Kuliahalislam.Sa’d bin Ubadah bin Dulaim, merupakan salah satu sahabat terbaik Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang wafat pada tahun 15 Hijriyah atau 636/637 Masehi. Sa’d bin Ubadah bin Dulaim merupakan putra Ubadah bin Dulaim bin Harisah, seorang dermawan pada zaman jahiliyah.
Dia bersama Sa’ad bin Mu’az adalah pemuka-pemuka penduduk Madinah. Sa’d bin Ubadah merupakan pemuka suku Aus di Madinah. Di Madinah, dia adalah orang yang paling dulu masuk Islam. Tetapi sumber tersebut tidak menyebut-nyebut pada tahun berapa dan dalam peristiwa apa dia masuk Islam.
Perihal masuknya orang-orang Madinah dalam Islam, dalam sejarah lebih dikenal dengan peristiwa bai’at Aqabah pertama pada tahun ke-12 kenabian Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan baiat Aqabah kedua pada tahun berikutnya. Namun, dalam kedua peristiwa ini hanya disebut sebagai “orang yang pernah menyaksikan”.
Jika demikian, maka yang tergolong dalam enam orang dari suku Khazraj, pada tahun ke-11 dari permulaan kenabian yang sengaja hendak menjumpai Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam di Aqabah yaitu suatu tempat di Mina. Sebagai hasil perjumpaan itu, 6 tamu dari Yatsrib ( Madinah) itu masuk Islam dengan memberikan kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah utusan Allah.
Sementara itu, kepada nabi Muhammad SAW mereka menyatakan bahwa kehidupan di Yatrib selalu dicekam oleh permusuhan antara golongan dan suku khususnya antara suku Aus dan Khazraj dan mereka mengharapkan semoga Allah mempersatukan golongan-golongan dan suku-suku yang selalu bermusuhan itu melalui Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Mereka berjanji kepada nabi Muhammad SAW akan mengajak penduduk Yatsrib masuk Islam.
Berkat upaya mereka masuk di dalamnya Sa’d bin Ubadah, pada musim Haji berikutnya yaitu tahun ke-12 kenabian, 12 orang laki-laki penduduk Yatsrib ( sepuluh orang suku Khazraj dan dua orang suku Aus) menemui Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam di tempat yang sama. Selain mengakui kerasulan Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam atau masuk Islam, mereka juga berbaiat kepada nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah, tidak akan mencuri dan tidak akan berbuat zina, dan tidak akan berbohong serta tidak akan menghkianati Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Kemudian pada musim haji tahun berikutnya, sebanyak 73 penduduk Yatsrib yang sudah memeluk agama Islam berkunjung ke Mekah. Mereka mengundang Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam untuk hijrah ke Yatsrib dan menyatakan lagi pengakuan mereka bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah nabi dan pemimpin mereka. Nabi Muhammad SAW menemui mereka di tempat yang sama seperti dua tahun sebelumnya yakni di Aqabah.
Di tempat itu mereka mengucapkan bai’at bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dan bahwa mereka akan membela Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebagaimana mereka membela istri dan anak mereka.
Pernyataan setia ini sempat didengar oleh kalangan orang-orang musyrik. Timbullah kepanikan di kalangan orang-orang musyrik Quraisy mereka segera mengejar kelompok Anshor yang sedang bersiap-siap kembali pulang ke Yatsrib. Dalam peristiwa pengejaran ini, mereka hanya berhasil menangkap Sa’d bin Ubadah.
Kemudian mereka membawanya ke Mekah dan menyiksanya secara beramai-ramai hingga Sa’d bin Ubadah memperoleh pertolongan dari Jubair bin Mut’im bin Ada dan al-Haris bin Umayah. Pertolongan ini diberikan karena Sa’d bin Ubadah juga pernah menolong mereka ketika singgah di Yatsrib untuk berdagang ke negeri Syam (Suriah).
Sa’d bin Ubadah banyak membaktikan harta kekayaannya bagi kepentingan orang-orang Muhajirin yang telah lebih dahulu tiba di Madinah pada akhir tahun ke-13 kenabian Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Para ahli riwayat mengatakan bahwa ; ” Sa’d bin Ubadah selalu menyiapkan perbekalan bagi Rasul wasallam dan bagi seluruh isi rumahnya”. Selanjutnya dikemukakan, biasanya seorang laki-laki Ansor Ketika pulang ke rumahnya membawa seseorang atau dua bahkan tiga orang Muhajirin, sedangkan Sa’d bin Ubadah ketika hendak pulang ke rumahnya membawa 80 orang Muhajirin.
Sa’d bin Ubadah tidak hanya menyiapkan kekayaannya untuk melayani kepentingan Islam tetapi juga dia membaktikan tenaganya. Dia adalah orang yang amat mahir dalam memanah. Ketika mengikuti peperangan bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, pengorbanannya amat penting dan menentukan.
Ketika Perang Uhud terjadi, ia bersama Sa’ad bin Mu’az menolong Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam saat mengalami luka-luka. Menurut Abdullah bin Abbas, pada setiap peperangan Rasulullah mempunyai dua bendera yaitu bendera Muhajirin di tangan Ali Bin Abi Thalib dan bendera Ansor di tangan Sa’d bin Ubadah.
Ketika meletus Perang Khandaq atau perang Ahzab pada tahun 5 Hijriyah/ 627 Masehi, di Madinah Bani Quraizhah melakukan penghianatan terhadap perjanjian yang dibuat bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Pihak Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam segala mengutus Sa’d bin Ubadah dan Sa’ad bin Mu’az untuk menyelesaikannya, tetapi Bani Quraizhah menolak damai.
Pada peristiwa Fathu Makkah atau penaklukan kota Mekah tahun 8 Hijriyah/630 Masehi, Sa’d bin Ubadah sudah diangkat sebagai komandan peleton. Pengangkatan itu bersamaan dengan pengaturan strategi; barisan Islam dibagi menjadi empat kelompok yang terdiri dari pasukan di bawah komando Zubair bin Awwam diperintahkan masuk Mekah dari sebelah utara, pasukan Khalid bin Walid dari sebelah selatan dan Sa’d bin Ubadah dari sebelah barat dan Abu Ubaidah bin Jarrah melalui Gunung Hind.
Pada hari kedua setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam wafat, Sa’d bin Ubadah sebagai pelopor kaum Anshar sempat menggusarkan beberapa tokoh muslim. Pagi itu, kelompok Anshor melangsungkan pertemuan di Saqifah ( balai pertemuan) Bani Sa’idah, Madinah untuk mengangkat Sa’d bin Ubadah sebagai khalifah. Pada hari yang sama kaum Muhajirin telah memutuskan dan mengangkat Abu Bakar As Siddiq selain Khalifah. Peristiwa ini dapat diselesaikan yang diputuskan dengan pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah.