Radikalisme dan sekularisme adalah dua tantangan serius yang dapat mengguncang stabilitas sosial, politik, dan keagamaan suatu masyarakat. Pemuda sering kali menjadi target utama berbagai gerakan ideologis ini karena mereka berada dalam fase kehidupan yang penuh dengan pencarian identitas, semangat perubahan, dan idealisme yang tinggi. Untuk mengatasi fenomena ini, diperlukan pendekatan yang tidak hanya berfokus pada aspek fisik, tetapi juga menyentuh dimensi intelektual dan spiritual. Salah satu pendekatan yang sangat relevan adalah pemikiran kalam, yaitu cabang ilmu teologi Islam yang secara mendalam membahas keyakinan, dasar-dasar keimanan, dan hubungan antara manusia dan Tuhan dengan pendekatan rasional serta filosofis. Dengan memahami pemikiran kalam secara baik, generasi muda dapat memiliki dasar keyakinan yang kuat, sekaligus mampu menangkal pengaruh ideologi radikal yang sering kali mengedepankan kekerasan dan intoleransi, serta menyeimbangkan pandangan mereka dalam menghadapi sekularisme yang menuntut pemisahan agama dari ranah publik.
Definisi Radikalisme dan Sekularisme Radikalisme, dalam konteks sosial dan politik, dapat dipahami sebagai pandangan atau tindakan yang bertujuan untuk mengubah tatanan sosial, politik, atau agama secara fundamental, sering kali melalui cara kekerasan atau pemaksaan (Dhanani, 2021). Radikalisme biasanya didorong oleh keyakinan bahwa perubahan yang mendasar adalah satu-satunya cara untuk mencapai masyarakat yang lebih baik, tanpa memperhitungkan keragaman pandangan atau kompromi. Di sisi lain, sekularisme adalah pandangan yang berusaha memisahkan agama dari kehidupan publik dan politik, menekankan bahwa aspek keagamaan harus dipisahkan dari negara dan institusi publik (Hassan, 2022). Kedua fenomena ini sering kali tumbuh subur dalam lingkungan yang minim toleransi dan penuh kecurigaan terhadap pihak yang berbeda, serta diperparah oleh pemahaman agama yang sempit dan literal.
Pemikiran Kalam dalam Tradisi Islam Kalam merupakan cabang ilmu yang sangat penting dalam tradisi Islam. Ilmu ini berfokus pada pembahasan tentang akidah, sifat-sifat Tuhan, kenabian, serta hubungan manusia dengan Tuhan dan alam semesta (Al-Jabiri, 2020). Dalam sejarahnya, kalam berkembang untuk merespons berbagai tantangan teologis yang muncul seiring meluasnya pengaruh Islam ke berbagai budaya dan filsafat asing, seperti Yunani dan Persia. Beberapa aliran utama dalam kalam, termasuk Asy’ariyah, Maturidiyah, dan Mu’tazilah, memiliki pandangan yang beragam mengenai konsep ketuhanan, takdir, kebebasan manusia, dan keadilan Tuhan. Namun, secara umum, ilmu kalam menekankan pentingnya penggunaan akal, logika, dan argumen dalam memahami ajaran Islam, sehingga memperkuat keyakinan umat serta memberikan dasar teologis yang kokoh untuk menolak pandangan ekstrem (Rahman, 2019). Pendekatan ini sangat penting untuk membentengi pemuda dari pengaruh ideologi radikal yang sering kali hanya mengandalkan dogma tanpa dasar argumentatif yang jelas, sekaligus mampu menghadapi tantangan sekularisme yang menuntut pemisahan agama dari ranah publik.
Relevansi Pemikiran Kalam dalam Mencegah Radikalisme dan Sekularisme Pemikiran kalam memiliki relevansi yang sangat penting dalam upaya mencegah radikalisme dan sekularisme di kalangan pemuda. Salah satu kontribusi utamanya adalah kemampuannya untuk mendorong umat Islam berpikir secara kritis dan rasional dalam memahami ajaran agama. Ini berarti bahwa pemuda yang memahami kalam tidak akan mudah terpengaruh oleh propaganda ekstremis yang sering kali menyederhanakan teks-teks agama untuk membenarkan tindakan kekerasan. Selain itu, pemikiran kalam menekankan pentingnya fondasi keimanan yang kokoh, yang dapat membuat pemuda lebih tahan terhadap berbagai pengaruh negatif dari luar, termasuk ideologi menyimpang yang sering mengeksploitasi ketidakpastian atau kebingungan spiritual.
Lebih jauh, kalam juga mengajarkan pentingnya toleransi dan moderasi. Aliran seperti Asy’ariyah dan Maturidiyah, misalnya, menekankan pentingnya menghargai perbedaan pendapat dalam masalah-masalah teologis, sehingga mendorong umat Islam untuk menghindari sikap fanatik dan eksklusif yang sering menjadi akar radikalisme. Ini sangat penting dalam konteks masyarakat modern yang semakin plural dan beragam, di mana toleransi menjadi syarat utama untuk menciptakan harmoni sosial.
Selain itu, ilmu kalam juga mendorong umat Islam untuk memahami teks-teks agama secara kontekstual, bukan sekadar literal. Pendekatan ini sangat penting untuk mencegah pemuda terjebak dalam interpretasi yang sempit dan kaku, yang sering kali digunakan oleh kelompok radikal untuk membenarkan tindakan kekerasan. Dengan demikian, pemikiran kalam tidak hanya berfungsi sebagai landasan teologis, tetapi juga sebagai alat intelektual untuk menghadapi tantangan ideologis yang muncul di era modern, termasuk sekularisme yang mencoba memisahkan agama dari kehidupan publik secara total.
Kesimpulan
Pemikiran kalam memiliki peran strategis dalam mencegah radikalisme dan sekularisme di kalangan pemuda. Dengan mengedepankan rasionalitas, toleransi, dan pemahaman yang mendalam tentang akidah, pendekatan ini dapat melindungi generasi muda dari pengaruh ideologi kekerasan yang merusak sekaligus memberikan dasar yang kuat untuk menolak sekularisme yang ekstrem. Oleh karena itu, penting untuk terus mengembangkan pendidikan kalam sebagai bagian dari upaya menciptakan masyarakat yang damai, toleran, dan berkeadaban.
Referensi:
Dhanani, A. (2021). Understanding Radicalism in the Modern World. Cambridge University Press.
Hassan, R. (2022). The Roots of Extremism in the 21st Century. Oxford University Press.
Al-Jabiri, M. (2020). The Rationality of Islamic Theology. Routledge.
Rahman, F. (2019). Kalam and Its Contemporary Relevance. Islamic Thought Journal.
Al-Faruqi, I. (2023). Theological Foundations of Islam. International Institute of Islamic Thought