(Sumber Gambar Redaksi Kuliah Al-Islaam) |
KULIAHALISLAM.COM – Sebagai agama paripurna, Islam telah mengandung seperangkat ajaran yang komprehensif dan universal. Islam telah menyediakan segala hal yang dibutuhkan manusia termasuk kebutuhan untuk membangun peradabannya, jika manusia mau berpikir dan merenungkan ayat-ayat Nya; baik ayat qouliyah maupun ayat kauniyah. Maka benar adanya, jika Islam disebut sebagai agama yang senantiasa relevan disegala tempat dan waktu. Namun perlu dipahami juga, bahwa nilai-nilai ideal dalam ajaran Islam tidak akan bermakna apa-apa jika tidak sampai dan dipahami oleh umat manusia. Oleh karenanya, upaya menyampaikan dan memahamkan ajaran Islam kepada orang-orang yang belum mengerti dan memahami menjadi hal penting yang harus dilakukan.
Doktrin Islam
menyatakan bahwa setiap kebaikan akan mendapatkan balasan, begitupun dengan kejahatan. Hal ini berdasarkan firman Allah swt., dalam Qs. Al-Zalzalah/99 ayat 7-8: “Siapa yang
mengerjakan kebaikan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)-nya. Siapa yang
mengerjakan kejahatan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)-nya”. Kebaikan dan
kejahatan dalam Islam merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan
bertetangga dan bermasyarakat. Menyeru kepada kebaiakan dan mencegah
kepada keburukan adalah ayat yang sering sekali didalilkan dalam landasan
dakwah. Ayat tersebut digunakan sebagai pendamping dari ayat yang diatas telah disebutkan guna penguatan. Kebaikan yang dimaksud adalah kebaikan yang bersifat global dan mayoritas sepakat mengatakan hal tersebut baik.
Seperti membantu anak yatim, sedekah, dan hal-hal lain yang serupa. Kebaikan umum yang tidak kontroversi secara subjektif dimana menurut pandangan satu baik dan pandangan lainnya buruk.
Allah Swt Pencipta Yang Baik
Allah swt adalah pencipta
yang baik. Segala ciptaannya tidak seorang pun mampu menandinginya, baik
kuantitas maupun kualitasnya. Manusia sebagai makhluk ciptaannya hadir ke pentas
dunia dalam bentuk yang sebaik baiknya, jasmani dan rohani. Manusia secara qudrati mempunyai kebutuhan
untuk hidup bertahan dan berkesinambungan (survival). Untuk itu Tuhan
yang maha luas kebaikannya (al–barru), dengan penuh kasih sayang
menganugerahkan segala nikmat yang bermanfaat, lezat serta menyenangkan melalui
rahmatnya. Untuk itu manusia harus berbuat baik dengan memanfaatkan sebaik
mungkin segala apa yang di anugerahkan Tuhan.
Informasi tentang
kebajikan, secara gamblang dikemukakan dalam alquran dalam berbagai term yang
tersusun pada redaksi (uslub) teks ayat ayat yang beragam. Term–term
kebajikan dalam al–qur’an di antaranya al birr, al hasanah, al
khair, dan al
tayyibah. Ayat ayat al–qur’an
yang memuat term–term
tersebut cukup banyak, dengan berbagai derivasi (tashrif) dalam
menyampaikan pesan–pesannya. Misalnya dalam nQs. Al-Baqarah
ayat 77. Terdapat kata al-birr. Kebajikan
dalam ayat tersebut dinamakan al birr. Kata al birr terambil dari tashrif (barra,
yabiorru, birran, wa barra tan) mengandung arti taat berbakti pada,
bersikap baik, benar, banyak berbuat baik. Al–birru
seperti al–barru
(daratan). Daratan berbeda dengan lautan., daratan adalah area yang luas untuk
bisa banyak berbuat baik, jadi al–birr banyak
berbuat baik. Kata al–birr
juga bisa berarti memperbanyak kiebaikan. Menurut istilah syariah, al–birr berarti
setiap sesuatu yang dijadikan sebagai sarana untuk taqarrub kepada allah yakni
iman, amal shaleh, dan akhlak mulia.
