KeislamanSejarah

Sejarah Dan Periodisasi Perang Salib

7 Mins read

Kuliahalislam.Perang Salib terjadi tahun 1096-1291 Masehi. Perang salib merupakan perang keagamaan selama hampir dua abad yang terjadi sebagai reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat Islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang.

Perang ini terjadi karena sejak tahun 632 sampai meletusnya Perang Salib sejumlah kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen telah diduduki oleh umat Islam seperti di Suriah kecil, Spanyol dan Sisilia. Disebut Perang Salib karena ekspedisi militer Kristen mempergunakan salib sebagai simbol penguasa untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitul Maqdis (Yerusallem) dari tangan-tangan orang Islam.

Penyebab Perang Salib

Faktor-faktor utama penyebab terjadinya Perang Salib adalah agama, politik dan sosial ekonomi. Pertama, Faktor agama. Sejak Dinasti Bani Seljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fatimiah pada tahun 1070 M, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke sana.

Hal ini disebabkan karena para penguasa Bani Seljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka hendak melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Bahkan mereka yang pulang berziarah mengeluh karena mendapat perlakuan jelek dari orang Bani Seljuk yang fanatik.Umat Kristen mendapat perlakuan buruk dari para penguasa Bani Seljuk yang sangat berbeda dengan para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya.

Kedua, Faktor Politik. Kekalahan Bizantium sejak tahun 330 disebut Konstantinopel ( Istanbul) di Manzikrat (Malazkird atau Malaszird, Armenia) pada tahun 1071 M dan jatuhnya Asia kecil di bawah kekuasaan Bani Seljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comnenus (Kaisar Konstantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II ( 1035-1099 M; menjadi Paus dari 1088 sampai 1099 M) dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Bani Seljuk.

Paus Urbanus II bersedia membantu Bizantium karena ada janji Kaisar Alexius untuk tunduk di bawah kekuasaan Paus di Roma dan harapan untuk dapat mempersatukan gereja Yunani dan Roma. Pada waktu itu Paus memiliki kekuasaan dan pengaruh sangat besar terhadap raja-raja yang berada di bawah kekuasaannya.

Dia dapat menjatuhkan sanksi kepada raja yang membangkang pada perintah Paus dengan mencopot pengakuannya sebagai raja. Di lain pihak, kondisi kekuasaan Islam pada waktu itu sedang melemah sehingga orang-orang Kristen di Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dari Perang Salib.

Ketika itu Dinasti Seljuk di Asia kecil sedang mengalami perpecahan, Dinasti Fatimiah sedang lumpuh di Mesir, sementara kekuasaan Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena adanya pertentangan segitiga antara Khalifah Dinasti Fatimiyah di Mesir, Khalifah Dinasti Abbasiyah di Baghdad dan Amir Ummayah di Andalusia yang memproklamirkan dirinya sebagai Khalifah. Situasi yang demikian mendorong penguasa-penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu persatu daerah kekuasaan Islam, seperti dinasti-dinasti kecil di Edessa (ar-Ruha’) dan Baitul Maqdis.

Ketiga, Faktor Sosial Ekonomi. Pedagang-pedagang besar yang berada di pantai timur laut tengah terutama berada di kota Venesia, Genoa dan Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai Timur dan selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan dagang mereka.

Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka apabila pihak Kristen Eropa membawa kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena jalur Eropa akan bersambung dengan rute-rute perdagangan di Timur melalui jalur strategis tersebut.

Disamping itu, terjadi stratifikasi sosial masyarakat Eropa yang ketika itu terdiri dari tiga kelompok yaitu kaum gereja, kaum bangsawan serta ksatria dan rakyat jelata. Meskipun kelompok yang terakhir ini merupakan mayoritas di dalam masyarakat tetapi mereka menempati kelas yang paling rendah.

