KULIAHALISLAM.COM – Dalam sebuah kisah, pada saat perang sedang terjadi Rasulullah SAW pernah terluka. Gigi geraham beliau patah, bibir bawahnya sobek, dan dahinya yang mulia bercucuran darah.
Perang ini disebut dengan perang uhud. Perang ini dikenal dengan nama gunung tempat terjadinya peperangan antara kaum kafir Quraisy dan kaum Muslim. Gunung Uhud terletak di sebelah utara kota Madinah.
Perang ini merupakan rangkaian peristiwa yang menjadi cobaan dan ujian bagi hamba-hamba Allah yang beriman. Tujuan dari perang Uhud adalah untuk mempertahankan eksistensi agama Islam dan perjuangan kaum Muslim dari serangan kaum kafir Quraisy yang ingin menghancurkan kejayaan Islam.
Pertempuran ini berlangsung sengit antara kaum musyrikin dengan kaum muslimin. Talhah bin Abi Talhah Al Abdari dari pasukan kaum musyrikin keluar menentang duel pasukan kaum muslimin. Sedangkan dari pihak muslimin keluar Zubair bin Awwam yang langsung melompat menyerangnya bagaikan seekor singa.
Di sisi lain, Abu Dujanah yang mendapatkan pedang Rasulullah SAW langsung menyerang dengan penuh keberanian dan membunuh siapa saja orang musyrikin yang menghadangnya. Begitu pula paman Rasulullah SAW, Hamzah bin Abdul Muthalib yang menyerbu hingga ke tengah-tengah pasukan kaum musyrikin.
Pasukan pemanah yang berada di bukit ‘Ainain turut memberikan andil besar dalam pertempuran, mereka menghujani pasukan musyrikin dengan anak panah mereka sehingga membuat pasukan kaum musyrikin kocar-kacir dan banyak yang berguguran.
Setelah melihat pasukan musyrikin kocar-kacir meninggalkan medan pertempuran dan pasukan kaum muslimin mulai mengumpulkan harta rampasan perang. Regu pemanah yang berada di bukit ‘Ainain seketika turun dari pos penjagaan dan lupa akan tugas utamanya karena tergoda oleh harta dunia.
Singkat cerita, setelah kaum musyrikin mendengar berita bahwa pasukan kaum muslimin turun dari bukit, yang awalnya melarikan diri berbalik arah dan kembali menyerang pasukan kaum muslimin. Akhirnya pasukan kaum muslimin kacau balau, banyak di antara mereka yang terbunuh salah satunya adalah paman Rasulullah SAW yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib.
Di tengah situasi genting tersebut, kaum musyrikin mencoba mendekati Rasulullah SAW, tetapi mereka dihadang oleh pasukan kaum muslimin yang berjumlah 9 orang, yaitu 7 orang dari sahabat Anshar dan 2 orang dari sahabat Muhajirin.
Meskipun para sahabat berusaha sekuat tenaga melindungi Rasulullah SAW, kaum musyrikin tetap berhasil menerobos pertahanan kaum muslimin dan menyerang Rasulullah SAW hingga mengakibatkan wajah beliau terluka, bibir bawah beliau sobek dan pipi bagian atas yang menonjol hingga dua rantai besi perisai masuk ke dalam pipi bagian atas beliau.
Namun, di tengah hal itu, Rasulullah SAW malah tidak henti-hentinya menadahi tetesan darah itu dan mengusapkannya ke dada supaya tidah menetes ke tanah meski dalam keadaan genting sekalipun. Setelah perang mereda, seorang sahabat memberanikan diri bertanya mengenai perilaku beliau tersebut.
Dengan lemah lembut, Rasulullah SAW menjawab.
“Aku mendengar apa yang tidak kalian dengar tentang malaikat penjaga gunung. Kalau ada setetes darahku menyentuh bumi, maka Allah SWT akan menurunkan azab dari langit kepada mereka yang memerangiku.”
Mendengar jawaban itu para sahabat kembali bertanya,
“Mengapa engkau tidak mendoakan para musuh Allah itu supaya celaka?”
Rasulullah SAW kembali menjawab.
“Sungguh aku tidak diutus untuk melaknat, tetapi berdakwah dan menyebarkan rahmat kepada seluruh alam.”
Dalam Riwayat Ath Thabrani disebutkan, beliau bersabda pada saat itu, “Amat besar kemarahan Allah terhadap suatu kaum yang membuat wajah Rasul-Nya berdarah.” Setelah diam sejenak beliau bersabda lagi,”Ya Rabb berilah hidayah kepada mereka, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”
Begitulah akhlak yang ditunjukkan Rasulullah SAW kepada umatnya. Meski dalam keadaan terluka karena musuh tetapi Rasulullah tetap menunjukkan kasih sayangnya. Beliau tidak mendoakan keburukan kepada musuhnya, melainkan mendoakan supaya Allah memberi hidayah kepada mereka.
Bahkan dalam keadaan genting sekalipun Rasulullah SAW tidak mau ada setetes darahnya menyentuh bumi karena beliau takut Allah SWT akan menurunkan azab-Nya kepada mereka yang memerangi beliau.
Dalam paparan di atas, terdapat beberapa nilai-nilai pendidikan akhlak yang ditunjukkan oleh Rasulallah SAW. Kemuliaan akhlak Rasulullah SAW juga menjadikan tumbuhnya benih-benih kecintaan (mahabbah) dalam hati para sahabat. Sehingga rasa hormat dan jiwa rela berkorban selalu muncul dalam hati para sahabatnya.
Secara tidak langsung Rasulullah SAW juga memberikan pengajaran kepada kita supaya tidak pernah mendoakan keburukan kepada orang yang telah menyakiti kita. Melainkan dengan mendoakan supaya Allah SWT mengampuni dan memberikan hidayah-Nya kepada orang yang telah menyakiti kita.
Seandainya Rasulullah SAW membiarkan darahnya menyentuh bumi, maka sudah jelas kaum musyrikin akan kalah telak dan kerugian tidak akan menimpa kaum muslimin atas kekalahannya.
Untuk itulah peperangan ini merupakan ujian dalam keimanan dan akidah umat Islam agar umat selanjutnya dapat memetik hikmah dari peristiwa tersebut dan menjadikannya sebagai teladan.
Penulis: Muhammad Zainnurrofiq (Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Program Studi Ilmu Hadis)
Editor: Adis Setiawan