Kebajikan al–birr
bisa dihubungkan kepada Allah
dan bisa dihubungkan kepada hamba (manusia). Dihubungkan kepada Allah disebut sifat al barru, yakni
begitu luas dan banyak menganugerahkan kebaikan kepada manusia dan makhluk
lainnya. Jika al birr dihubungkan kepada manusia “barru al-abdu rabbahu”
artinya hamba tersebut begitu banyak ketaatan kepada allah, dan tugas allah
untuk memberikan pahala kepadanya.
Ketaatan dan kebaikan hamba kepada Allah, tergambar dalam dua hal yaitu
kebaikan dalam akidah dan kebaikan atau ketaatan dalam amal perbutan. Kedua
macam kebajikan itu terkandung dalam ayat tersebut di atas (Qs. Al–Baqarah
ayat 177). Dalam suatu
riwayat, ayat tersebut turun berkenaan dengan pertanyaan seorang laki–laki kepada Rasulullah Saw, tentang al
birr (kebajikan), maka dibacakan ayat tersebut. Dalam ayat tersebut (2:
177) terkandung perbuatan baik menyangkut akidah yang benar seperti iman kepada
allah, haris akhir, para malaikat, kitab al quran dan para nabi. Terkandung
juga amal perbuatan yang fardu seperti shalat, dan zakat, yang sunnah seperti
berinfaq dengan harta yang dciintai dan bermanfaat. Kandungan lainnya adalah
akhlak mulia berupa kesabaran dan kebenaran.
Kebenaran adalah
kebajikan (al birr), maka orang yang berbuat baik termasuk orang yang
benar. Benar itu berangkat atau berdasar pada
suatu kekuatan. Orang yang shiddiq, benar benar kuat istiqomah, konisiten
memegang teguh apa yang sudah doyakini, untuk selanjutnya dilaksanakan atau
untuk dihindari. Dengan demikian orang yang benar ini memiliki predikat
muttaqun yakni orang orang yang bertakwa.
1.
Pengertian Baik
Dari segi bahasa baik
adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa Arab, atau good dalam bahasa Inggris. Louis Ma‟luf dalam kitabnya, Munjid, mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Sementara itu dalam Webster’s New Twentieth Century Dictionary, dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian dan seterusnya. Dalam Ensiklopedia Islam baik itu adalah bila ia mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia,
baik bila ia dihargai secara positif.
Selanjutnya yang baik itu
juga adalah sesuatu yang punya nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan, yang memberikan kepuasan. Yang baik itu dapat juga berarti sesuatu yang sesuai dengan keinginan. Dan yang disebut baik dapat pula berarti sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa secara
umum bahwa yang disebut baik atau
kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan,
yang diusahakan dan menjadi tujuan
manusia. Tingkah laku manusia adalah
baik, jika tingkah laku tersebut menuju
kesempurnaan manusia.
Kebaikan disebut nilai(Value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang kongkret.13 Sedangkan baik dalam perspektif Islam, sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran yang diharapkan manusia sesuai dengan keinginan syariat Islam dan tidak berbenturan dengan fitrah manusia. Term baik dalam bahasa Arab disebut al Khair, atau Hasanah dan Taibah. Adapun istilah buruk dalam bahasa Arab disebut Syirru, syaiah, dan khabisah.
Pada term baik saja Islam
memiliki multi-term baik, kesemuanya ditujukan kepada perbuatan baik. Misalnya
: al=hasanah, al-bir, al-thaiyibah,
alkarimah, al-khair azizah.
Berikut ini masing-masing term
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pada term al-hasanah.
Menurut al-Raghibal-Ashani, hasanah suatu term yang
di gunakan untuk menunjukkan sesuatu
yang disukai atau dipandang baik.
Al-hasanah sebgai lawan assyaiah dapat dibagi menjadi tiga bagian (1) hasanah dari segi akal, (2) hasanah dari segi hawa nafsu dan (3) hasanah dari segi pancaindera. Adapun
yang termasuk dalam al-hasanah,
antara lain keuntungan,
kesuksesan, kelapangan rezeki.
Sedangkan yang termasuk alsayi‟ah, misalnya kesempitan, kelaparan, tidak beruntung dan kesempitan rezeki. Al-Qur‟an banyak mengabadikan term al-hasanah yang dapat dijumpai dalam surat alBaqarah ayat
245, firman Allah„ Azza wa jallah: “Siapakah
yang mau memberi pinjaman kepada
Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah ), maka Allah akan melipat-ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS al-Baqarah (2) : 245). Maksud
ayat ini, siapa saja yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah sama
halnya dengan memberikan pinjaman
kepada Allah, dan Allah memberi
tahukan kepada manusia bahwa Dia
yang menyempitkan dan melapangkan
rezeki manusia.
2. Term al-birra bermakna
baik, memiliki makna yang
bervariasi, salah satunya dapat
dilihat dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah
ayat 177, firman Allah SWT: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi,
dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba
sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang
yang menepati janjinya apa bila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan peperangan. Mereka
itulah orang-orang yang benar (imannya);
dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa (QS al-Baqarah (2) : 177 ). Al-bir
lebih dikonotasikan pada makna
baik. Baik hubungan individu dengan
Allah dan hubungannya dengan sosial
kemasyarakatan.
3. Term al-Thaiyibah yang
dipandang baik, dijelaskan
al-Qur’an dalam surat
al-Baqarah ayat 168, firman Allah
SWT: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu
adalah musuh yang nyata bagimu”.(QS al-Baqarah (2) : 168).
Istilah halalan thaiyibah
dalam ayat ini, dikonotasikan
dengan makanan yang dikonsumsi
manusia. Manusia dilarang untuk
tidak meminum dan memakan minuman
dan makanan yang tidak halalan
thaiyiban. Makna halalan thaiyiban
di sini adalah minuman dan makanan
yang dihalalkan syariat dan makanan
yang memberi manfaat bagi badan,
bergizi dan memiliki vitamin yang dapat
menjadikan jasad menjadi sehat. Jika
makanan dan minuman itu diharamkan
syariat, sudah pasti minuman
dan makanan itu akan membahayakan
jasad manusia, dan pada makanan
dan minuman yang diharamkan itu sebagai alat dan wadah setan untuk menjatuhkan derajat manusia.
4. Term al-Karimah yang
bermakna baik lagi mulia,
digunakan untuk menunjukkan
pada akhlak yang mulia.
Hal ini, dijelaskan al-Qur‟an, firman
Allah Tabaraka wa ta’ala: “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu yang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS. Al-Nisaa‟ (4) :31).
Sikap menjauhkan diri
dari dosadosa besar, merupakan sikap yang amat mulia,
yang berimplikasi pada hilangnya dosa-dosa
kecil, dan akan ditempatkan pada
tempat yang amat mulia. Menjauhkan
diri dari dosa besar, berkorelasi
dengan tempat mulia. Tempat mulia
yang dimaksud di sini, bisa dimaknai
tempat dan derajat seseorang akan
meningkat di dunnia bila ia menjauhkan
diri dari dosa-dosa besar dan ditempatkan
di akhirat ke dalam surga. Jadi,
term kariman dalam ayat ini, memiliki
multi implikasi, baik semasa di dunia maupun di akhirat kelak nantinya.
5. Term al-Mahmudah yang
bermakna baik lagi terpuji, digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang utama sebagai balasan dari melakukan sesuatu yang diredhoi Allah. Dengan demikian, term al-Mahmudah lebih menunjukkan pada kebaikan yang bersifat spiritual. Hal ini, dapat dilihat dalam al-Qur‟an suat al-Isra ayat 79, firman Allah Azza wa Jalla: “Dan pada bagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS al-Isra (17) : 79).
Allah akan mengangkat
derajat seseorang, bila ia menggunakan sebagian malam untuk beribadah tambahan, seperti shalat tahajud di tengah malam atau sepertiga malam. Jadi, shalat tahajud berkorelasi dengan “maqaman mahmudaan”. Tempat terpuji itu ada kaitannya dengan shalat tahajud di tengah malam. Jika
dicari implikasi apa yang dimiliki
oleh kata maqaman mahmudan? meniscayakan
seseorang itu akan memperoleh
tempat yang terpuji di sisi Tuhan.
Jika Tuhan sudah mengatakan tempat
yang terpuji, maka tidak ada lagi tempat
istimewa daripada tempat lainnya.
6. Term al-Khair digunakan
untuk menjelaskan sesuatu yang dipandang baik, seperti dapat menggunakan akal, berbuat adil dan semua yang bermanfaat bagi kepentingan manusia secara keseluruhan. Term al-Khair ini, paling banyak dijumpai dalam al-Qur’an
dibanding dari term-term lainnya,
salah satunya term al-Khair yang digunakan al-Qur‟an, antara lain surat
al-Baqarah ayat 197, firman Allah SWT: “(Musim) haji
adalah beberapa bulan yang dimaklumi,
siapa saja yang menetapkan niatnya
dalam bulan itu akan mengerjakan haji,
maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan
di dalam masa mengerjakan haji.
Dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.
Berbekallah, dan sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa dan
bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
berakal ( QS Al-Baqarah (2) : 197)
Penjelasan ayat ini,
bahwa bulan Syawal, Zulqa’idah
dan Zulhijjah disebut musim
haji, bagi yang melaksanakan haji tidak
diperbolehkan berkata keji, bercarut dan
berkata porno. Terlarang juga berbuat fasik,
bertengkar antar sesama. Semua yang
dikerjakan pada musim haji itu mestilah
hal-hal yang menimbulkan kebaikan
dan kebajikan. Dan cukuplah bekal
sekadar keperluan saja, dan bekal takwa
itulah yang terlebih baik. Demikianlah Allah
memperingatkan manusia supaya
manusia menggunakan akalnya. Jadi, dalam ayat ini, ditemukan kata
khair sebanyak dua kali, yaitu Allah mengetahui apa yang baik dilakukan, dan sebaik-baik
bekal adalah takwa.
Berbuat Dalam Kebaikan
Al Qur’an pada Surah
al-Baqarah (2) ayat 148, yang
berbunyi: Artinya: Bagi
setiap umat ada kiblat yang dia
menghadap ke arahnya. Maka, berlomba-lombalah
kamu dalam berbagai
kebajikan. Di mana saja kamu
berada, pasti Allah akan mengumpulkan
kamu semuanya. Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Secara umum ayat ini dapat dipahami sebagai dorongan kepada umat Islam agar selalu berlomba-lomba dalam kebaikan.
Pada ayat ini, Allah SWT.
Menerangkan bahwa bagi setiap
pemeluk suatu agama mempunyai
kiblatnya sendiri-sendiri, tentunya kiblat itulah yang menjadi kecenderungan
mereka untuk menghadap sesuai dengan
keyakinan mereka, dan kaum muslimin
mempunyai kiblat yang ditetapkan
langsung oleh Allah SWT. Yaitu Ka’bah. Dalam ayat tersebut juga, Allah SWT. selalu memerintahkan umat Islam untuk senantiasa berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan (fastabiqul-khoirot).
Menghadap ke kiblat (Ka’bah)
harus dipahami bahwa umat
Islam adalah satu. Makna dalam ayat ini
yang dapat kita ambil yaitu hendaknya kita
giat dalam bentuk kebaikan. Selain itu
ayat ini juga menjelaskan bahwa
Allah nantinya akan mengumpulkan semua
manusia, di manapun dan dari arah manapun
mereka berada. Tidak ada seseorang
pun yang luput dari pengawasan Allah SWT.
Semua akan diperlihatkan seluruh
amalnya baik itu amal baik maupun amal
buruk dan semuanya akan mendapatkan
balasan sesuai dengan amalnya
masing-masing.
Kesimpulan
Manusia pada umumnya
ingin selalu berbuat baik dan selalu setiap hari berbuat baik, apalagi berbuat baik itu adalah menyenangkan, membawa keberkahan, tidak membawa beban, menimbulkan rasa keharuan, pokoknya selalu membawa dampak positif jika kita selalu melakukan aktivitas kebaikan. Disamping itu pula, jika kita selalu menawarkan kebaikan, maka kenangaan orang yang tak pernah putus untuk dikenang adalah kebaikan dan amal soleh seseorang, dan sampai matipun jasa kebaikan tidak pudar di makan oleh masa dan usia.