Kehidupan mereka sangat tertindas dan terhina, mereka harus tunduk kepada para tuan tanah yang sering bertindak semena-mena dan mereka dibebani berbagai pajak serta sejumlah kewajiban lainnya. Oleh karena itu, ketika mereka dimobilisasi oleh pihak gereja untuk mengambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan diberikan kebebasan dengan kesejahteraan yang lebih baik bila perang dapat dimenangkan, mereka menyambut seruan itu secara spontan dengan berduyun-duyun melibatkan diri dalam perang tersebut.

Selain stratifikasi sosial masyarakat Eropa yang memberlakukan diskriminasi terhadap rakyat jelata, pada waktu itu di Eropa berlaku hukum waris yang menetapkan bahwa hanya anak tertua yang berhak menerima harta warisan. Apabila anak tertua meninggal maka harta warisan harus diserahkan kepada gereja. Hal ini telah menyebabkan populasi orang miskin semakin meningkat. Akibatnya, anak-anak yang miskin sebagai konsekuensi hukum waris yang mereka taati itu beramai-ramai pula mengikuti seruan mobilisasi umum itu dengan harapan yang sama yang ini untuk menetapkan perbaikan ekonomi.

Periodisasi perang Salib

Para sejarawan saling berbeda pendapat dalam menetapkan periodisasi Perang Salib. Prof. Ahmad Syalabi ( penulis buku at-Tarikh al-Islami wa al-Hadarah al-Islamiyah atau Sejarah dan Kebudayaan Islam), misalnya membagi periodisasi perang salib itu atas 7 periode. Sementara itu Philip K. Hitti ( orientalis yang menulis buku History of the Arabs) memandang perang salib berlangsung terus-menerus dengan kelompok-kelompok yang bervariasi, kadang-kadang berskala besar dan tidak jarang pula berskala kecil. Selain itu garis demakrasi antara gerakan yang satu dan lainnya tidak jelas. Meskipun demikian, Hitti berusaha membuat periodisasi Perang Salib dan menyederhanakan pembagiannya dalam 3 periode.

Periode Pertama. Disebut periode penaklukan pada tahun 1096-1144 M. Jalinan kerjasama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan semangat umat Kristen terutama akibat pidato Paus Urbanus II pada Konsili Clermont tanggal 26 November 1095 M.

Menurut penilaian Philip K. Hitti, pidato Ini kemungkinan sekali merupakan pidato yang paling berkesan sepanjang sejarah yang telah dibuat oleh Paus. Pidato ini bergema ke seluruh penjuru Eropa yang mengakibatkan seluruh negara kristen mempersiapkan berbagai bantuan untuk mengadakan penyerbuan. Gerakan ini merupakan gerakan spontanitas yang diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat.

Hasan Ibrahim Hasan ( sejarawan Islam yang menulis buku Tarikh al-Islami) menggambarkan gerakan ini sebagai gerombolan rakyat jelata yang tidak mempunyai pengalaman berperang, tidak disiplin dan tanpa memiliki persiapan. Gerakan ini dipimpin oleh Pierre L’Ermite. Sepanjang jalan menuju kota Konstantinopel, mereka membuat keonaran, melakukan perampokan dan bahkan terjadi bentrokan dengan penduduk Hongaria dan Bizantium. Akhirnya dengan mudah pasukan salib dapat dikalahkan oleh pasukan Bani Seljuk.

Pasukan salib angkatan berikutnya dipimpin oleh Godfrey of Bouillon. Gerakan ini lebih merupakan ekspedisi militer yang terorganisasi rapi. Mereka berhasil menduduki kota suci Palestina pada tanggal 7 Juni 1099 M. Pasukan Godfrey ini melakukan pembantaian besar-besaran selama lebih kurang satu minggu terhadap umat Islam tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa serta tua dan muda. Di samping itu mereka membumihanguskan bangunan-bangunan umat Islam. Sebelum pasukan ini menduduki Baitul Maqdis mereka lebih dahulu merebut Anatolia Selatan, daerah Tarsus, Antiokia, Aleppo, dan ar-Ruha’ (Edessa). Mereka juga berhasil merebut Tripoli, Syam (Suriah) dan Arce.

Kemenangan pasukan salib dalam periode ini telah mengubah peta dunia Islam dan situasi di kawasan itu. Sebagai akibat dari kemenangan tersebut berdirilah beberapa kerajaan Latin-Kristen di Timur yaitu Kerajaan Baitul Maqdis tahun 1999 di bawah pemerintahan Raja Godfrey, Edessa tahun 1098 di perintah oleh Raja Baldwin dan Tripoli tahun 1109 di bawah kekuasaan Raja Raymond.

Periode Kedua. Disebut periode reaksi umat Islam tahun 1144-1192. Jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan kaum salib membangkitkan kesadaran kaum muslimin untuk menghimpun kekuatan guna menghadapi mereka.

Di bawah komando Sultan Imaduddin Zangi, Gubernur Mosul, kaum muslimin bergerak maju membendung serangan pasukan salib. Bahkan mereka berhasil merebut kembali Allepo dan Edessa (ar-Ruha) pada tahun 1144 M. Setelah Imaduddin Zangi wafat pada tahun 1146, posisinya digantikan oleh putranya yaitu Nuruddin Zangi.

Di bawah kepemimpinannya ia meneruskan cita-cita ayahnya untuk membebaskan negara-negara Islam di Timur dari cengkraman kaum salib. Kota-kota yang berhasil dibebaskannya antara lain kota Damaskus pada tahun 1147 M, Antiokia tahun 1149 dan Mesir tahun 1169 M.

Keberhasilan kaum muslimin meraih berbagai kemenangan terutama setelah munculnya Sultan Salahuddin Yusuf Al Ayyubi di Mesir yang berhasil membebaskan Baitul Maqdis pada tanggal 2 Oktober 1187 M, telah membangkitkan kembali semangat kaum salib untuk mengirim ekspedisi militer yang lebih kuat.

Ekspedisi ini dipimpin oleh raja Eropa yang sangat besar yaitu Frederick I (Barbarossa, Kaisar Jerman), Richard I (The Lion Hearted, Raja Inggris) dan Philip II (Augustus, Raja Prancis).Ekspedisi militer salib ini dibagi dalam beberapa divisi. Sebagian menempuh jalan darat dan yang lainnya menempuh jalur laut. Frederick yang memimpin di divisi darat tewas tenggelam dalam penyebrangannya di sungai Armenia, dekat kota ar-Ruha’.

Sebagian tentaranya kembali kecuali beberapa orang itu melanjutkan perjalanan di bawah pimpinan putra Frederick. Adapun kedua divisi lainnya menempuh jalur laut bertemu di Sisilia. Mereka berada di sana sampai musim dingin berlalu.

Karena terjadi kesalahpahaman, akhirnya mereka meninggalkan Sisilia secara terpisah. Richard menuju Cyprus dan mendudukinya kemudian melanjutkan perjalanan ke Syam. Adapun Philip langsung ke Arce. Di sana pasukannya berhadapan dengan pasukan Sultan Salahuddin Yusuf Al Ayyubi. Tidak Berapa lama kemudian datang pula Raja Richard dengan pasukan yang mengakibatkan pertempuran sengit terjadi. Akhirnya kota Arce ditinggalkan oleh pasukan Salahuddin Yusuf al-ayyubi dan memilih langkah mundur untuk mempertahankan kota Mesir.

Dalam keadaan demikian, kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan gencatan senjata dan melakukan suatu perjanjian. Inti perjanjian damai tersebut adalah daerah pedalaman akan menjadi milik kaum muslimin dan umat Kristen yang akan ziarah ke Baitul Maqdis akan terjamin keamanannya sedangkan daerah-daerah pesisir Utara, Arce dan Jaffa berada di bawah kekuasaan pasukan salib. Tidak lama kemudian setelah perjanjian itu disepakati, Sultan Salahuddin Yusuf al-ayyubi meninggal dunia pada bulan Februari tahun 1193 M.

