KULIAHALISLAM.COM – Seorang manusia dapat di katakan seorang yang telah masuk Islam apabila ia telah mengikrarkan syahadat sebagai syarat kunci menjadi seorang muslim.
Secara sadar, ia telah meyakini suatu keyakinan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT. Demikianlah dikatakan bahwa seseorang tersebut telah beriman dan menjadi muslim.
Iman adalah suatu hal yang paling utama dalam diri setiap seorang muslim. Iman adalah keyakinan, keyakinan manusia terhadap Tuhannya. Meliputi segala sesuatu yang di ajarkan, ilmu, takdirnya yang telah di tetapkan oleh Tuhan kepada setiap makhluk ciptaannya.
Salah satu problematika keimanan adalah mempunyai sifat turun naik. Tidak konsisten. Bahkan bisa hilang. Dan hal itu adalah salah satu ujian terberat setiap muslim dalam menjaga keimanan mereka.
Karena setiap kali mereka bermaksiat, maka seketika itu keimanan mereka turun jauh. Dan ketika mereka bertobat dengan sungguh-sungguh, maka keimanan mereka naik drastis di tingkat paling tinggi. Namun tidak menutup kemungkinan untuk turun-naik lagi, karena demikianlah sifat iman.
Bahkan sifat keraguan atau kecerdasan pada diri manusia dapat menurunkan keimanan atau bahkan mampu menghilangkannya sebagaimana telah terjadi pada orang-orang yang muslim kemudian menjadi atheis karena kecerdasan berpikir atau orang murtad karena keraguan dalam hatinya.
Lantas bagaimanakah hal itu bisa terjadi dan apakah akal dan qalbu memiliki hubungan dengan iman?
Dalam penjelasan Pak Agus Musthofa pada diskusi terbukanya yang di tuangkan dalam bentuk buku, beliau mengambil ayat Alquran sebagai dasar argumennya sebagai berikut;
Dasar Alqur’an surah Yunus ayat 100;
“Dan tidak ada seorang pun akan beriman, kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya (dalam beriman).” {QS. Yunus (10) ayat 100}
Di sini jelas sebagai dasar bahwa akal adalah alat untuk beriman. Yakni orang-orang yang mempergunakan akal mereka untuk mengetahui kebenaran tentang Tuhan dan justru mereka yang tidak menggunakan akal maka akan mendapat kemurkaan Allah SWT.
Lalu Dimana Fungsi Qalbu?
Alqur’an surah Ali Imran ayat 190-191;
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda – tanda bagi orang – orang yang berakal (ulul albab). {190}.
(yaitu) orang – orang yang mengingat Allah (merasakan kehadiran Allah dengan qalbu) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan (dengan intelektualitasnya secara saintifik) tentang penciptaan langit dan bumi (lantas menyimpulkan) : “ya Tuhan kami, tidak ada yang Engkau ciptakan dengan sia-sia. Maha Suci Engkau (bisa merasakan kehadiran Allah), maka peliharalah kami dari siksa neraka. {191}. QS. Ali Imran (3) ayat 190-191
Dalam ayat ini, di terangkan bagaimana fungsi qalbu dalam diri manusia. Fungsinya adalah untuk merasakan kehadiran Allah SWT. Sedangkan fungsi akal tadi sebagai pintu masuk atau penjaga atas keyakinan terhadap Allah SWT. Tapi qalbu jangan di biarkan berjalan sendiri, karena ia memiliki sifat naik turun atau bolak balik.
Maka dari itu Tuhan menciptakan akal dengan sifatnya yang stabil dan terukur. namun sebaliknya, akal jika di biarkan berjalan sendiri hanya akan melahirkan kebenaran duniawi yang tergantung pada masing masing tali persepsi pemikirnya dan biasanya akan melahirkan kemurtadan dan atheis. Itulah mengapa mereka adalah kombinasi harmonis antara rasa (qalbu) dan pikiran (akal saintifik).
Hal ini juga terbukti di dalam Alqur’an di nyatakan bahwa hatilah yang memiliki penyakit. Ia bisa menjadi keras, kotor, bahkan tertutup. Namun di Alqur’an di tegaskan berkali kali bahwa : “… Dan tidak bisa mengambil pelajaran (dari ilmu-ilmu Allah SWT) kecuali orang-orang yang berakal.”
Nahh hati yang telah di terangi, di sucikan dengan ilmu-ilmu Allah SWT lewat proses akal itulah yang akan menghasilkan iman. Proses itu pula lah yang di sebut sebagai taubat sebagai penerang dan pembuka hati yang tertutup hijab dosa. Itulah yang di sebut qalbun salim.
Dalam beragama Islam, seorang muslim akan dihadapkan pada persoalan dunia yang tidak pernah habis. Seiring perkembangan zaman, akan selalu ada pertanyaan baru muncul bahkan terkadang sebagai bentuk perlawanan terhadap agama Islam.
Muslim yang baik harus bisa mengambil pelajaran dari setiap gerak yang di lihatnya, ia harus bisa merasakan Allah SWT di hatinya, sehingga ketika ia terjun di lingkungan masyarakat maka ia akan membawakan ajaran cinta dengan kebijaksanaan yang penuh kedamaian.
Ia bisa menggunakan akalnya untuk menghasilkan argumen dalam mempertahankan kebenaran. Lalu ia gunakan qalbunya untuk merasa bahwa mereka yang berbeda paham juga adalah makhluk dari sang raja dari segala raja.
Jadi ketika cinta itu telah tercipta dari kolaborasi antara akal dan qalbu maka akan tercipta lah agama Islam yang rahmatan lil’alamin dengan sebenar benarnya.
Sekian tulisan ini semoga dapat membuat pembaca sedikit lebih memahami korelasi antara Akal, Qalbu dan Iman. Terima kasih
Sumber : Buku Atheis vs Tasawuf modern (serial tanya jawab ngaji online 4) karya Agus Musthofa. Di terbitkan PADMA press
Penulis: Muthawally Al Zaiban, Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
Editor: Adis Setiawan