang aspal yang
tersedia di wilayah tersebut. Daerah pemukiman warga Sodom berupa dataran yang
mudah diguncang gempa.
Di samping mendapati fakta Kota Sodom adalah zona gempa
bumi, selama penggalian tim geolog menemukan banyak lapisan lahar dan batu
basal bukti pernah terjadinya letusan gunung berapi dan gempa bumi maha dahsyat
di pesisir Laut Mati.
Sementara peneliti lain asal Jerman, Werner Keller,
mengungkap hasil temuan yang lebih detail. Penelitian Werner menghasilkan fakta
bahwa Kota Sodom dahulunya terletak di wilayah yang kini bernama Lembah Siddim.
Sedangkan gempa bumi maha dahsyat yang mengancurkan kaum Sodom diperkirakan
dulunya terjadi dari tepi Gunung Taurus. Lalu memanjang ke pantai selatan Laut
Mati dan berlanjut melewati Gurun Arabia ke Teluk Aqaba melintasi Laut Merah
hingga mengguncang Afrika.
Werner menduga saat itu Lembah Siddim (Kota Sodom)
terjerumus ke dalam jurang yang sangat dalam akibat guncangan gempa yang sangat
hebat. Ia juga memperkirakan gempa tersebut disertai letusan, petir, keluarnya
gas alam bahkan munculnya lautan api yang dahsyat.
Serangkaian penemuan arkeologis
dan percobaan ilmiah itu membuktikan bahwa kaum Luth memang pernah hidup pada
masa lalu di sekitar wilayah Laut Mati yang kini berada di perbatasan negara
Israel dan Yordania.
Sumber : Ibnu Katsir dalam karyanya “Qashash al-Anbiya (Sejarah Para Nabi)”
yang diterbitkan Qisthi Press, Tafsir Ibnu Katsir, dan berbagai sumber.