Periode Ketiga. Periode yang berlangsung tahun 1193 hingga 1291 ini lebih dikenal dengan periode peperangan saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran di dalam pasukan salib. Hal ini disebabkan karena periode ini lebih disemangati oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat material daripada motivasi agama.

Tujuan utama mereka untuk membebaskan Baitul Maqdis seolah-olah mereka lupakan. Hal ini dapat dilihat ketika pasukan salib yang dipersiapkan menyerang Mesir tahun 1202-1204 ternyata membelokkan haluan menuju Konstantinopel. Kota ini disebut dan diduduki lalu dikuasai oleh Baldwin sebagai rajanya. Dia merupakan raja Roma-Latin pertama yang berkuasa di Konstantinopel.

Dalam periode ini telah terukir dalam sejarah munculnya pahlawan wanita yang terkenal gigih berani yaitu Syajar ad-Durr. Dia berhasil menghancurkan pasukan Raja Louis IX dari Perancis dan sekaligus menangkap raja tersebut. Bukan hanya itu, sejarah telah mencatat bahwa pahlawan wanita gagah perkasa ini telah mampu menunjukkan sikap kebesaran Islam dan membebaskan dan mengizinkan Raja Louis IX kembali ke Prancis.

Meskipun pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam perang salib, namun mereka telah mendapatkan hikmah yang tak bernilai harganya karena mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya.

Bahkan, kebudayaan dan peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya Renaisans di Barat. Kebudayaan yang mereka bawa ke barat terutama dalam bidang militer, seni dan perindustrian, perdagangan, pertanian, astronomi, kesehatan serta kepribadian.

Dalam bidang militer, dunia Barat menemukan persenjataan dan teknik berperang yang belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan bahan-bahan peledak untuk melontarkan peluru, pertarungan dengan menunggang kuda, teknik melatih burung merpati untuk kepentingan informasi militer, dan penggunaan alat-alat rebana dan gendang untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medan perang.

Dalam bidang industrian, mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus peralatan tenun di dunia timur. Untuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain seperti muslim, satin dan damas. ke Barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum, kemenyan dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan.

Dalam bidang sistem pertanian yang sama sekali baru di dunia Barat, seperti model irigasi yang praktis dan jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka macam. Hal yang cukup penting lainnya adalah penemuan gula.

Hubungan perniagaan dengan Timur menyebabkan mereka menggunakan mata uang sebagai alat tukar barang. Sebelumnya mereka menggunakan sistem barter. Ilmu astronomi yang dikembangkan Islam sejak abad ke-9 telah mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium di dunia barat.

Selain itu mereka meniru rumah sakit dan tempat pemandian. Yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa sikap dan kepribadian umat Islam di timur pada waktu telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan di Eropa yang sebelumnya tidak mendapatkan perhatian.

203 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
Keislaman

Benarkah Ibadiyah Takfiri? Mengungkap Wajah Moderat Khawarij dalam Kitab Tafsir Hamyan Al-Zad

4 Mins read
Jika Khawarij dikenal sebagai kelompok paling ekstrem, bagaimana mungkin salah satu cabangnya justru menjadi suatu kelompok yang moderat dan intelektual? Nama Khawarij…
KeislamanPendidikan

Asal Usul Roh Menurut Islam

4 Mins read
Kuliahalislam.Mempelajari asal usul Roh ada kaitannya dengan masalah kekadiman atau kebaharuan Roh. Berdasarkan pendapat Plato, ahli filsafat Yunani mengatakan bahwa Roh itu…
Keislaman

Lima Pilar Rasionalisme Muktazilah: Telaah Penafsiran Qadi ‘Abd al-Jabbar dalam Tanzih al-Qur’an ‘an al-Mata‘in

4 Mins read
Muktazilah salah satu aliran teologi Islam yang menempati posisi penting dalam sejarah intelektual Islam. Aliran ini dikenal kental nuansa doktrin teologis dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights