Penulis: Muhammad Fathul Ula*
KULIAHALISLAM.COM – Salahuddin Yusuf Ibn Ayyub (Salahuddin Al Ayyubi) atau yang lebih dikenal dengan Saladdin lahir pada tahun 1137 di Tikrit, Irak ia terlahir dari keluarga Kurdi yang terhormat. Ayahnya, Najm Al Din Ayyub adalah gubernur Tikrit pada waktu itu.
Sejak usia dini Salahuddin sudah menerima pendidikan yang mumpuni karena pengaruh ayahnya yang menjadi gubernur pada waktu itu. Pada usia muda Salahuddin sudah bergabung dengan pasukan pamanya yang saat itu pamanya menjabat sebagai salah satu jendral terkenal dari dinasti Zengid yamg bernama Sirkuh. Salahuddin terlibat dalam berbagai kampanye militer melawan tentara salib dibawah kepemimpinan pamanya.
Setelah kematian pamanya pada tahun 1169, Salahuddin mengambil alih komando kepemimpinan pasukan. Disinilah Salahuddin mulai menunjukan keterampilanya di dunia militer dalam memimpin pasukan melawan tentara Salib di daerah Levant. Kepemimpinanya yang cerdas dan penuh strategi membuatnya diakui pemimpin perang dan ahli strategi yang ulung.
Puncak karir Salahuddin yaitu saat pertempuran Hattin yang terjadi pada tanggal 4 Juli 1187 meletus yang dipicu oleh serangkaian peristiwa dan yang memperburuk hubungan antara tentara Salib dan pasukan Salahuddin Al Ayyubi.
Sebelum terjadinya pertempuran Hattin Salahuddin terlebih dahulu melakukan pengepungan ke kota Tiberias. Salah satu tokoh kontroversial dalam peristiwa ini adalah Raynald dari Chatillon, seorang bangsawan Kristen yang sering melakukan serangan terhadap karavan-karavan Muslim dan menantang otoritas Salahuddin. Perlakuan ini memicu keteganggangan dan amarah Salahuddin.
Raja Baldwin IV, yang pada saat itu sedang mengidap penyakit kusta yang sangat parah tidak dapat memimpin pasukannya. Sebagai gantinya, kepemimpinan pasukan Salib diambil oleh Guy de Lusignan.
Kota Tiberias yang waktu itu dijaga oleh pasukan Salib yang dipimpin oleh Guy de Lusignan dari Yerusalem berusaha untuk membela kota Tiberias dari serangan pasukan Salahuddin. Namun, pasukan Salib mengalami kesulitan dalam menghadapi pasukan Salahuddin yang lebih besar dan taktis yang dipimpin oleh Salahuddin sendiri.
Akibat pengepungan yang intens dan ketidakmampuan pasukan Salib untuk memberikan dukungan yang cukup, kota Tiberias mengalami kesulitan besar. Kondisi ini semakin memburuk karena pasukan Salahuddin berhasil memotong jalur pasokan air ke kota, menyebabkan kehausan dan kelelahan di pihak pasukan Salib.
Akhirnya, Raja Guy dari Yerusalem dan pasukannya tidak mampu lagi mempertahankan kota, dan pada bulan Juli 1187, mereka menyerah kepada pasukan Salahuddin. Ini menjadi satu dari serangkaian kekalahan yang akhirnya membawa kepada Pertempuran Hattin.
Setelah berhasil menaklukan kota Tiberias Salahuddin menarik pasukannya dari Tiberias dan memimpin mereka ke Danau Tiberias (juga dikenal sebagai Laut Galilea). Pasukan Salib, yang terdiri dari pasukan gabungan dari Kerajaan Yerusalem dan Kesultanan Antiokhi dan akhirnya Raja Guy dari Yerusalem beserta pasukanya memutuskan untuk pergi ke utara dan menuju Hattin.
Salahuddin yang terkenal sebagai ahli taktik perang yang ulung menunjukkan taktik militer yang cermat dan bijaksana selama Pertempuran Hattin pada tahun 1187.
Salahuddin mengetahui bahwa air adalah kunci keberhasilan dalam kondisi panas gurun di sekitar Hattin. Oleh karena itu, Pasukannya berhasil memotong jalur pasokan air ke pasukan Salib, yang membuat mereka kehausan dan terkekang di bawah terik matahari, mengurangi efektivitas tempur mereka.
Salahuddin juga memanfaatkan topografi dataran Hattin yang terbuka. Dia berhasil menarik pasukan Salib keluar dari posisi pertahanan mereka dan membawanya ke medan terbuka. Dengan melakukan ini, pasukan Salib kehilangan keuntungan taktis dari posisi bertahan dan menjadi lebih rentan terhadap serangan pasukan berkuda dan pemanah Salahuddin.
Pasukan Salahuddin yang terdiri dari kavaleri yang sangat terampil menjadi elemen kunci dalam taktiknya. Mereka melancarkan serangan berkuda yang cepat dan efektif terhadap pasukan Salib. Koordinasi yang baik antara pasukan darat dan kavaleri. Pemanah berkuda memberikan dukungan api kepada pasukan darat yang menyerang. Koordinasi ini menciptakan serangan serentak yang efektif dan membingungkan pasukan Salib.
Salahuddin menunjukkan kesabaran dan strategi panjang dalam menyusun rencana. Dia menghindari pertempuran langsung dengan pasukan Salib selama beberapa waktu, memberikan kesan bahwa pasukannya lemah atau ragu-ragu. Namun, seiring berjalannya waktu, taktik ini membuka peluang untuk melancarkan serangan yang efektif dan merusak formasi perang tentara Salib.
Salahuddin Ayyubi berhasil meraih kemenangan telak dalam pertempuran Hattin. Yang membuka jalan bagi Salahuddin untuk merebut kembali Yerusalem pada bulan Oktober 1187.
Setelah meraih kemenangan di pertempuran Hattin Salahuddin mengarahkan pasukanya menuju ke Yerussalem. Disana Salahuddin masih harus mengahadapi Raja Baldwin IV yang menjadi Raja di ibu kota Damaskus pada waktu itu.
Disini pasukan tentara msulim sangat diuntungkan dengan penyakit kusta parah yang diderita oleh Raja Baldwin IV. Sang Raja pun menyadari kalau Yerussalem sekarang dalam keadaan sangat terancam namun sang Raja tetap gigih pergi beperang menghadapi pasukan muslim yang di pimpin langsung oleh Salahuddin.
Salahuddin yang mengetahui sang Raja dalam keadaan sakit parah enggan berperang dan menawarkan sebuah tawaran diplomasi dengan Raja Baldwin IV, Baldwin IV memutuskan menyetujui untuk bertemu dengan Salahuddin.
Baldwin IV dan Salahuddin bertemu dalam suasana damai setelah Pertempuran Hattin pada tahun 1187. Pada saat itu, Baldwin IV masih muda dan sakit parah. pertemuan ini melibatkan tawaran cincin emas oleh Salahuddin kepada Baldwin sebagai tanda persahabatan.
Salahuddin menawarkan cincin tersebut sebagai bentuk salam damai dan menghormati Baldwin yang dianggapnya sebagai ksatria yang berani dan pemimpin yang agung meskipun menderita penyakit yang parah. Baldwin menolak tawaran tersebut dengan rasa penuh hormat dan memutuskan untuk memberikan jubahnya sebagai gantinya. Salahuddin juga memberikan makanan dan minuman kepada Baldwin dan pasukannya.
Pertemuan antara Salahuddin dan Baldwin IV mencerminkan aspek-aspek tertentu dari etika dan kode kesatria, serta sikap adil dan hormat di antara kesatria dan pemimpin pada zaman itu. Meskipun mereka merupakan pemimpin yang berasal dari pihak yang berseberangan.
Selain terkenal sebagai ahli strategi Salahuddin juga dikenal sebagai sosok pemimpin yang sangat menjujung tinggi etika, moral dengan penuh toleransi saat di medan pertempuran.
Seperti saat di pertempuran Hattin Salahuddin memperlakukan tawanan perang Kristen dengan penuh hormat dan adil. Dia mengizinkan mereka untuk memilih antara membayar tebusan atau melayani di rumah sakit Muslim.
Dan ketika penaklukan Yerusalem, Salahuddin mengizinkan warga Kristen untuk meninggalkan kota dengan aman, asalkan mereka membayar pajak keamanan. Dia juga melindungi tempat-tempat ibadah Kristen dan memberikan perlindungan kepada para peziarah Kristen.
Dari kisah Salahuddin Al Ayyubi yang mendepankan toleransi dapat kita pelajari pentingnya bermoral dan beretika sesuai norma-norma yang ada dan dapat kita terapkan di kehidupan nyata.
*) Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
Editor: Adis Setiawan