Kata / الخيرal-khair/dan
derivasinya terdapat sebanyak 192 kali dalam AlQuran, dan dikategorikan ke dalam 5 bentuk yaitu
nomina tunggal, nomina jamak, adjektiva
elatif, adjektiva kualitatif, dan verba. Kata/الطيّبat-tayyib/ dan derivasinya terdapat sebanyak 46 kali
dalam Al-Quran, dan dikategorikan ke dalam
3 bentuk yaitu nomina tunggal, nomina jamak, adjektiva kualitatif. Kata /الحسنةal-h}asanah/ dan derivasinya
terdapat sebanyak 194 kali dalam Al-Quran.dan dikategorikan
ke dalam 5 bentuk yaitu nomina tunggal, nomina jamak, adjektiva elatif, adjektiva kualitatif, dan verba.
Kata / الخيرal-khair/,/الطيّبat-tayyib/,
dan /الحسنةal-h}asanah/ merupakan tiga
kata yang memiliki hubungan relasi makna sinonimi. Ketiga kata tersebut memiliki makna umum serta ciri bersama
yang menunjukan kesinonimannya, ktiga
kata sinonim kebaikan tersebut, memiliki kesamaan makna, yaitu makna baik dan kebaikan. Segala hal positif yang diinginkan dan diharapkan oleh siapapun dalam bentuk perilaku, sifat, benda, maupun gagasan. mengagumkan, lebih baik; terbaik; berkah; harta; keuntungan; kesejahteraan; amal baik.
menyenangkan; ramah; lezat; gembira;
baik hati; sehat (keadaan
baik). Perbuatan baik, kebajikan; amal
baik, sedekah; keuntungan,
manfaat.
Alquran
menggunakan kata yang berbeda–beda untuk menyatakan kebaikan
(baik)dan keburukan (buruk) dengan menggunakan istilah alhasanah-al-sayyiah
al-khair –syarrr, al-ma’ruf – al-munkar, almashlahah – almafsadah dan al-birr-al-fahisyah,
al-itsm, al-rijs serta al-khabaits mengandung maksud dan
tujuan secara spesifik walaupun tatap menunjukan keselarasan dengan makna etimologisnya.
Penggunaan
kata al-hasanah–al-sayyiah mengarah pada kebaikan dan keburukan
dalam pandangan manusia, baik berdasarkan akal, tabiat, maupun
penglihatan fisik secara umum dan belum mengarah pada yang spesifik.
Al-khair –al-syarr mengarah pada makna kebaikan dan keburukan
berdimensi personal dan sosial berdasarkan komparasi. Penggunaan al-ma’ruf
–al-munkar untuk kebaikan dan keburukan lebih mengarah pada kebaikan dan
keburukan yang berdemensi syari’ah, berdasarkan hubungan
vertikal dengan Tuhan.
Penggunaan
kata almashlahah-almafsadah telah menunjukkan baik–buruk dalam bentuk perilaku dan
mengarah pada dimensi alam, baik fisik maupun tatanan kehidupan
masyarakat. Penggambaran Alquran atas kebaikan dan keburukan
berdasarkan kata al-birr-al-fahisyah,-al itsm, al-rijs serta alkhabaits merupakan
koreksi Alquran sekaligus akumulasi dan integrasi semua kebaikan atau keburukan
syara’, akal, dan kemanusian lainya mengarah pada kebaikan hakiki dan terhindar dari keburukan hakiki pula.
Konsep
kebaikan dan keburukan dalam Alquran dengan menggunakan keragaman
kata mengarahkan konsep utuh yang meliputi labelisasi, spesifikasi,
kriteria, serta contoh-contoh serta jelas dan tegas. Alquran secara
tegas mengoreksi sekaligus mengarahkan pandangan baik–buruk pada
intregasi dimensi akal dan transenden menuju pertanggung –jawaban pada
diri sendiri, sesama, alam, dan Tuhannya.